Aristoteles juga membahas konsep “titik tengah” sebagai prinsip yang dapat membantu untuk mencapai keadilan dan kesempurnaan dalam pemerintahan

lombokjournal.com ~ Pemikiran atau pun gagasan, sudah menjadi suratan, membawa dampak bagi orang lain. Dengan dua formula hasil yang mudah sekali ditebak. Diterima mutlak dan atau ditolak habis-habisan. Relevan kalau kemudian kita membicarakan titik tengah
BACA JUGA : Gubernur NTB Hari Senin Mulai Aktif Berkantor
Pilihan diterima atau ditolak ini malah membawa kerumitan yang indah. Mengapa? Premis sederhananya adalah berlarut-larutnya argumen pada masing-masing pihak.
Bukan berarti di kubu “diterima” tidak ada kerumitan yang indah. Hanya saja jembatannya seperti sudah tersedia. Sehingga bisa saling bertemu “segagasan”.
Itulah, selalu ada titik tengah, dalam hal ini. Intensitas komunikasi dan saling memberi sudut pandang merupakan rangkaian komitmen yang dilaksanakan bersama. inilah kutub yang sangat manusiawi.
Oleh karenanya, setiap karya selesai bahkan mati, begitu menjadi milik publik. Proses “kehidupan” selanjutnya ada di tangan mereka. Tentu saja dengan pilihan yang ada. Diterima atau ditolak.
Makanya tak heran, jika Titus Maccius Plautus mencetuskan ajimat sakti “homo homini lupus” (dipopulerkan Thomas Hobbes, 1651). “Manusia adalah serigala bagi manusia lain, ketika dia belum menemukan jati dirinya seperti apa”.
Bagaimana halnya jika kita tarik ke soal bernegara? Ada empat diskursus yang melatarinya.
Pertama , meminjam Hobbes, manusia dalam pemenuhan kepentingannya akan selalu berkonflik satu sama lain. Dengan begitu manusia akan menumpahkan darah manusia lain untuk memenuhi kepentingannya.
Namun di sisi lain, manusia takut binasa karena keadaan tersebut. Manusia memahami dalam lingkungannya selalu ada yang lebih kuat daripada dirinya, sehingga suatu saat dia akan binasa pula.
BACA JUGA : Reses Wakil Ketua DPRD Lobar, Siap Perjuangkan Kesejahteraan
Oleh karena itu, manusia melakukan kontrak sosial untuk membentuk pengatur masyarakat yang dalam karya Hobbes digambarkan sebagai sebuah raksasa (leviathan). Pengatur tersebut adalah yang pada saat ini kita kenal sebagai negara.
Selanjutnya ini adalah beberapa konsep utama tentang negara menurut Thomas Hobbes:
1.Keadaan Alam
Hobbes percaya bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang egois dan kompetitif. Dalam keadaan alam, manusia hidup dalam keadaan “perang semua melawan semua” (bellum omnium contra omnes), di mana setiap orang berusaha untuk mempertahankan diri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.
2.Kontrak Sosial
Untuk menghindari keadaan alam yang tidak stabil dan berbahaya, manusia membuat kontrak sosial dengan membentuk negara. Kontrak sosial ini adalah perjanjian antara individu untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada negara dalam pertukaran untuk keamanan dan perlindungan.
3.Negara Absolut
Bagi Hobbes, negara harus memiliki kekuasaan absolut untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Negara harus memiliki monopoli kekuasaan untuk membuat dan menegakkan hukum, serta untuk mempertahankan diri dari ancaman luar.
4.Souveren
Hobbes menggunakan istilah “soveren” untuk menggambarkan negara yang memiliki kekuasaan absolut. Souveren adalah satu-satunya entitas yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menegakkan hukum, serta untuk mempertahankan diri dari ancaman luar.
5.Kewajiban Warga Negara
Menurut Hobbes, warga negara memiliki kewajiban untuk patuh pada hukum dan perintah negara. Warga negara juga harus siap untuk mempertahankan negara dari ancaman luar.
Ringkasnya, konsep negara menurut Thomas Hobbes adalah sebuah entitas yang memiliki kekuasaan absolut untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Negara dibentuk melalui kontrak sosial antara individu, dan warga negara memiliki kewajiban untuk patuh pada hukum dan perintah negara.
Lantas di mana titik tengahnya? Saya kira Hobbes tidak mendukung konsep titik tengah dalam politik, jika ditinjau berdasarkan pandangannya tentang negara dan kekuasaan.
Karena, sekali lagi menurut Hobbes, negara harus memiliki kekuasaan absolut untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Ia percaya bahwa kekuasaan yang terlalu terbagi atau terlalu lemah akan menyebabkan kekacauan dan perang.
Kedua , dalam bukunya “Etika Nikomakhea”, Aristoteles membahas tentang konsep “titik tengah” (dalam bahasa Yunani, “meson”) sebagai prinsip etika yang penting.
