PDIP Perjuangan NTB akan laporkan Komisioner KPU Mataram, yang mengabaikan Peraturan KPU.Bakal Laporkan ke Bawaslu dan DKPP
MATARAM.LombokJournal.com ~ KPU Kota Mataram terang-terangan mengabaikan Peraturan KPU.
Karena itu, Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Tingkat Kota Mataram dinilai cacat.
Pasalnya, proses pleno terbuka Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) di tingkat Kelurahan dan Kecamatan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), tidak menghadirkan perwakilan partai politik.
BACA JUGA: Kepala OPD NTB Diingatkan untuk Fokus ke Masalah dan Kolaborasi
Dalam peraturan KPU, kehadiran perwakilan partai politik merupakan sebuah kewajiban.
”Mengabaikan PKPU, berarti KPU Kota Mataram telah terang-terangan melanggar kode etik,” kata Imam Budi Gunawan, Liasion Officer PDI Perjuangan Kota Mataram, Minggu (14/05/23).
Ia hadir dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi DPSHP tingkat Kota Mataram, kemarin .
Budi menuturkan, rapat pleno terbuka DPSHP tingkat kota tersebut digelar KPU Mataram hari Kamis (11/5) malam di salah satu hotel di Mataram. Rapat tersebut baru selesai dini hari pukul 03.00 WITA.
Agenda utamanya adalah penjabaran jumlah data pemilih dan TPS di masing-masing kecamatan di Kota Mataram oleh masing-masing PPK dan laporan Ketua KPU dan jajarannya.
Pemaparan kata Budi diawali dengan penjabaran kondisi pemilih dan TPS di sembilan kelurahan di Kecamatan Mataram.
BACA JUGA: Angkasa Pura Berterima kasih pada Pemprov NTB
Setelah pemapatan PPK Mataram rampung, Bawaslu Kota Mataram yang hadir dalam rapat pleno tersebut kemudian kata Imam, menyampaikan temuannya.
Bawaslu menemukan, dari sembilan kelurahan yang ada di Kecamatan Mataram, PPS masing-masing di lima kelurahan ternyata menerbitkan dua Berita Acara tentang DPSHP dengan nomor berbeda.
”Selain itu, hasil rekapitulasi DPSHP di dua berita acara itu juga berbeda,” kata Budi.
Temuan Bawaslu itu mengindikasikan, PPS di lima kelurahan itu melakukan rekapitulasi atau penghitungan ulang lalu mengesahkannya dalam berita acara baru. Hal itu seharusnya tidak boleh mereka lakukan.
Sebab, perubahan terhadap bertambah atau berkurangnya jumlah pemilih dalam DPSHP, hanya bisa dilakukan dalam Pleno Terbuka di tingkat Kecamatan yang dihadiri seluruh pemangku kepentingan.
Atas temuan tersebut, Bawaslu kemudian menyarankan agar PPK Kecamatan Mataram melakukan pleno dan Rapat Pleno Terbuka secara terpisah di ruangan lain di hotel yang sama.,
Selanjutnya, hasil pleno terbuka PPK Kecamatan Mataram tersebut kemudian dibahas kembali dalam pleno terbuka di tingkat Kota Mataram.
BACA JUGA: Lombok Sharia Festival (LSF) 2023 Dukung Fashion Muslimah
Pada saat yang sama, secara paralel, pleno terbuka tingkat Kota Mataram terhadap DPSHP dari lima kecamatan lainnya tetap dilanjutkan.
”KPU dan Bawaslu menyebut Pleno PPK Mataram itu sebagai Pleno Lanjutan,” kata Budi.
Di sinilah persoalan timbul. Rupanya Rapat Pleno Lanjutan oleh PPS dan Rapat Pleno Terbuka Tingkat Kecamatan Mataram atas hasil Pleno Lanjutan dari masing-masing PPS di lima kelurahan tersebut tidak dihadiri oleh perwakilan Parpol.
Tidak ada pemberitahuan pula dari KPU terkait hal tesebut di tengah-tengah rapat pleno terbuka tingkat Kota Mataram yang sedang berlangsung.
