Edukasi untuk Siaga Bencana Harus Terus-Menerus

ilustrasi ~ Bempa bumi di Majene, Sulawesi Barat / Foto: Ist

Belajar dari bencana yang terjadi, wajib dilakukan edukasi bencana untuk mengurangi resiko bencana alam

MATARAM.lombokjournal.com ~ Bencana gempa bumi yang mengguncang Lombok yang terjadi tahun 2018, khususnya Lombok Utara, dampaknya masih terasa hingga sekarang.

Setelah bencana gempa bumi yang mengguncang Lombok, beruntun beberapa wilayah lain di Indonesia, juga diterjang bencana, mulai Sulawesi hingga Jawa Barat.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 136 bencana alam terjadi di Indonesia sepanjang 1-16 Januari 2021. Bencana banjir paling banyak terjadi, mencapai 95 kejadian.

Bencana lainnya adalah tanah longsor yang terhitung sudah 25 kali terjadi, puting beliung telah terjadi sebanyak 12 kali, serta dua peristiwa gempa bumi. Peristiwa bencana tersebut telah mengakibatkan ratusan jiwa menjadi korban

BACA JUGA: Pertunjukan Wayang Botol, Edukasi Siaga Bencana

Belajar dari bencana yang telah terjadi, wajib menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia pentingnya implementasi pengurangan resiko bencana alam.

Gempa bumi di Izmit, Turki, 1999

Tidak hanya terjadi di Lombok, kesedihan dan kekhawatiran bagi hati rakyat Indonesia terkait bencana alam yang banyak merenggut korban jiwa. 

Mulai dari tanah longsor di Sumedang hingga peristiwa gempa bumi berkekuatan M 7,1 di Lombok, kemudian disusul M 6,2 di Kota Majene dan Mamuju. Kita diingatkan ancaman bencana serupa yang bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. 

Istilah “Arisan” pernah diungkapkan Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Eko Yulianto, karena bencana alam seperti gempa bumi, longsor, banjir, dan sebagainya bisa terjadi di wilayah mana saja di Indonesia. 

“Seluruh wilayah Indonesia dipenuhi retakan – retakan akibat tektonik itu yang notabene menjadi sumber gempa,” terangnya.

Perulangan gempa bumi yang terjadi kurun waktu yang relatif lama, misalnya 50 tahun atau bahkan lebih, sehingga orang – orang mudah melupakannya.

Itulah pentingnya edukasi terus-menerus mengenai mitigasi bencana diperlukan. Salah satu yang jadi sorotan adalah aspek bangunan yang aman atau tahan gempa. Kerap kali sebuah rumah dibangun hanya memperhatikan aspek estetikanya saja, tanpa melibatkan faktor-faktor kebencanaan seperti ketahanan akan guncangan.

Bagaimana pun bencana alam adalah takdir dan nafas dari bumi. Bencana bukan semata-mata aspek teknis tapi juga perilaku dan sikap manusia. Acapkali aturan yang telah dibuat justru dilanggar, seperti mendirikan bangunan di bibir pantai melewati batas sempadan.

BACA JUGA: Pembangunan Kantor Bupati Lombok Utara Dimulai

Karena itu, perlu diingatkan krusialnya sinergi dan implementasi kebijakan yang sistemik, tidak hanya berlangsung secara sporadis.

Mengenai bencana hidrologi, Indonesia akan mengalami puncak musim hujan pada Januari dan Februari. Karena itu, masyarakat juga perlu mewaspadai bencana hidrometeorologi. 

Bencana banjir di Kalimantan Selatan telah mengakibatkan 27.111 Rumah Terendam dan 112.709 Warga Mengungsi di 7 kabupaten/Kota, sementara di Kabupaten Sumedang terjadi tanah longsor di Desa Cihanjuang Kecamatan Cimanggung. 

Untuk mengurangi dampak bencana di masa depan, perencanaan tata ruang Kabupaten/kota yang berada pada potensi bencana tinggi harus didesain ulang berdasarkan analisis ilmiah berbasis kebencanaan. ***