by number23
lombokjurnal.com
Ketika ribuan kaum Muslimin turun ke jalan-jalan di London, pada bulanMaret, menentang terorisme, media tak pernah nmemberitakan. Tiap peristiwa yang berhubungan dengan Muslim, media Barat menggunakan standar ganda.
Karena sebagian besar media arus utama (mainstream) hanya melayani kepentingan perusahaan. Laporan media cenderung menghubungkan kaum Muslim dengan ancaman teror.
Pada 6 Desember 2015, ribuan kaum muslimin mengambil bagian dalam aksi tahunan Arbaeen Procession UK, yang diselenggarakan oleh Hussaini Islam Trust UK. Anggotanya membanjiri jalan-jalan London, membawa poster bertulisan “Islam menjunjung hak asasi manusia” dan “terorisme tidak memiliki agama,” untuk menyampaikan pesan bahwa inti ajalran Islam adalah cinta damai.
Arbaeen, adalah tradisi Syiah Muslim untuk memperingati ulang tahun pemimpin abad ketujuh, Imam Husain, berlangsung tiap bulan Maret. Namun, mengingat serangan teror radikal Islam di Paris dan Brussels baru-baru ini, penyelenggara acara peringatan itu mendedikasikan bulan Maret hanya untuk menyangkal segala bentuk teror.
Waqar Haider, salah satu penyelenggara, mengatakan kepada The Independent, “Tahun ini kami menyiapkan ratusan poster yang intinya mengatakan ‘tidak’ untuk terorisme, dan ‘tidak’ untuk ISIS. Pesan yang sangat langsung.
“Dengan apa yang terjadi baru-baru ini, kami harus memastikan bahwa kami sebagai komunitas, tak perlu dihubungkan dengan apa yang terjadi di tempat lain di dunia,” tambah Haider.
Namun, pesan penting perdamaian kaum muslimin tidak diberitakan media. Laporan tentang jihad radikal, tersangka teroris dan serangan terhadap kota Barat, mendapat liputan media yang sangat besar. Sebagai perbandingan, jumlah berita yang mencakup serangan teror pada masyarakat Muslim dan tindakan masyarakat Muslim yang menentang terorisme dan ISIS (IS), sangat kurang.
“Sayangnya, media membuat berita yang sampai batas tertentu dapat mengadu domba. Jika sekelompok umat Islam melakukan sesuatu yang bermanfaat, agamanya tidak disebutkan. Tetapi jika melakukan yang negatif, di halaman depan agamanya disebutkan, ” kata relawan Mohammed Al-Sharifi, kepada The Independent.
Berita media yang bias ini membuat persepsi publik (terkait Islam) tidak seimbang, itu hanya memperburuk situasi.
Al-Sharifi, yang mengikuti pawaii di akun tweeternya mengungkapkan kekecewaannya pada media mainstream. Dalam tweet, yang diretweet lebih 9.000 kali, ia berkata: “Ratusan kaum Muslim membanjiri jalan-jalan London kemarin untuk mengutuk terorisme. Tanggapan media: Diam “.
Menurutnya, orang sebenarnya menyadari, ada perbedaan besar antara apa yang diberitakan media dengan kenyataan sehari-hari ketika orang berinteraksi dengan kaum Muslim, apakah di tempat kerja, di sekolah.
Haider percaya itu pandangan ‘stereotip’ yang menyudutkan Islam. Media tidak meliput aksi Muslim yang menyampaikan pesan damai. Komunitas Muslim adalah komunitas yang beragam. Sebagian besar dari kami ngeri dengan ISIS.
Haider menambahkan, “Dengan acara Arbaeen, kami memiliki banyak orang dari berbagai latar belakang etnis yang berbeda. Ini lebih dari acara keluarga yang membuat orang tertarik.”
Menurutnya, sekarang ini kepekaan masyarakat di negara Barat menyempit. Tak lama setelah serangan teror di Paris dan Brussels, banyak negara Barat terikat bersama-sama membuat gambar solidaritas dengan memproyeksikan Belgia dan bendera nasional Perancis. Sebenarnya itu obyek monumen mereka sendiri.
Hanya enam hari setelah serangan di Brussels itu, terjadi sebuah serangan di Lahore, Pakistan. Menewaskan 69 korban perempuan dan anak-anak. Persentasi korbannya besar, dan negara Barat tidak menunjukkan solidaritas pada tragedi ini. Mengapa? Karena Pakistan adalah negara mayoritas Muslim.
Mr. Al-Sharifi kepada The independen menyerukan, pemimpin Inggris agar mengambil langkah-langkah lebih besar untuk memerangi Islamophobia.
Sebenarnya, organisasi teror itu telah membunuh lebih banyak kaum Muslim sendiri daripada non-Muslim. Puluhan ribu umat Islam tewas dan mengungsi menghindari ISIS, namun media mainstream di Batrat terus membingkai negara-negara Barat sebagai satu-satunya korban ancaman, rencana dan serangan ISIS.
Dengan fakta-fakta yang luar biasa itu, komunitas Muslim masih disalahpahami di media. Akibatnya, pemahaman masyarakat tentang Islam, ajaran Quran dan berita dunia secara keseluruhan menjadi miring. Tahun lalu, jumlah serangan Islamofobia dilaporkan meningkat di Eropa dan AS
Penj. Roman Emsyair
(sumber: AnonHQ.com).