Letusan Gunung Tambora, Terkuat Dalam Sejarah Dunia 

GUNUNG TAMBORA; harus dikelola dengan baik, agar memberikan manfaat untuk masyarakat Pulau Sumbawa dan NTB pada umumnya / Foto: Niek
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Hari ini 207 tahun lalu, letusan Gunung Tambora tercatat terdahsyat sepanjang sejarah

lombokjournal.com ~ GUNUNG Tambora dengan kisah letusannya yang dahsyat, menyimpan daya tarik untuk dipahami lebih jauh.Tidak hanya untuk dijelajahi kawasannya melalui pendakian, juga seluruh potensi kawasan lingkar Tambora yang menjadi inspirasi. Letusan Tambora tercatat mengisahkan ledakan gunung terdahsyat sepanjang sejarah, dengan misteri yang menyertainya.

Tambora hari ini laksana magnet yang punya daya tarik untuk dijelajahi. 

Setelah menjadi kuburan massal bagi dua kerajaan yakni Pekat dan Tambora, serta meluluh-lantakkan Kerajaan Sanggar akibat  muntahan material Tambora yang luar biasa banyaknya, denyut jantung peradaban wilayah-wilayah sekitar gunung ini mendadak “mati” cukup lama. 

Membayangkan letusan Gunung Tambora

Belum ada yang tahu persis bagaimana kehidupan yang ada di tiga kerajaan tersebut pada masa dua abad yang lalu. Hingga akhirnya para ahli menguak misteri peradaban yang hilang tersebut sedikit demi sedikit. 

Bahkan ketika denyut nadi kehidupan di sekitar gunung ini mulai berdetak kembali, semua itu belum terungkap secara lengkap hingga hari ini; hingga Tambora sampai ke kita. 

Gunung Tambora, tersohor karena sejarah letusannya yang maha dahsyat di tahun 1815 lalu. Sebagai salah satu icon Nusa Tenggara Barat, gunung ini menyimpan sejarah letusan yang pernah tercatat dunia sebagai yang terdahsyat setelah Gunung Toba di Sumatera Utara (yang meletus pada zaman pra sejarah). 

BACA JUGA: Letusan Tambora, Situasinya Tergambar Jelas di Bo’ Sangaji Kai

Gunung Toba di Sumatera Utara (yang meletus pada zaman pra sejarah sekitar 74.000 tahun lalu dengan kekuatan ledak skala 8 Vei).

Berdiri di bibir kawah Gunung Tambora Sebuah lubang sangat besar yang menganga tampak dengan jelas. Itulah kawah raksasa dari Gunung Tambora yang meletus sangat dahsyat dengan ledakan yang bahkan tercatat telah memangkas separuh dari badan Gunung Tambora yang memiliki ketinggian awal 4.200 mdpl, dan kini tinggal menyisakan ketinggian 2.851 mdpl. 

Letusan yang disebut paling mematikan dalam sejarah dengan kekuatan setara 171.428 kali bom atom ini, telah meninggalkan bekas kawah raksasa berdiameter 7 kilometer dengan kedalaman kawah mencapai 1.200 meter (1.2 km) dari bibir kawahnya. 

Sebagaimana diungkapkan Igan S. Sutawijaya, geolog yang juga peneliti Gunung Tambora dari Pusat Geologi Bandung, bekas-bekas material letusan Gunung Tambora yang meletus dengan kekuatan 7 Vei (Volcanic Expolisivity Indeks), empat kali lebih dahsyat dari Gunung Krakatau 1883.

Masih terlihat hingga hari ini berupa berupa batu-batu sangat besar serta serpihan-serpihan batu menghitam yang luluh lantak karena panas awan letusan Tambora, yang mencapai 800 derajat celcius. Suhu itu mengalahkan panas awan letusan Gunung Vesuvius di Italia yang mengubur Pompeii, dengan 600 derajat celcius.

