Hukum  

Ketua Komisi V Enggan Tanggapi Polemik Perda Penyakit Menular

TGH Mahali Fikri
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Mahalli yang juga Ketua DPD Partai Demokrat NTB itu khawatir jika komentarnya dipolitisir

MATARAM.lombokjournal.com — Dengan alasan komentarnya rentan dipolitisir, Ketua Komisi V, TGH. Mahalli Fikri enggan memberikan pendapat apa pun terkait pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) Penyakit Menular.

Seperti diketahui, Perda Penyakit Menular yang salah satunya mencantumkan denda lima 500 ribu rupiah bagi pelanggar protokol Covid-19 sedang ramai dibicarakan masyarakat.

Karena itu, peran Komisi V selaku mitra kerja Dinas Kesehatan NTB perlu disampaikan agar diketahui publik.

Tapi, Mahalli memilih tidak berkomentar dengan alasan NTB sedang memasuki tahun Pilkada.

Mahalli yang juga Ketua DPD Partai Demokrat NTB itu khawatir jika komentarnya dipolitisir.

“Walaupun kesehatan, walaupun pendidikan tetap larinya ke politik itu,” katanya. Senin, (10/08/20).

Didesak  lombokjournal.com terkait bagaimana hasil kerja komisi V dalam pengawasannya selaku mitra kerja Dinas Kesehatan NTB yang penting diketahui masyarakat pun. Mahali tetap enggan berkomentar.

“Saya sedang tidak ingin berkomentar,” jawabnya.

Warga belum tahu isi Perda

Perlu diketahui, berdasarkan penelusuran yang dilakukan lombokjournal.com dengan menanyakan beberapa warga di Lombok Barat, sebagian besar warga belum mengetahui isi Perda tersebut.

Selain tidak mengetahui, beberapa dari mereka justru mengecam pemberlakuan aturan denda tersebut yang menurut mereka tidak mendesak dilakukan pemerintah. Karena secara psikologis, kondisi masyarakat sedang tidak stabil karena belum stabilnya roda perekonomian.

“Untuk beli beras saja susah apalagi didenda. Bisa naik golok,” ujar salah seorang warga dari Kecamatan Lingsar Lombok Barat, Bambang Dedi Gunawan, saat ditanya pendapatnya oleh lombokjournal.com terkait pemberlakuan denda lima ratus ribu rupiah tersebut.

Aggota komisi V DPRD NTB TGH. Hamzar yang tak lain adalah bawahan Mahalli, yang coba ditemui wartawan untuk dimintai keterangan terkait hal tersebut menyampaikan, masyarakat NTB tidak perlu cemas.

Soal pemberlakuan sanksi 500 ribu rupiah untuk pelanggar protokol Covid-19,  sanksi tersebut diberlakukan untuk kemaslahatan bersama.

“Itu untuk kemaslahatan bersama,” ujarnya.

Selain itu, sangsi tersebut tentu tidak serta-merta diberlakukan begitu saja. Ada aturan main yang harus dipatuhi petugas dalam menindak pelanggar protokol Covid-19.

Dijelaskan, pemerintah bersama DPRD Provinsi NTB tentu telah mempertimbangkan secara matang semua kebijakan terkait aturan Covid-19.  Prinsipnya, Perda itu dibuat untuk menjaga kesehatan masyarakat NTB.

Ast