Ketidakbecusan Disbudpar NTB Dikecam Seniman Bima

FPT MENDATANGKAN TRIO MACAN. "Lihatlah Tambora sebagaiman masyarakat Bima melihatnya."

lombokjournal

Puncak Tambora
Puncak Tambora

Di tengah gebyar penyelenggaraan Festival Pesona Tambora, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB mendapat kecaman  para seniman Bima. “Budpar NTB itu tidak becus mendesain strategi kebudayaan?” kata Ketua Dewan kesenian Bima, Husain Laodet.

Para seniman Bima dan Dompu mempertanyakan konsep budaya Disbudpar  terkait penyelenggaraan  event festival yang menjual “Pesona Tambora”.  Mereka merasa tidak pernah diajak bicara tentang penampilan budaya  dalam festival tersebut.  Sosialisasi pun tidak pernah dilakukan.

odet5
Husain Laodet, Ketua Dewan Kesenian Bima

Padahal, tentu yang dimaksud ‘pesona Tambora’ berarti terkait budaya di sekitar kawasan gunung yang pernah menjadi perhatian dunia karena letusannya yang dasyat tahun 1815.

Dalam aku facebook Husain Laodet yang dikenal juga sebagai penyair itu menulis blak-blakan: “sy mau tanya apakah penyelenggara event festival tambora melibatkan seniman dompu?? Apakah ada karya seniman dompu yg diminta untuk isi acara kebudayaan d festival Tambora? Jika tidak…. berarti benar tanah kita dijadikan lahan proyek budaya.”

Apalagi kemudian, panitia festival gunung yang berskala internasional itu mengundang penampilan grup dangdut seksi Trio Macan.  Itu dinilai menyimpang dari hajatan ‘pesona Tambora’  yang mestinya banyak menampilkan akar budaya tanah Tambora?

Dalam komen di akun facebook, Husain menulis cukup pedas:

“Hay …Budpar Prov NTB…. seleramu kelas teri…… sebatas belahan payudara, pusar dan bokong. Ini ya etika budaya yg kalian jual itu, ini ya nilai2 yg kalian dengungkan sebagai provinsi santri? Provinsi sejuta masjid? Provinsi berbudaya?? Apa lacur !! Kalian benar benar telah meludahi budaya Bima Dompu. Kalian mau berfoya foya dgn menjual nama tambora…bajingan !! faham ga sih bagaimana mendesain strategi kebudayaan ??”

Hay Disbudpar Prov NTB, kegiatan sarasehan budaya mBojo, acaranya d mBojo, kok didandani pake aksesoris tenun Sasak?
“Hay Disbudpar Prov NTB, kegiatan sarasehan budaya mBojo, acaranya d mBojo, kok didandani pake aksesoris tenun Sasak?”

 Dalam komen lainnya, akun Joko Bibit Santoso menulis:

selalu…kesenian dan kebudayaan hanya mejadi alat mencari keuntungan pejabat dan oknum seniman tertentu….dengan membuat event2 dengan embel2 kedaerahan namun seniman atau budayawan asli tempat event itu tak satupun dilibatkan,,,,karena takut ketahuan belangnya kalau penyelanggaraannya itu asal2 dan abal2an,”

Terpusat di Mataram

Sebelumnya, kritik juga diarahkan ke Disbudpar NTB karena memusatkan seremoni kegiatan di Mataram.  Kesalahan Disbudpar NTB lainnya seperti sengaja menyelenggarakan acara-acara seremoni penting terkait festival itu mengabaikan keberadaan masyarakat Sumbawa.

Tokoh Budaya Sumbawa yang juga Sekretaris Lembaga Adat Tanah Sumbawa, Syukri Rahman, S.Ag, memasalahkan pembukaan Festival Pesona Tambora, Sabtu (9/4), dilakukan di Kantor Gubernur bukan di kawasan Tambora.  Ia mengapresiasi festival itu sebagai jualan pariwisata.

“Tapi hargai masyarakat Pulau Sumbawa, khususnya masyarakat di kawasan Tambora.  Masyarakat Tambora seperti tidak dianggap,” kata Syukri.

Syukri membandingkan, acara untuk menyemarakkan festiva itul, masyarakat Pulau Sumbawa juga bisa menyelenggarakan acara budaya skala internasional yang berlangsung di Sumbawa. Acara Ziarah Tambora itu bisa menghadirkan belasan seniman internasional, dan alunan gambus dari kelompok seni musik gambus internasional.

Sebagai Ketua Dewan Kesenian Bima, Husain Laodet, mengekspresikan kekecewaan masyarakat budaya Bima terhadap Disbudpar NTB dalam puisinya yang diposting 13 April lalu;

BAJINGAN
(Puisi terbuka untuk Disbudpar pemprov NTB)

Di makam raja raja tua
Para bajingan itu menyembunyikan pundi mata uang logam dan lempeng batang emas dari racun serangga
Ditanamnya di bawah nisan bertulis nama Tambora”
hasil rampok

Bajingan… suara itu terlempar kosong antara sunyi yg tersekap kegelapan aksara
cendekia dan kaum priyai menabuh tambur dari kulit wanita bunting di kamar hotel, bersuil dalam nada dering jenaka sedikit centil menggoda
koridor pasar budaya sesak dengan obralan kata bual.
Kata si bajingan, proyek budaya itu serupa memasarkan buah dada gadis ABG dalam bakulan pariwisata

Sepanjang koridor pasar berjejer makelar memasang potret gadis perawan
dan diantara belahan dadanya terselip foto bugil pria tampan bernama tambora
Dia tidak tambun sebabnya akan laku layaknya lelang daging segar di pasaran
bajingan tersenyum sinis memandangi singa savana dari kejauhan, mengendap dari rerumputan kering pertanda pertarungan ini dimulai

Bajingan… dia melucuti gaun gadis perawan
melompat pagar norma dan mencincang harga diri budaya purba
Bajingan berubah wujud menjadi mucikari genit
Mereka bajingan tak punya adab terdidik yang dierami rahim pendidikan moral dari ibunya
Mereka dibesarkan dari kerakusan atas tahta harta dan deru nafas perempuan lacur…
Bajingan….mereka tengah meniduri ranjangmu
Kelambunya robek sebatas paha

Bajingan…. tontonlah tubuh bugilmu menari
Di atas tanah makam harga dirimu sendiri
Dan perempuan lacur akan meludahi senyummu yg repih
Bajingan !!!

‪#‎tambur tambora dua

Suk