MATARAM – lombokjournal
Jangan remehkan remehkan kertas yang berceceran di jalan atau tong sampah. Kumpulkan, rendam jadi bubur kertas, dan limbah kertas itu pun bisa jadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi. “Dan siapa pun bisa menjadi pengrajin limbah kertas,” kata Theo Setiady Suteja, Rabu (4/5), yang dikenal sebagai penggerak paper recycle art.
Di salah satu kompleks perumahan di lingkungan Penghulu Agung, Ampenan yang lokasinya tidak jauh dari pantai, anda akan menjumpai rumah dengan bentuk yang mudah dibedakan dari rumah-rumah di sekitarnya. Sebagaimana umumnya bangunan di kompleks, rumah itu tak terlalu luas.
Namun kalau masuk ke dalam rumah yang disulap menyerupai kafe itu, kita akan terpukau. Ruang yang tertata dengan apik, dan interiornya terkesan ‘sangat seni’. Selain itu, disana-sini betebaran barang-barang kerajinan yang menyerupai kerajinan berbahan batu cadas. Dinding rumah pun dilapisi ‘batu’ yang mengesankan betapa rumit cara pengerjaannya.
Tentu, itu bukan batu. Tapi semuanya berbahan limbah kertas, yang melalui tangan trampil Theo Setiady Suteja bisa mengelabui mata kita seolah-olah merupakan bentuk pahatan batu cadas yang artistik. Dan sekedar informasi, bahan kertas itu bila sudah mengering juga tahan banting, tak mudah rusak terkena air, bahkan dalam percobaannya tidak mudah terbakar.
“Saya memulai semuanya sebagai hobi, tapi sekarang sudah bisa mendatangkan duit,” kata Setiady yang pernah memamerkan karya-karnya dalam ajang pameran teknologi tepat guna di Taliwang, Sumbawa Barat, baru-baru ini.
Peduli Lingkungan
Theo Setiady Suteja datang ke Lombok tahun 2010. Pria kelahiran Gianyar Bali ini sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Bali. Sebagaimana orang yang memiliki semangat wiraswasta, ia mengaku tak terlalu menekuni bangku kuliah. Malah ia justru menekuni bakat yang diwariskan orang tuanya sebagai juru masak. Hingga kini, di Bali Theo memiliki usaha catering yang lumayan maju.
“Saya harus bolak balik Lombok-Bali,” tuturnya.
Kedatangannya ke Lombok semula ikut membantu membenahi bisnis keluarganya, mengelola distributor perusahaan Bir Bintang. Itu dijalaninya mulai tahun 2010 hingga tahun 2014, mendistribusikan Bir Bintang ke seluruh penjuru NTB. “Saya sekarang sudah istirahat dan menikmati hidup di Lombok,” kata pria berumur 54 tahun ini.
Lombok, menurut Theo, merupakan daerah berkembang yang menawarkan banyak peluang. Sebagai daerah yang mulai mengembangkan industri pariwisata, banyak kesempatan yang bisa dimanfaat warganya yang kreatif.
Theo mencontohkan dirinya, memulai dari hal sederhana, memanfaatkan hobinya mengolah limbah kertas menjadi kerajinan yang bisa dipasarkan melalui agen-agen perjalanan. “Sering rumah ini kedatangan wisatawan, selain menikmati privacy sambil makan siang atau malam hari, ada juga tamu itu yang memesan kerajinan limbah kertas,” kata Theo.
Dikatakan Theo, membuat kerajinan dari limbah kertas itu juga bagian upaya mengatasi sampah yang hingga kini menjadi persoalan Kota Mataram. Kertas pembungkus belanjaan di pasar, bekas bungkus jajan anak-anak atau sejenisnya, tak harus dibuang memenuhi tong sampah. Kegiatan paper recycle art yang dilakukannya saat ini, limbah kertas itu bisa lebih dimanfaatkan menjadi wujud yang produktif.
Rumahnya sendiri yang disebutnya “The Griya Lombok” sudah diubahnya menjadi pondok kreatif. Di rumahnya tidak jarang kedatangan kelompok mahasiswa untuk mengikuti workshop kerajinan dari bahan limbah kertas. Itulah sebabnya saat ini mahasiswa sudah tertarik membuat souvenir atau piala dari limbah kertas.
Theo sudah beberapa kali berbicara di IAIN Mataram dan Universitas Mataram dalam seminar, menyampaikan materi kemandirian dan kewirausahaan. Ternyata itu menarik miat mahasiswa, yang mulai belajar memanfaatkan potensi di sekitar ligkungannya.
Peran Pemerintah Daerah
Meski selama ini Theo dalam menjalankan aktivitasnya tak pernah minta bantuan pemerintah setempat, tapi peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk mendorong industri kreatif yang berbahan dasar limbah. Banyak yaqng diperoleh manfaatnya dari kegiatan itu. “Bisa menekan pengangguran, mengatasi persoalan lingkungan, dan kalau berkembang juga berpotensi menjadi sumber PAD,” ujar Theo.
Ada hal penting yang sekarang menjadi perhatian Theo, anak-anak muda pengangguran bila diarahkan menggeluti kerajinan dari bahan-bahan bekas – bisa dari kertas, plastik atau limbah lainnya – langsung atau tidak langsung bisa mengatasi sebagian masalah sosial di kota.
“Ini bisa jadi pintu masuk revolusi mental. Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif,” kata Theo.
Karena itu, Theo mempunyai cara untuk melibatkan masyarakat. Misalnya kalau ada yang mendapat ordes kerajinan limbah kertas itu, kita bisa hitung berapa limbah kertas yang dibutuhkan, dan masyarakat bisa mencari bahannya kemudian saya bisa melatihnya,” katanya.
Dengan cara itu, ada da manfaat yang bisa diperoleh, selain berlangsung transformasi ilmu juga sekaligus mengatasi masalah sampah di banyak tempat.
“Hal-hal seperti ini pemerintah daerah harus memberi perhatian,” ujar Theo.
Suk