Kangkung varietas ‘Aini’ dan ‘Gomong’ asli Lombok sudah dipatenkan melalui SK Menteri Partanian sejak bulan April 2002. Seiring makin sempitnya lahan menanam Kangkung di Kota Mataram, dikhawatirkan varietas itu akan hilang.
MATARAM – lombokjournal.com

Haji Masbuhin, 50, yang saat ini menekuni tanaman kangkung Lombok di Bengkaung Desa Sandik, Lombok Barat, mengaku prihatin makin sempitnya lahan perkotaan yang membuat Kangkung super asal Lombok varietas Aini dan Gomong akan punah. Semula lahan pertanian di perkotaan yang 8 hektare sekarang tinggal sekitar 2 hektare.
Kangkung Lombok itu kualitas super, dan tidak ada di daerah mana pun. “Kalau tidak ada lagi yang nanam Kangkung, varietas unggul sayuran yang kita miliki juga akan hilang,” kata Masbuhin, Selasa (17/1).
Keprihatinan itu yang membuatnya tergerak bercocok tanam sayuran Kangkung. Semula ia menanam Sawi, Selada atau Bayam. Tapi kemudian ia menyadari konsumen Kangkung di pasar tradisional di Lombok cukup besar, akhirnya ia fokus menanam Kangkung. Sayuran lainnya tetap ditanam, meski jumlahnya terbatas.
“Kangkung Lombok sudah sangat dikenal. Bahkan sampai ke mancanegara. Kita harus menyelamatkan varietas kangkung Lombok yang terkenal super. Pemda mestinya punya solusi, jangan sampai varietas kangkung Lombok punah,” katannya.
Tapi tidak seperti umumnya petani kangkung tradisional, menanam Kangkung dengan sistem hidroponik memberikan hasil yang jauh lebih menguntungkan. Menurutnya, ini kesempatan emas bagi masyarakat untuk menambah penghasilan.
Saat ini, Masbuhin siap memanen 5 kolam Kangkung, masing-masing kolam ukuran 1 x 10 meter, yang dipanen tiap 15 hari bisa menghasilkan sekitar 1 ton. Kalau dihitung tiap ikat seharga Rp1.500, maka dalam 15 hari bisa menghasilkan Rp10 juta lebih.
“Itu perhitungan paling rendah. Saat ini harga per ikat di pasar sudah Rp4.000,-,” tutur Masbuhin.
Ka-eS