Perokok di Indonesia Meningkat 8,8 juta orang 

ilustrasi - Perokok / IST

Hasil Survei Global Adult Tobacco Survey terungkap meningkatnya jumlah perokok dalam 10 tahun terakhir

JAKARTA.lombokjournal.com ~ Jumlah perokok dewasa di Indonesia mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir. 

Hasil Survei Global Penggunaan Tembakau/Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang diluncurkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), terlihat adanya peningkatan jumlah perokok dewasa sebanyak 8,8 juta orang. Seberlumnya jumlahnya 60,3 juta yahun 2011, melonjak menjadi 69,1 juta perokok pada 2021. 

Meskipun prevalensi merokok di Indonesia mengalami penurunan dari 1,8% menjadi 1,6%.

“Ini adalah tantangan yang penting bagi kita semua untuk melakukan upaya-upaya dalam penghentian merokok,” ungkap 

BACA JUGA: Langkah Pengendalian Tembakau di Indonesia

Dante Saksono Harbuwono

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono.

Ia mengungkapkan itu saat peluncuran hasil data GATS 2021 di Gedung Adhyatma, Kemenkes RI, akhir bulan Mei, bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS).

Survei tersebut dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan dengan World Health Organization (WHO) dan US– Center for Disease Control and Prevention (CDC).

Ia mengatakan, angka yang digunakan untuk belanja rokok lebih tinggi daripada angka yang digunakan untuk belanja makanan bergizi. 

Data GATS 2021 mencatat jumlah bulanan rata-rata untuk rokok adalah Rp. 382.091,72.  

“Ini juga sebuah tantangan secara sosial ekonomi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar hal itu tidak terjadi,” ujarnya.

Perlu dicatat, angka promosi untuk merokok ini semakin meningkat baik melalui media sosial, elektronik, maupun media promosi lainnya. 

“Yang paling signifikan adalah peningkatan melalui media internet dimana tahun 2011 iklan di internet hanya sekitar 1,9 persen. Naik sepuluh kali lipat menjadi 21,4 persen tahun 2021,” tegas Dante.

Menurutnya, ini tantangan semua pihak untuk melakukan berbagai macam konsep strategi untuk mengedukasi pentingnya berhenti merokok. 

Ia mengajak media dapat turut berperan untuk menggaungkan kepada anak muda, bahwa merokok itu tidak baik dan akan mengganggu kesehatan saat usia lanjut. 

Risiko berbagai macam penyakit seperti penyakit jantung, pembuluh darah, dan kanker dapat meningkat setelah penggunaan rokok dalam waktu panjang.

Tapi dari survey GATS itu juga ada temuan baik temuan yang baik, ternyata 2/3 perokok ingin berhenti. Ini diungkapkan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Maria Endang Sumiwi 

BACA JUGA: Kirab Drumband Meriahkan Desa Segara Katon di KLU

Terkait hal itu,  Kemenkes telah menyediakan layanan untuk berhenti merokok di fasilitas kesehatan. 

Representatif WHO Indonesia N. Paranietharan berharap pemerintah Indonesia dapat berperan dalam penurunan prevalensi penggunaan tembakau di dunia. 

Khususnya, untuk mencapai target SDGs mengurangi prevalensi penggunaan tembakau sebanyak 40 persen di tahun 2030.***

catatan:

prevalensi adalah tingkat penyebaran pada sebuah kasus penyakit