LOMBOK UTARA – lombokjurnal.com
Ada kebiasaan warga Kecamatan Gangga, Lombok Utara, menyimpan padi di lumbung, dikenal dengan “Sambi”. Beras di Sambi jadi gudang pangan saat gagal panen. Namun kini, tradisi menyimpan padi di Sambi mulai ditinggalkan warga.
Bangunan berbentuk persegi empat itu terlihat kurang terawat. Atap ilalangnya rontok. Pagar bambu dibangun berbentuk kotak itu bolong di beberapa bagian. Tiangnya pun oleng. Melihat di balik lubang hanya ada ruang kosong. Tak ada padi laiknya bangunan yang lain.
Bangunan itu dikenal masyarakat Desa Gondang, Rempek dan Bentek, Kecamatan Gangga, dengan nama Sambi (lumbung padi-red), tempat penyimpanan gabah sebelum digiling. Posisinya cukup tinggi dari tanah dan tertutup rapat, agar tikus kesulitan menggerogoti gabah yang tersimpan. Dulu, masyarakat menyimpan gabah di Sambi, dan merupakan kebiasaan turun menurun.
Saat butuh makan, gabah dalam Sambi diambil secukupnya. Kemudian digiling menggunakan lesong (rantok, lesung panjang berbentuk laiknya perahu-red). “Dahulu, setahun kami tidak membeli beras, ada cadangan di Sambi,” kata Seni, Warga Rempek.
Padi yang disimpan di sambi sudah diperkirakan cukup untuk cadangan pangan keluarga selama setahun. Sementara lauk pauk dan sayur mayur masih bisa disediakan pekarangan rumah atau areal sawah. Hasil ternak juga masih cukup.
Padi dipanen dengan sistem potong menggunakan anai-anai kemudian dijemur serta disimpan didalam Sambi. Ada juga warga yang menyimpan di dalam karung lalu dimasukkan ke dalam bangunan yang berada di bagian sisi rumah itu.
Zaman dulu, satu rumah biasanya memiliki satu Sambi. Pemandangan seperti itu lumrah dijumpai di kampung-kampung tradisional di Gangga, khususnya di Desa Bentek dan Desa Rempek.
Namun, kini sangat jarang bahkan langka keluarga di desa memanfaatkan Sambi. Jika dulu para keluarga belum tenang sebelum Sambi kosong, tapi kini justru jarang Sambi yang sengaja diisi. Pertanda kuat masyarakat desa bakal meningggalkan tradisi nenek moyang. Sambi yang rusak pun tidak diperbaiki. Bahkan kebanyakan warga di dua desa itu tidak lagi memiliki sambi.
Ini menandakan tradisi menyimpan padi di sambi perlahan-lahan nan pasti mulai bergeser. Kemudahan warga mendapatkan bahan makanan menjadi salah satu penyebab. Jika dulu kawasan Bentek dan Rempek berada di tengah kawasan hutan lebat, akses transportasinya cukup jauh, kini amat mudah diakses.
Begitu juga dengan Sambi di Desa Gondang dan Sambik Bangkol, perlahan nan pasti juga mulai berkurang. Kesan yang muncul kemudian, Sambi adalah pasangan setia rumah tradisional berbahan bambu.
Hilangnya Sambi ini berpengaruh pada sistem panen petani. Dulu para petani panen menggunakan anai-anai dan pisau kecil untuk memotong tangkai padi. Tidak dengan merontokkan bulir padi (merompes-red). Seluruh padi yang tersimpan di dalam sambi diikat kuat.
Setidaknya ada alasan logis yang membuat Sambi masih bertahan hingga saat ini di beberapa tempat di Gangga, yaitu padi yang disimpan didalam sambi tidak cepat rusak karena masih bertangkai lengkap dengan bulunya.
djn