Teater Tradisi Cupak Gerantang di Ambang Punah

ilustrasi ~ CUPAK GRANTANG, dua karakter yang bertolak belakang / NET
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Teater tradisi Cupak Gerantang yang kerap mengisi berbagai acara hiburan masyarakat Lombok Utara, kini terancam punah

TANJUNG.lombokjournal.com ~. Pasalnya generasi yang bakal melanjukan kesenian teater tradisi Cupak Gerantang hampir tak ada lagi, terutama di kalangan pendidikan atau sekolah-sekolah.  

Tempo dulu, kesenian Cupak Gerantang ini kerap mengisi acara acara keluarga maupun acara pemerintah sebagai sarana dalam misi membawa pesan yang cukup sederhana namun bermakna.   

Teater tradisi yang hidup di Lombok
Cupak Grantang

Setidaknya ada empat karya budaya tradisional yang sering tampil di acara acara keluarga dan pemerintah yaitu, Cupak Gerantang, Wayang kulit, Rudat, Sireh, dan lain lain.

Teater tradisi Cupak Grantang adalah salah satu pertunjukan teater rakyat khas Lombok yang menceritakan dua sisi sifat buruk manusia yaitu; Cupak sifat yang yang buruk pada diri manusia, ia rakus, suka mendengki, seringkali berkhianat bahkan suka mencur.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Dan Grantang mewakili figur yang rendah hati, jujur, budi pekertinya baik, dan tutur katanya pun sopan.

Cupak Grantang adalah pertunjukan teater tradisi yang pernah jaya pada masanya di Bali dan Lombok. Dengan perangkat alat musik yang sederhana, yakni alat musik Gerantang sebagai salah satu pengiring teater rakyat ini. 

Tokoh hitam putih

Ceritanya berpusat pada dua tokoh kakak beradik yaitu Cupak dan Grantang. Cupak mencerminkan semua sifat yang yang buruk pada manusia, yang rakus, dengki, seringkali berkhianat bahkan suka mencuri. 

Seperti karakter dalam teater tradisi yang digambarkan hitam putih. Karakter Cupak tergambar dengan topeng berwajah buruk rupa, berbadan tambun, dan gerak geriknya mencerminkan sifat culas. 

Karakter Grantang sang adik, digambarkan sebaliknya, yakni seorang yang rendah hati, jujur, budi pekertinya baik, dan tutur katanya pun sopan. 

Grantang digambarkan sebagai pemuda yang tampan, bertubuh bagai ksatria tegap namun luwes, gagah dan gerak-geriknya halus. 

Karakter Cupak dari teater tradisi
Tokoh Cupak

Satu catatan kecil, ketika dipentaskan seringkali tokoh Gerantang yang lelaki ini diperankan oleh seorang wanita, untuk memudahkan diperlihatkannya ketampanan dan gerak gerik yang halus.

Sang kakak Cupak seringkali mencurangi bahkan dalam salah satu lakon berusaha membunuh Grantang. 

Namun Grantang adalah seorang yang pemaaf dan tak pernah menyimpan dendam pada kakaknya. Hubungan di antara keduanya memang dimaksudkan untuk menggambarkan dua sifat pada manusia,baik dan buruk, yang terus mengalami pertentangan. 

Namun sebagai cerita rakyat yang mendidik, Lakon ini selalu diakhiri dengan menangnya sifat baik yang ada dalam diri manusia.

Lakon Cupak Grantang ini pada awalnya adalah sebuah bentuk seni tari topeng yang lama-kelamaan dikembangkan menjadi lakon teater tradisi, dengan tujuan menjadi media pendidikan agar mudah dicerna anak-anak, sehingga penuh dengan humor.

BACA JUGA: Desa Kumbang, Lotim, Jadi Calon Percontohan Desa Antikorupsi

Fragmen dalam pertunjukan Cupak Gerantang sebenarnya sudah sangat umum di Nusantara. 

Jaharudin (penulis) dan Raden Gedarip

Cerita tentang si baik dan si buruk berikut nasib yang menyertai dalam kehidupan mereka. Tentunya nilai-nilai seperti sangat universal dan umum. Sisipan nilai-nilai seperti ini acap ditemui dalam folklore yang ada di Nusantara.

Menurut salah seorang tokoh adat Bayan sekaligus pelaku Kesenian Cupak Geratang,  Raden Gedarip (75), pertunjukan Cupak Gerantang memiliki tema dari fragmen besar watak manusia, baik dan buruk, termasuk konflik-konflik di dalamnya. 

“Itulah mengapa saya menganggap pertunjukan Cupak Gerantang tak sekedar hiburan, fungsinya lebih jauh daripada itu, pertunjukan ini juga menjadi sarana pengingat moral, jadi sungguh filosofis,” kata Raden Gedarip, Selasa (07/06/22) .

Ia mengaku sering didatangi warga untuk tampil dalam acara tertentu, namun karena usianya yang sudah Uzur, lebih sering Ia menolak. 

Raden Gedarip sangat berharap ada pemerintah Kabupaten Lombok Utara melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, memasukkan kesenian Cupak Gurantang dalam kegiatan exrakulikuler anak anak di SMP, SMA sederajat.

“Agar teater tradisi Cupak Gerantang tidak punah ditelan zaman,” ungkapnya. ***