Sistem Rujukan Bukan untuk Membatasi Peserta JKN-KIS

Ari Dwi Ariyani.
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Sudut pandang terkait sakit dan sembuh, antara dokter dan pasien yang kerap berbeda

MATARAM.lombokjournal.com

Peserta maupun non peserta program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indoensia Sehat (JKN-KIS) yang diselenggarakan Badan Peyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, banyak yang masih mempertanyakan, mengapa saat berobat menggunakan kartu BPJS Keehatan harus ke puskesmas atau klinik dulu yang disebut sebagai fasilitas Kesehatan tahap pertama.

Mengapa tidak bisa langsung berobat ke rumah sakit? Ini penjelasan dari pihak BPJS Kesehatan.

“Kita (BPJS Kesehatan) seolah-olah membatasi yang dirujuk, seolah-olah ya. Padahal tidak. Kita tidak membatasi,” kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan, Ari Dwi Ariyani.

Dijelaskn Ari, saat pasien berobat ke puskesmas atau klinik maupun dokter umum yang termasuk dalam fasilitas kesehatan tahap pertama (FKTP), lebih dulu akan disaring perlu atau tidak merujuk pasien JKN yang datang.

“Dokter di FKTP, memiliki 144 kompetensi penyakit yang bisa ditangani. Jadi, dokter umum itu akan memfilter apakah kondisi pasien tersebut bisa dikerjakan sendiri atau tidak. Kalau bisa, tidak perlu dirujuk,” kata Ari.

Hal itu dijelaskannya dalam webinar Progres Upaya Perbaikan Kualitas Layanan Program JKN -KIS pada Rabu (16/12/20)

Kemudian ditegaskannya, dokter umum di Indonesia memang kompeten. Sebaiknya masyarakat terutama peserta JKN-KIS tidak perlu ragu akan kompetensi mereka.

“Jadi, ketika dirujuk ya harus dirujuk. Dengan ada 144 penyakit yang bisa diatasi ya akan diobati oleh dokter tersebut, kalau tidak bisa maka akan dirujuk,” Ari menjelaskan.

Selain itu, proses rujukan juga memiliki manfaat bagi pasien. Bila pasien yang termasuk dalam 144 penyakit yang bisa ditangani di puskesmas maupun klinik, tidak perlu ke rumah sakit yang mana penuh virus atau bakteri penyebab penyakit.

“Di RS juga ada banyak infeksi, kalau tidak penting sekali tidak perlu ke RS,” ujar Ari.

Persepsi Dokter berebeda dengan Pasien

Sudut pandang sakit dan sembuh antara dokter dan pasien yang kerap berbeda, turut membuat pasien banyak mengeluhkan tidak sembuh bila dirawat di puskesmas atau klinik.

Ari yang juga sebagai dokter umum ini memahami perbedaan sakit dan sembuh ini.

“Dokter bilang enggak apa-apa, tapi pasien merasa apa-apa. Misalnya saya, sebagai seorang dokter, ketika anak demam dan melihat bahwa ini demam yang tidak apa-apa ya tidak membawa anak ke rumah sakit. Berbeda dengan suami yang merasa bahwa demam harus dibawa ke rumah sakit,” tuturnya.

Perbedaan antara seorang dokter dan pasien yang tentu berbeda, membuat tujuh tahun sistem asuransi sosial BPJS Kesehatan berjalan, sistem rujukan masih menjadi isu hangat.

“Sehingga, hal ini yang perlu dipahami bersama.” tegas Ari.

Rr/BPJS Kes