Menurut Aristoteles, titik tengah adalah posisi yang ideal antara dua ekstrem yang berlawanan. Ia percaya bahwa titik tengah ini dapat dicapai melalui proses pemikiran yang rasional dan pengalaman yang luas.
Aristoteles memberikan contoh tentang titik tengah dalam beberapa aspek kehidupan, seperti:
- Keberanian: titik tengah antara keberanian yang berlebihan (keberanian yang tidak rasional) dan ketakutan yang berlebihan (ketakutan yang tidak rasional).
- Kemurahan hati: titik tengah antara kemurahan hati yang berlebihan (kemurahan hati yang tidak rasional) dan ketidakpedulian yang berlebihan (ketidakpedulian yang tidak rasional).
- Keadilan: titik tengah antara keadilan yang berlebihan (keadilan yang tidak rasional) dan ketidakadilan yang berlebihan (ketidakadilan yang tidak rasional).
Aristoteles percaya bahwa titik tengah ini dapat dicapai melalui proses pemikiran yang rasional dan pengalaman yang luas. Ia juga percaya bahwa titik tengah ini dapat membantu individu untuk mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup.
Dalam konteks politik, Aristoteles juga membahas tentang konsep “titik tengah” sebagai prinsip yang dapat dapat membantu untuk mencapai keadilan dan kesempurnaan dalam pemerintahan. Ia percaya bahwa titik tengah ini dapat dicapai melalui proses pemikiran yang rasional dan pengalaman yang luas, serta melalui kerjasama dan dialog antara individu dan kelompok yang berbeda.
Ketiga , dalam pandangan pemikir islam, titik tengah bernegara (al-wasat al siyasi) memiliki beberapa karakteristik yang penting, yaitu:
- Keseimbangan antara kekuasaan dan keadilan
Pemikir Islam seperti Al-Mawardi dan Ibn Khaldun menekankan pentingnya keseimbangan antara kekuasaan dan keadilan dalam bernegara. Mereka berpendapat bahwa kekuasaan harus digunakan untuk menjaga keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat.
- Moderatisme dalam pemerintahan
Al-Ghazali dan Ibn Taymiyyah menekankan pentingnya moderatisme dalam pemerintahan. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan harus menghindari ekstremisme dan fanatisme dalam membuat keputusan.
- Kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
Ibn Khaldun dan Al-Mawardi menekankan pentingnya memprioritaskan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dalam bernegara. Mereka berpendapat bahwa kepentingan umum harus menjadi prioritas utama dalam membuat keputusan.
- Keadilan sosial dan ekonomi
Ibn Khaldun dan Al-Ghazali menekankan pentingnya keadilan sosial dan ekonomi dalam bernegara. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan harus memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses yang sama kepada sumber daya dan kesempatan.
Dalam pandangan pemikir Islam tersebut, titik tengah bernegara memiliki beberapa manfaat, seperti:
- Mencegah ekstremisme dan fanatisme dalam pemerintahan
- Memastikan keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat
- Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan warga negara terhadap pemerintahan
- Membuat pemerintahan lebih efektif dan efisien dalam membuat keputusan.
Keempat , adakah titik temunya dengan pandangan tentang trias politika? Trias politika, sebagaimana kita ketahui adalah konsep yang dikembangkan oleh Montesquieu, seorang filsuf Perancis, yang menyatakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi menjadi tiga cabang, yaitu:
- Kekuasaan Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat)
- Kekuasaan Eksekutif (Presiden atau Perdana Menteri)
- Kekuasaan Yudikatif (Mahkamah Agung)
Trias politika bertujuan untuk mencegah kekuasaan absolut dan memastikan bahwa kekuasaan negara tidak terkonsentrasi pada satu orang atau kelompok.
Dalam konteks titik tengah, trias politika dapat dianggap sebagai bagian dari konsep tersebut. Hal ini karena trias politika memastikan bahwa kekuasaan negara tidak terkonsentrasi pada satu titik, sehingga mencegah ekstremisme dan memastikan bahwa kekuasaan negara digunakan secara adil dan proporsional.
Dalam pandangan pemikir Islam, trias politika juga dapat dianggap sebagai bagian dari konsep titik tengah, karena memastikan bahwa kekuasaan negara tidak terkonsentrasi pada satu orang atau kelompok, sehingga mencegah ekstremisme dan memastikan bahwa kekuasaan negara digunakan secara adil dan proporsional.
BACA JUGA : Danantara, Super Holding Optimalkan Pengelolaan Asset Negara
Namun, perlu diingat bahwa trias politika dan titik tengah adalah dua konsep yang berbeda, meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan bahwa kekuasaan negara digunakan secara adil dan proporsional.
Begitulah, titik tengah memiliki makna yang penting. “Dan demikianlah Kami menjadikan kamu umat yang moderat (al-wasat) agar kamu menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas kamu.” (QS. Al-Baqarah:143)
#Akuair-Ampenan, 03-03-2025