Sekolah Lapang, Petani Harus Ahli di Lahannya Sendiri

Kecamatan Tanjung, Lombok Utara mendapat kesempatan pelaksanaan sekolah lapang yang diselenggarakan di Dusun Montong Gedeng, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung, KLU,  Selasa (29/03/22). Kegiatan ini merupakan penerapan Teknologi Pertanian Sekolah Lapang / Foto: @ng

Pelaksanaan Sekolah Lapang, menjadikan lahan sawah sendiri sebagai ruang kelas 

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Kecamatan Tanjung, Lombok Utara mendapat kesempatan pelaksanaan sekolah lapang (SL) yang diselenggarakan di Dusun Montong Gedeng, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung, KLU,  Selasa (29/03/22).

Kegiatan ini merupakan penerapan Teknologi Pertanian Sekolah Lapang Padi di WKBPP/UPTD Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan,

Kelompok Tanoi peserta sekolah lapang

“Sekolah Lapangan merupakan sekolah tanpa dinding, sehingga ruang kelas sekaligus perpustakaannya, adalah lahan sawah itu sendiri,” kata Aki Suharti, STP Kepala UPTD Kecamatan Tanjung. 

Peserta Sekolah Lapangan melibatkan 12 perwakilan kelompok tani yang ada di Desa Jenggala, meski yang dilibatkan 10 kelompok sesuai juknis.

BACA JUGA: Kayla Mutiara Lombok, Cerita Sukses PLN NTB Bina UKM

Menurut Aki Suarti, lahirnya pola pendekatan Sekolah Lapangan didasari oleh dua tantangan pokok yang saling terkait. Yaitu keanekaragaman ekologi lokal, dan peranan petani yang harus menjadi “ahli” di lahannya sendiri. 

Lahan pertanian di wilayah Kabupaten Lombok Utara setiap tahun berkurang puluhan hektar per tahun. 

Dari awal Sekolah Lapangan bukan sekedar metodologi baru, melainkan kembali ke arti “Sekolah” yang sebenarnya. Suatu tempat bagi peserta secara aktif menguasai dan mempraktekkan proses penciptaan ilmu pengetahuan.

Proses belajar dalam Sekolah Lapangan erat kaitannya dengan pandangan terhadap sifat dasar manusia.

“Sebagai makhluk hidup yang aktif dan kreatif yang senantiasa ‘haus’ akan pengertian tentang arti dan maksud hidup,” kata Aki. 

Pola Sekolah Lapangan dirancang sedemikian rupa, sehingga kesempatan belajar petani terbuka selebar-lebarnya. 

Agar para petani berinteraksi dengan realita mereka secara langsung, serta menemukan sendiri ilmu dan prinsip yang terkandung di dalamnya.

Dengan demikian, pola pendidikan Sekolah Lapangan bukan sekedar “belajar dari pengalaman”. 

Melainkan suatu proses sehingga peserta didik yang orang dewasa, dapat menguasai suatu proses “penemuan ilmu” yang dinamis dan dapat diterapkan dalam manajemen lahan pertaniannya maupun dalam kehidupan sehari-hari. 

BACA JUGA: Kominfotik Ajat Berinternet yang Sehat dan Aman

“Diharapkan, proses Sekolah Lapangan dapat menyiapkan petani tangguh yang mampu menghadapi dinamika sekarang dan tantangan masa depan,” jelas Aki.

Prosesnya di lapangan

Kabid Sarana dan Prasarana OPD Pertanian KLU, Mahzan,SP, menambahkan, Sekolah Lapangan merupakan bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya dilakukan di lapangan. 

Pelaksanaannya di lahan petani peserta SL, dalam upaya peningkatan produksi padi Nasional.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, mengetahui dan mengatasi masalah, serta menerapkan teknologi yang sesuai dengan sumberdaya yang ada, secara sinergis dan berwawasan. 

“Sehingga usaha tani diharapkan bisa lebih efisien, produktivitas tinggi dan berkelanjutan,” kata Mahzan.  

Sekolah lapangan merupakan salah satu metode belajar mengajar yang dipandang masih cukup efektif untuk orang dewasa. Kegiatan sekolah lapangan tanaman padi yang dilaksanakan di Kelompok Tani ini, lanjutnya. 

Pertemuan pertama dalam sekolah lapangan ini dipandu oleh H. Hendro Yulistiono, SP., M. Si. (Kepala Balai Pelatihan Pertanian dan Perkebunan Prov. NTB).  

Dalam pertemuan awal Hendro memberikan materi mengenai prinsip PHT (Pengendalian Hama Terpadu).

 PHT merupakan strategi pengendalian hama dengan jalan memadukan berbagai pengendalian pengendalian yang dipilih dan serasi. 

Dengan memperhatikan segi ekonomi, sosial, toksilogi dan ekologi yang ikberatkan faktor-faktor mortalitas di alam sehingga hama tetap berada pada tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan.

Empat prinsip manajemen PHT yaitu, Budidaya Tanaman Sehat, menciptakan tanaman yang tumbuh sehat dan kuat, merupakan bagian penting dalam program pengendalian hama terpadu. 

Tanaman yang sehat akan lebih tahan terhadap serangan hama. Dan bila terjadi kerusakan akan lebih mampu mengatasinya. Misalnya dengan membentuk daun-daun baru, tunas baru, anakan baru dan lain-lain. 

Sehingga tanaman akan tetap tumbuh normal dengan produktivitas tinggi. Pengolahan tanah yang baik, pemilihan bibit atau benih unggul dll termasuk pengendalian gulma.

Mendayagunakan Fungsi Musuh Alami

Musuh alami merupakan komponen ekosistem yang menentukan keseimbangan populasi hama. Pada kondisi lingkungan yang baik, musuh alami dapat berperan aktif dalam menekan perkembangan populasi hama. 

Selain itu, aktivitas musuh tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. 

Karena itu penting untuk terus berupaya menemukan, mengenali, dan mengamati musuh-musuh alam yang ada pada tanaman padi. 

Serta berupaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan pertanaman agar populasi musuh dapat terus berkembang.

Hama yang ada pada pertanaman tidak timbul begitu saja. 

Melainkan adanya perubahan-perubahan ekosistem (agroekosistem) yang terjadi akibat perubahan cuaca pertanian. Serta perubahan populasi musuh alami, dan perubahan yang diakibatkan oleh kegiatan budidaya tanaman. 

Perubahan-perubahan tersebut harus terus dipantau melalui pengamatan. perlu dilakukan secara berkala agar tidak terlambat mengambil keputusan pengendalian. 

Petani harus menguasai lahannya sendiri, menganalisis kondisi lingkungan yang ada, membuat keputusan yang bijaksana, mengambil tindakan pengendalian hama yang tepat, praktis dan menguntungkan.

Menurut H Hendri, Petani menjadi Ahli PHT, Petani adalah penanggungjawab, pengelola dan penentu keputusan di lahan sawahnya sendiri. 

Sedang petugas dan pihak lain berperan sebagai narasumber, pemberi informasi, dan pemandu petani bila diperlukan.***