Seni  

Penjelajahan Mantra Ardhana dalam “KISSING THE POETRY”  

Maestro Visual dari Lombok, memanfaatkan teknologi digital memproduksi karya seni visual

Pameran tunggal bertajuk “KISSING THE POETRY”, di SANTRIAN Art Gallery, Sanur, Bali, dibuka Jum;at (09/06/23) / Foto: dok Mantra

Pameran “KISSING THE POETRY” di Sanur, Bali, merupakan ekspresi penjelajahan maestro perupa Mantra Ardhana

LombokJournal.com ~ Mantra Ardhana, seniman visual, kelahiran Cakranegara, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar pameran tunggal bertajuk “KISSING THE POETRY”, di SANTRIAN Art Gallery, Sanur, Bali, dibuka Jum;at (09/06/23). 

BACA JUGA: Provinsi NTB Kembali Raih Predikat WTP ke 12

Penjelajahan visual digital
KISSING THE DEVIL “ – Oil Color on Canvas – 200 cm x 145 cm – Mantra Ardhana – 2023

Pameran yang akan berlangsung hingga 31 Juli itu, menyajikan sebanyak 27 karya. Menyajikan oil color on canvas, watercolor on paper, dan new media. Semua karya tersebut merupakan karya terbaru, yang diproduksi oleh Mantra Ardhana di tahun 2023.

Selama ini, Mantra Ardhana tetap suntuk menghasilkan karya analog, cetak di atas kanvas (print on canvas) dengan sentuhan analog (retouch). 

Selain itu ia bisa dibilang produktif berekplorasi melalui komputernya. Menghasilkan imaji visual digital termasuk video art yang bersenyawa dengan musik elektronik.

Meski yang karya-karya visual digital yang dipamerkan merupakan karya terbarunya, sebenarnya Mantra sudah melakukan eksperimen dan eksplorasi karya visual digital sejak tahun 2000-an. 

Barangkali, hingga kini Mantra merupakan salah satu di antara sedikit (kalau tidak disebut satu-satunya) perupa Lombok yang tetap konsisten menghasilkan karya lukis analog. Bersamaan dengan itu ia termasuk produkstif mengeksplorasi visual digital. Karena konsistensi penjelajahannya itu ia layak disebut maestro visual.

Ketidakpahaman Manusia

Mantra Ardhana  lahir 22 Agustus 1971 di Lombok. Nusa Tenggara Barat. Meski berdarah Bali – perupa yang menyelesaikan studi kesarjanaannya tahun 1999 di Fakultas Seni Rupa – Seni Murni-Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta itu – menyebut dirinya orang Lombok.

BACA JUGA: Data dan Mindset, Penting dalam Penanggulangan Kemiskinan

Perupa yang bahkan tak gentar mengejek diri dan karyanya sendiri itu, kadang mengidentifikasi karya-karyanya sebagai wujud ‘organic mind’.

Seorang penelaah karya rupa, Miekke Susanto, mengulas “KISSING THE POETRY” sebagai pengenalan, pemahaman, dan penanda terhadap “ketidaktahuan” manusia tentang banyak hal yang kerap beroposisi.

Pameran tunggal dari penjelajahan Mantra Ardhana
“ SOUND of SILENCE BEAUTY “ – Oil Color on Canvas – 250 cm x 160 cm – Mantra Ardhana – 2023

Maksudnya, yang beroposisi itu adalah sesuatu yang tampak bertolak belakang tapi hadir bersamaan. Sesuatu yang membingungkan dan mengundang ketidak pahaman, namun ada di tengah-tengah kita. 

Ada sains-mitologi, spiritualitas-profanitas, seen-unseen, fisikal-virtual, nyata-maya, hitam-putih, dan berbagai kenyataan yang saling bertentangan lainnya. 

“Ibarat teks yang berkelindan di setiap individu,” kata Miekke Susanto. 

BACA JUGA: Ekspor Vanili Organik ke AS tahun 2023 Meningkat

Mantra berada di tengah pusaran itu, dan memanfaatkannya. Internet bukan sekedar media distribusi karya-karya digitalnya. Capaian termutakhir dari teknologi informasi pun, yaitu; Artificial Intelligence (AI), dimanfaatkan sebagai perangkat ekspresinya

Bahkan tidak berhenti memanfaatkan, sekaligus melakukan pengayaan. AI dipersinggungkan dengan prinsip grafika dan rangkaian elektronik. Karya yang semula berupa gambar diam (still image), dan saling silang medium dan disiplin ilmu tersebut terciptalah ilusi yang menggerakkan (kinetic), serta memperdalam dimensi hingga nampak bervolume (3D).

Menurut Mikke, pesan-pesan Mantra pada setiap karya padat akan problematika keseimbangan hidup manusia. 

“Lukisan, instalasi, maupun karya-karya digitalnya menyimpan rasa penasaran yang berbasis pada konsep sekala-niskala,” ujarnya.  

Dan Mantra berharap karyanya bisa mendialog tentang warisan nilai filosofis masa lampau.

“Khususnya untuk generasi muda masa kini yang hidup dalam peradaban dengan percepatan dan kecanggihan teknologi informasi,” tutur Mantra.

Itulah Mantra yang selalu tampak unik sekaligus otentik. Seperti Ronieste, aktivis dan penggiat seni di Lombok, mengulik ‘corat-coret’ Mantra di atas kertas. 

Mantra seperti meninggalkan begitu saja sejumlah fragmen yang masih berupa kubangan, kata Roni. Namun Mantra dinilai menyakini ada sesuatu, semacam energi yang akan menguak pengertian. 

Penjelajahan Mantra Ardhana dalam pameran “Kissing The Poetry”

Misalnya, kita menduga seolah-olah ada huruf dalam karyanya. Tak pusing apakah orang lain memahaminya.

BACA JUGA: Biografi Penyair yang Terangkum Dalam Puisi

“Ini tipografi saya sendiri, bukan untuk dibaca. Ia semacam simbol dan hanya aku yang mengerti maknanya,“ kata Mantra. ***