Soal ‘Jualan Pasir Laut’; BPLHP Pro, BPSPL Mengingatkan Resikonya

Bulan Januari lalu (Rabu, 27/1), ribuan warga dari Desa Labuan Haji, Tanjung Luar, Meringkik, Ketapang Raya, Surya Wangi dan Kerta Sari mendatangai Gedung DPRD dan Kantor Bupati Lombok Timur, memprotes rencanapengerukan pasir laut, tapi pemda jalan terus.
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

MATARAM – lombokjournal

Meski isu reklamasi laut diributkan, Badan Koordinasi Penanaman Modal  dan Perizinan Terpadu BKPM – PT) NTB malah tengah memproses perizinan penambangan pasir laut di Lombok Timur.  Kalau Pihak Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BPLHP) sudah merekomendasikan penambangan, tapi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) justru mengingatkan pemda jangan menjual murah pasir lautnya.

Kepala BPSPL Wilayah NTB, L Adrejatun bukan hanya menyebut penambangan pasir di Selat Alas itu sama halnya NTB menjual murah pasir lautnya, dengan resiko mahal di  kemudian hari. Disamping kecurigaan investor yang akan menambang itu justru mengincar kandungan besi di pasir laut, dampak penambangan itu akan ditanggung anak cucu.

"mengingatkan resiko yang akan dihadapi anak cucu
“mengingatkan resiko yang akan dihadapi anak cucu

Banyak investor yang mengajukan ijin penambangan pasir besi. “Labuhan Haji merupakan alur dari aliran material dari Gunung Rnjani,” jelas L Adrejatun seperti dikutip Suara NTB, Rabu (28/4).

Menurutnya, penambangan selama lima tahun akan mengeruhkan laut, yang diperkirakan merugikan nelayan sekitar. Belum lagi resiko tergerusnya pantai dan dalam jangka panjang akan menenggelamkan pulau-pulau kecil di sekitar Selat Alas.  “Masih banyak potensi yang ditawarkan pada investor. Seharus pemda mempertimbangkan lagi,” kata Adrejatun.

Di pihak lain, BPLHP seperti mengabaikan peringatan dari BPSPL.  Kepala BPLHP, Ir H Erpan Rayes, MM yang sudah mengeluarkan amdal penambangan itu, membantah ‘kedok’ investor yang akan menambang pasir besi. Dari berbagai kajian, menurutnya, tidak pernah muncul tentang pasir besi itu

Ia menjelaskan,  dari 1000 hektar potensi penambangan pasir laut itu dibagi dalam dua Amdal. Hanya 500 hetar untuk reklamasi Teluk Benoa yang dikaji pusat (Kementerian Lingkungan Hidup) dengan kebutuhan 30 juta kubik pasir laut. Sedang 500 hektar sisanya untuk kebutuhan di luar reklamasi Teluk Benoa yang dengan kebutuhan 20 juta meter kubik sudah diserahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu.

Menanggapi soal pemisahan Amdal itu, kalangan aktiivis lingkungan mengingatkan substansinya, untuk reklamasi dimana pun yang jelas pasir laut Lombok tetap akan dikeruk. “Yang kita ingatkan pada pemda, stop penambangan jutaan meter kubik pasir laut Lombok. Pertimbangan ekonomi saja, Lombok jelas rugi besar. Apalagi dari segi penyelamatan lingkungan,” kata Ahmad SH dari WALHI di Jakarta.

Suk.