Seni  

Pertunjukan “Energi Bangun Pagi Bahagia”; Ocehan Politik Dan Lain-lain

LAKON 'PENTAS BANGUN PAGI BAHAGIA' : semangat menyampaikan pesan bahagia

MATARAM – lombokjournal.com

Ibu dan ayah kami mempunyai tanah, air dan udara/Rumah untuk kita semua. Rumah untuk merdeka/Apakah kita akan bahagia di

(Siapa yang Mengajarimu Bahagia?)

Kutipan puisi yang berjudul ‘Siapa Yang Mengajarimu Bahagia”? (Kumpulan Puisi “Energi Bangun Pagi Bahagia”, Andy Sri Wahyudi, 2016) seperti pertanyaan dari pertunjukan teater sekitar 60 menit, yang berlangsung di lapangan rumput, Taman Budaya NTB, Selasa (10/1) malam. Naskah pertunjukan itu — sama dengan judul buku kumpulan puisi  yang diluncurkan sehari sebelumnya — disutradarai oleh penulisnya, Andi Sri Wahyudi

Pertunjukan itu pelakunya tiga remaja jalanan, Bas (Andy Sri Wahyudi, Frank  (Dinarto Ayub Marandhi a.k.a Odon, Bob (Yudhi Becak), ditambah Gadis Pembaca Puisi (Jovanka Edwina Dameria Ametaprima).

Ini impresi dari dunia dari jalanan. Tentang momen penting jaman ‘pancaroba’ saat  Soeharto, yang biasa meninabobokan rakyatnya untuk membanggakan tanah airnya, dilengserkan rakyat yang menuntut reformasi. Seperti sketsa sebuah narasi besar tentang perubahan dari bangsa besar,  yang disampaikan melalui celotehan remaja jalanan.

Apakah momen kejatuhan penguasa yang mengangkangi kekuasaannya lebih dari 30 tahun itu penting? Bagi anak-anak jalanan, yang sibuk membangun dunia kecilnya sendiri, peristiwa “reformasi” tak lebih sebuah album foto. “Seperti acara ulang tahun atau pesta kebun yang menjadi sebuah kenangan berdebu dalam album foto,” jelas Andy tentang pertunjukannya.

Mereka berceloteh tentang politik, gerakan mahasiswa, tokoh-tokoh reformasi yang cakar-cakaran setelah berhasil menyingkirkan penguasa lama, atau pemimpin yang satu persatu disindirnya. Misalnya, ada pemimpin di republik ini, “yang selama 10 tahun memimpin hanya plonga-plongo seperti kerbau,” celoteh Frank.

Dunia jalanan yang memandang hidup penuh ketidaksengajaan itu, membicarakan politik tidak lebih penting dengan obrolan dengan seorang gadis yang mengaku kehilangan miliknya. Yang penting, “lain kali jangan kehilangan harga dirimu,” celetuk tokoh Bas.

Seperti puisi-puisinya, Andy menuliskan naskah drama dan menyuguhan pertunjukannya dengan ringan dan segar. Mungkin itu dunia batin Andy, meski berkeluh kesah dan menyampaikan sumpah serapah menanggapi situasi sekelilingnya, tetap dengan semangat menyampaikan pesan bahagia.

Hidup penuh ketidaksengajaan, termasuk meraih bahagia seperti dalam pandangan orang- orang jalanan, mungkin bernada absurditas. Karena itu, meski ringan dan segar, Andy mengaku tak terpengaruh Gandrik-nya Butet Kertarajasa.

“Dalam menulis naskah, saya justru lebih dekat dengan (Samuel) Becket,” kata Andy yang menulis dramanya awal 2016.

Drama “Energi Bangun Pagi Bahagia”  sudah dipentaskan di beberapa kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur,  antara lain Jogja, Solo, Surabaya, dan Malang. Mataram merupakan kota ke 10 yang disinggahinya, bekerjasama dengan Komunitas Akar Pohon dan SFN Lab. Biasanya Andy membuat pertunjukan setelah meluncurkan buku kumpulan puisinya. Perjalanan kelilingnya merupakan proses berkesenianya, yang intens dan berlangsung terus menerus.

Di Mataram mestinya Andy bisa membuat pertunjukan di Gedung Tertutup Taman Budaya, tapi akhirnya ia memilih lapangan terbuka. Di mana pun bukan soal, sebab di beberapa kota lainnya yang kondisinya berbeda, teaternya bisa pentas di aula atau halaman sekolah.

“Saya terbiasa menghadapi kondisi yang berbeda di tiap tempat,” kata Andy yang mengaku menyiapkan pertunjukannya sekitar 8 bulan.

Ka-eS