Sehingga hasil rekapitulasi jumlah pemilih dalam rapat pleno terbuka PPK Kecamatan Mataram, hanya dihadiri oleh penyelenggara saja, yakni PPK, PPS, dan Panwascam.
”Pleno terbuka yang tidak dihadiri perwakilan Parpol, melanggar PKPU,” tandas Budi.
Budi menyebutkan, pihaknya memprotes hal tersebut. Dan protes yang telah disampaikan PDI Perjuangan, dimasukkan dalam Berita Acara Pleno Terbuka DPSHP Tingkat Kota Mataram.
Sejumlah perwakilan Parpol yang hadir dalam pleno terbuka tingkat Kota Mataram itu pun mengamini protes yang telah disampaikan PDIP.
Lima PPS kelurahan yang menerbitkan berita acara dengan dua nomor berbeda tersebut adalah Kelurahan Pagutan Timur, Kelurahan Punia, Kelurahan Pagutan, Kelurahan Pagesangan Barat, dan Kelurahan Pejanggik.
Berita acara DPSHP yang telah mereka buat pada tanggal 7 Mei, kemudian diubah dengan Berita Acara baru tanggal 11 Mei di Hotel Fave, Mataram hasil Pleno Lanjutan.
Dalam Berita Acara Nomor: 149/PL.02.I-BA/5271/2023 yang ditandatangani Ketua KPU Kota Mataram, M Husni Abidin dan seluruh jajaran komisioner (salinannya didapat kalangan media) disebutkan, Rapat Pleno Lanjutan hanya diikuti PPS di lima kelurahan bersama Panwascam, dan tidak dihadiri pewakilan parpol.
Begitu juga Rapat Pleno Lanjutan Terbuka Tingkat Kecamatan Mataram tanpa dihadiri unsur partai politik.
”Jika seperti ini cara KPU bekerja dengan seluruh perangkatnya di tingkat kecamatan dan kelurahan, maka jangan salahkan muncul kecurigaan publik. Karena angka-angka jumlah pemilih dalam DPSHP itu hanya dibahas sesama penyelenggara saja,” tandas Budi.
Memang dalam Berita Acara Rapat Pleno Terbuka Tingkat Kota Mataram disebutkan, Rapat Pleno Lanjutan itu tidak mengubah apapun terkait rekapitulasi DPSHP PPK Mataram. Namun, cacat prosedur tersebut, tak bisa dianggap seenteng itu.
”PKPU yang mewajibkan Rapat Pleno berjenjang dari kelurahan, kecamatan, dan tingkat kota, adalah sebuah keharusan untuk dijalankan. PKPU itu kitab sucinya penyelenggara pemilu baik KPU atau Pengawas. Tapi, ini, mereka abaikan secara terang-terangan,” tandas Budi.
Sikap PDI Perjuangan
PDIP Kota Mataram akan bersurat secara resmi ke KPU Kota Mataram. Ketua DPD PDIP NTB H Rachmat Hidayat, setelah menerima laporan atas kejadian tersebut menegaskan, pihaknya akan bersikap.
Cacat prosedur dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) Tingkat Kota Mataram itu, akan diadukan ke Bawaslu di tingkat yang lebih tinggi.
Adanya potensi pelanggaran etik dari Komisioner KPU Kota Mataram juga akan ditindaklanjuti dengan pengaduan pihaknya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
”Tim Hukum PDIP sedang menyiapkan laporan tersebut,” kata politisi kharismatik Bumi Gora ini.
BACA JUGA: Wamenag Ajak Elit Bangsa Menjadi Negarawan
Anggota Komisi VIII DPR RI ini pun mengingatkan seluruh penyelenggara pemilu di NTB agar bekerja profesional.
Jika cacat prosedur dianggap sepele, maka bukan tidak mungkin praktik serupa akan terjadi dan meluas di seluruh NTB. Khususnya oleh penyelenggara pemilu dan pihak-pihak yang memiliki kemampuan main mata dengan penyelenggara pemiu.
”Hal begini jika terjadi, akan benar-benar merusak demokrasi,” tandas Rachmat. (*)