SELAQ MARONG, Mata Merah sang “Pembunuh” di Arena Peresean

ilustrasi ~ Pepadu sedang berlaga di arena Peresean / Foto: Ist

Kisah petarung tak terkalahkan di arena Peresean, ini penelusuran  M16 jejak Selaq Marong

LOTENG.lombokjournal.com ~ Siapa petarung hebat di arena Peresean di Lombok? 

Belum banyak yang tahu, di jagad Peresean ada nama Pepadu yang mampu menciutkan nyali lawan tandingnya. 

Siapa lagi kalau bukan ksatria di arena Peresean, seorang Pepadu yang mendapat sebutan Selaq Marong

Ini hasil penelusuran yang dilakukan Lembaga Kajian Sosial dan Politik, Mi6.

Menelusuri jejang Selaq Marong

Pulau Lombok memiliki tradisi seni Peresean kini sering dipentaskan jadi hiburan wisatawan.

Tradisi Peresean merupakan pertarungan antara dua lelaki bersenjata rotan atau disebut penjalin. Petarung itu menggunakan perisai sebagai tameng berlindung dari pukulan rotan lawan. 

Tameng tersebut disebut ende dan terbuat dari kulit kerbau yang keras.

BACA JUGA: Perawat di NTB Cukup, PR-nya Pemerataan dan Kualifikasi

Para petarung disebut Pepadu, yang akan saling pukul menggunakan rotan dengan diawasi seorang wasit yang disebut Pakembar

Selama berlangsungnya pertandingan dua Pepadu, suara gamelan khas Lombok terus mengalun..

Dulu, Peresean sebagai ekspresi kebahagiaan prajurit saat menang perang. Itu juga berfungsi melatih ketangkasan prajurit. 

Kemudian tradisi tersebut difungsikan sebagai upacara adat meminta hujan. Namun kini, Peresean menjadi kesenian tradisi Sasak untuk menghibur wisatawan.

Saat ini, Pepadu yang tersohor dengan kepiawaiannya dalam Peresean adalah Selaq Marong. 

Seorang pria berkumis yang sering menari ketika serangannya mengenai musuh. Dia adalah pria berasal dari Semoyang, Lombok Tengah dengan nama asli Suminggah.

Legenda Pepadu Selaq Marong 80-an

Di Lombok pernah dikenal seorang Pepadu yang melegenda di era 80-an, di arena Peresean ia mendapat julukan Selaq Marong.  Sesuai julukannya, Pepadu itu berasal dari Desa Marong, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.

Selaq Marong merupakan Pepadu yang sering berlaga pada tahun 1980an. 

Perawakannya besar, mata tampak melotot merah saat berada di arena, dan itu menggetarkan lawan tandingnya. 

Karena itu dia dijuluki oleh penonton dengan nama Selaq Marong.

Tokoh masyarakat di Desa Marong, Amaq Buan mengatakan, Selaq Marong memiliki ilmu megat-male yang sangat mematikan saat memukul lawannya. 

Dia selalu menang di arena dengan membuat lawannya sakit dan bahkan hingga meninggal.

“Sosok perawakan besar dengan mata yang melotot. Selaq Marong kalau Peresean matanya menjadi merah. Itu tanda ilmu pegat male sudah masuk,” tuturnya, Kamis (02/06/22).

Selaq Marong memiliki nama asli Haji Sriatun. Dia tutup usia pada 2020. Namun, ketangkasan saat menjadi ‘gladiator’ di arena Peresean selalu dikenang orang.

Meskipun sangat kuat di arena, Selaq Marong memiliki pantangan saat bertanding. 

BACA JUGA: Kesehatanmu Saat Memasuki Usia di Atas 50 Tahun

Dia tidak boleh bertarung siang hari. Entah apa alasannya, konon matanya yang besar dan melotot membuat dia kesulitan bertanding di siang hari. Sehingga dia selalu tampil sore hari.

“Jadi Selaq Marong tidak bisa bertanding siang hari. Karena matanya selalu melotot dan merah,” ujarnya.

Amaq Buan mengatakan, ilmu megat male yang dimiliki Selaq Marong didapat melalui mimpi. Dia tidak pernah berguru atau mencari ilmu untuk mendapatkan kesaktian.

“Itu didapat dari karomah (anugerah Tuhan) saat sedang tidur lalu bermimpi,” katanya.

Cucu keluarga Selaq Marong, Dayat, mengatakan kebiasaan Selaq Marong saat Peresean, yaitu selalu memegang rotan bukan pada ujung atau pegangan rotan.

“Selaq Marong selalu memegang rotan  pada bagian sedikit di tengah. Beliau sebenarnya tidak terlalu seni saat bertanding. Tapi kalau serangan kena lawannya, bahaya,” ujarnya.

Dayat mengatakan pernah terjadi keributan saat Selaq Marong Peresean di Masbagik Lombok Timur. Saat itu dia menyerang lawannya hingga meninggal. Itu membuat terjadi kericuhan di arena.

“Gemparnya dulu pertarungan beliau waktu di Masbagik sampai keributan besar terjadi, karena lawan tandingnya langsung meninggal di tempat,” katanya pada koranntb.

Selaq Marong juga pernah bertarung dengan Haji Rijal yang memiliki julukan Arya Kamandanu. 

Itu adalah pertarungan dua pepadu perkasa di Lombok. Dalam pertarungan, Selaq Marong berhasil menang.

Konon saat Kapolda NTB waktu itu ingin menobatkan Arya Kamandanu sebagai pepadu terbaik, pihak Selaq Marong protes karena keduanya belum bertanding lagi. Akhirnya waktu pertandingan disepakati.

Namun karena Arya Kamandanu pernah kalah, saat waktu pertandingan di arena Arya Kamandanu menolak untuk bertanding. Sehingga Selaq Marong terpilih menjadi pepadu terbaik.

“Sehingga terjadilah kesepakatan hari  pertarungan Arya Kamandanu dengan Selaq Marong. Namun pas hari pertandingan yang sudah ditentukan, Arya Kamandanu menolak untuk bertanding,” ujarnya.

BACA JUGA: Komitmen Perlindungan untuk Pekerja Migran

Menelusuri jejak Selaq Marong
Bambang Mei, Amaq Buan, Ruslan Turmuzi dan Dayat

Merawat Tradisi Peresean

Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6, Bambang Mei Finarwanto, mengatakan sosok Selaq Marong menjadi legenda di masyarakat Lombok. Banyak masyarakat Lombok sangat familiar dengan nama Selaq Marong.

“Jadi kalau kita bertanya ke masyarakat, siapa Selaq Marong ya pasti dijawab pepadu Peresean. Karena namanya sudah familiar,” katanya.

Dia menjelaskan, pepadu Peresean saat berlaga tidak hanya untuk mencari hadiah berupa uang, tapi menjadi simbol kehormatannya laki-laki Sasak, dan juga untuk merawat tradisi.

“Mereka bertanding tidak hanya untuk mendapatkan bonus atau hadiah. Tapi sebagai bentuk kehormatan seorang pria Sasak, sekaligus untuk merawat tradisi,” katanya.

Lombok memiliki beragam destinasi wisata dan juga memiliki banyak budaya dan tradisi. Budaya dan tradisi tersebut menjadi atraksi pariwisata yang menjadi magnet menarik minat wisatawan berkunjung ke Lombok.

“Sehingga Peresean harus terus dilestarikan sebagai bagian dari atraksi pariwisata di Lombok,” kata Bambang Mei.***.