Pola KPH di NTB Menarik Minat ASEAN

Wagub NTB Muhammad Amin berfoto bersama delegasi negara-negara ASEAN.(Foto/Humas Pemprov NTB)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Pola Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi konsep pengelolaan wilayah hutan yang menarik bagi negara-negara ASEAN.

MATARAM.lombokjournal.com — Hal itu terungkap dalam pertemuan Kerjasama Pengelolaan Hutan ASEAN ke 13, atau 13th ASEAN Working Group on Forest Management (AWG-FM), yang dibuka  Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin, Selasa (23/5) di Hotel Sheraton Senggigi, Lombok Barat.

Dalam forum tersebut, para delegasi dari negara-negara ASEAN yang terdiri dari para ahli kebijakan kehutanan internasional  menyoroti  pola pengelolaan hutan  NTB melalui  Kesatuan Pengelolaan  Hutan (KPH), yang dinilai sangat berhasil.

Wagub Amin menjelaskan, KPH adalah upaya membangun hutan negara dengan konsep pengelolaan berbasis teritorial atau kawasan berbasis administratif agribisnis atau berbasis komoditas.

“Pola ini dinilai mampu memberi ruang dan kesempatan bagi para pemangku kepentingan agar dapat memperoleh manfaat secara optimal dari hutan dengan tetap menjaga kelestariannya,” katanya.

Dipaparkan, Provinsi NTB saat ini telah membentuk 11 unit KPH yang mencakup kawasan hutan seluas 898.087,43 Hektare.

Luas total kawasan hutan itu terdiri dari 449.141,35 Ha hutan lindung dan 448.946.08 Ha hutan produksi.

Hal tersebut sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 337 tahun 2009. Selain itu, ada juga hutan konservasi dalam bentuk Taman Nasional dan KPH Konservasi, dengan seluas 173.636,40 Ha, total kawasan hutan di Provinsi NTB sekitar 1.071.722,83 Ha.

“NTB merupakan yang terdepan dan maju dalam pengelolaan KPH di Indonesia,” kaga Wagub Amin.

Menurutnya, pengelolaan hutan dengan pola KPH memiliki beberapa kelebihan, karena lebih fokus dan menjurus ke urusan inti hutan.

“KPH di NTB mampu dijalankan dengan baik, melibatkan pemangku kepentingan hutan, penegakan hukum dalam memberantas pembalakan liar, penyelesaian konflik tenurial, membangun kemitraan produktif dengan masyarakat yang telah diinternalisasi ke dalam program pengelolaan KPH”, kata Wagub.

Wagub mengakui, sektor kehutanan adalah sektor yang cukup rumit, terdapat banyak pemangku kepentingan dan kebijakan.

Sementara cakupannya sangat luas dan tersebar sedemikian rupa, sehingga dibutuhkan sinergitas dalam pengelolaan hutan.

Untuk itu, Wagub menaruh harapan besar dengan dipilihnya Provinsi NTB sebagai tempat pelaksanaan 13th Asean Working Group on Forest Management, akan mampu menghasilkan terobosan-terobosan baru dari para ahli kehutanan internasional khususnya regulasi yang berkaitan dengan reformasi tata kelola hutan di wilayah ASEAN.

Ia berharap  dengan diadakannya kelompok kerja Asean untuk pengelolaan Hutan (AWG-FM) di Sheraton Senggigi  akan memberikan dampak positif terhadap pengelolaan hutan di NTB dan dunia pada umumnya.

AYA/HMS