Dengan kekuatan ledak super besar itu, Tambora seperti menghempaskan emosinya secara  maksimal. Beberapa gunung pembanding adalah kisah letusan Gunung Krakatau yang menghebohkan di tahun 1883. 

Kekuatan ledak Gunung Krakatau hanya setara 21.500 kali bom atom. Gunung yang paling dekat dengan Tambora adalah Gunung Agung di Bali yang meletus 1963, kekuatan ledaknya hanya 2.600 kali bom atom. 

“Dengan skala 7 Vei, kekuatan ledakan Gunung Tambora hingga saat ini belum terpecahkan dalam sejarah letusan gunung berapi di dunia,” kata Igan. 

Sebagai salah satu dari 127 gunung api aktif di dunia yang banyak dibicarakan karena kedahsyatan ledakannya, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tidak hanya menjadi kekayaan bagi bangsa Indonesia melainkan juga merupakan kekayaan dunia, khususnya dalam hal keilmuan. 

Gunung Tambora mewarnai kisah berbagai letusan gunung api yang pernah tercatat dalam sejarah dunia. 207 tahun yang lalu, Gunung Tambora yang berdiri meranggas bak pasak bagi Pulau Sumbawa ini telah memuntahkan material yang demikian banyak sampai-sampai mengubur peradaban yang ada di dua kerajaan yakni Kerajaan Tambora di Bima dan Kerajaan Pekat di Dompu.

Lokasi kedua kerajaan itu berada di bagian barat kaki gunung Tambora, dan Kerajaan Sanggar yang berada di sebelah timur gunung ini menjadi porak-poranda. 

Akibat 150 kilometer kubik material yang ditumpahkan dalam erupsi besar Tambora menyebabkan tiga kerajaan hilang, dua terkubur yakni Kerajaan Tambora dan Pekat yang menyebabkan kedua kerajaan ini terhapus dari peta pemerintahan kala itu. 

BACA JUGA: Arsitektur Rumah Tradisi di Karang Bajo, Bayan, KLU

Sedangkan Kerajaan Sanggar yang meskipun tidak terkubur akhirnya hilang juga, karena telah porak poranda dan luluh lantak sehingga menyebabkan seluruh penduduknya musnah (meninggal dan mengungsi) meninggalkan Sanggar. 

Kerajaan Sanggar menjadi wilayah yang kosong. Tidak ada kehidupan yang diatur oleh pemerintahan lagi di sana.

Igan juga mengungkapkan bahwa akibat dari letusan Tambora tidak hanya memporak-porandakan kerajaan-kerajaan yang berada di kaki gunung tersebut, melainkan juga mempengaruhi iklim dunia.  

Letusan Gunung Tambora yang menyebar abu vulkanik dan aerosol 40-60 megaton itu “mengelilingi” dunia selama hampir setahun sejak letusannya 1815 hingga 1816, menyebabkan tahun 1816 tercatat sebagai “tahun tanpa musim panas”. 

“Amerika Utara dan Eropa tertutup abu vulkanik dari letusan Gunung Tambora sehingga sinar matahari redup menyebabkan kegagalan panen yang menimbulkan kelaparan di wilayah tersebut,” ungkap Igan yang juga Penyelidik Bumi Madya dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 

Igan menambahkan, abu Gunung Tambora keliling dunia selama tiga minggu. Abu dan aerosol yang merupakan bagian dari material muntahan Gunung Tambora yang terangkat dalam kolom setinggi 43 kilometer ini bahkan menembus lapisan stratosfer sehingga dengan dorongan angin berarak mengelilingi dunia. Terkumpul di belahan bumi bagian utara.

Abu ini menutupi sinar matahari di sana yang menyebabkan eropa kehilangan musim panas. Tahun tanpa musim panas ini menyebabkan semua tanaman mati sehingga mengakibatkan kelaparan sehingga banyak yang mati.***