Di Timika, TGB Ajak Mensyukuri Keberagaman

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) dalam dialog dengan Pemerintah Daerah dan Para Tokoh Lintas Agama di Kabupaten Mimika, Jumat (14/7) malam di Mimika, Papua. (Foto:Dok Humas NTB)

Di Kabupaten Timika, Provinsi Papua, TGB mengajak melihat Indonesia dari  sisi keberagaman dan kekayaannya adalah karunia, dan sisi lainnya, Indonesia adalah akumulasi dari hasil perjuangan panjang seluruh anak bangsa

PAPUA.lombokjournal.com —  Ajakan merawat keberagaman disampaikan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB)  dalam dialog dengan Pemerintah Daerah dan Para Tokoh Lintas Agama di Mimika, Jumat  (14/7) malam di Mimika, Papua.

“Kewajiban kita bukan sekedar hanya mensyukurinya tapi juga merawat dan menjaganya dengan sebaik-baiknya,” kata TGB.

Kehadiran TGB diundang oleh MUI dan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Mimika Papua. TGB dalam pertemuan itu disebut Bupati Mimika sebagai tokoh muda, tokoh bangsa dan  tokoh pejuang dari NTB.

“Pertemuan ini sebagai  nikmat dari Tuhan yang harus disyukuri,” kata bupati yang diwakili Asisten I. Dialog juga dihadiri dan Ketua DPRD Mimika, Kakantor Kementrian Agama dan para tokoh lintas Agama.

Visi pemerintah Kabupaten Timika adalah Membangun Timika yang aman, damai dan sejahtera. Mmasyarakat Mimika dari berbagai etnis dengan perbedaan nilai-nilai menjadi kekuatan membangun Timika.

Toleransi umat beragama di Mimika sangat terjaga sejak kabupaten tersebut dibentuk tahun 1996  hingga saat ini.

Menanggapi toleransi di Timika, TGB mengajak belajar dan melihat dari  kondisi beberapa negara lain yang dulunya bersatu dan kuat,  kini terpecah pecah.

“Mereka tidak bisa merawat pebedaan dalam kebersamaan,” ujarnya.

Menurut  TGB keberagaman dalam pandangan agama adalah sunatullah. Menentang keberagaman berarti menentang sunatullah.

Di NTB, mayoritas penduduknya yang beragama muslim,  tidak merusak keharmonisan dalam interaksi dengan umat lain . Kuncinya, terus bersama mencari persamaan-persamaan. Interaksi kita di ruang publik lebih banyak membicarakan petsanaan.

Perbedaan tidak dimunculkan  ke ruang publik. “Perbedaan jangan diperdebatkan, apalagi dibawa ke ranah publik,” ungkapnya.

AYA