MATARAM.lombokjournal.com —
Paska Idul Fitri dan libur Lebaran, Wakil Gubernur DR Hj Sitti Rohmi Djalillah menegaskan, penanganan dan pengendalian pandemi Covid 19 di NTB berjalan dengan baik.
Sebelum Lebaran, angka pasien terpapar Covid 19 di 10 kabupaten/kota sebanyak 453 kasus dan setelah Lebaran naik menjadi 482 kasus, dalam kurun waktu 7 hari (14 – 21 Mei) .
“Kondisi di NTB saat ini masih aman terkendali. Dari data angka kasus duabelas hari sebelum dan sesudah Lebaran, naiknya hanya 6,4 persen”, ujar Ummi Rohmi dalam acara Indonesia Bicara di TVRI, Kamis (27/05).
Penanganan yang terkendali didasarkan pada persentase kesembuhan dan bed occupancy rate (BOR) atau ketersediaan tempat tidur di rumah sakit dalam batas normal.
Bahkan angka kesembuhan NTB masih di atas rata rata nasional dan ketersediaan tempat tidur di bawah 50 persen dari indikator normal.
BACA JUGA:
Update Covid-19 di NTB: Bertambah 61 Pasien Positif
Selain itu, capaian vaksinasi saat ini sudah menyasar 219.819 orang untuk vaksin dosis pertama atau 195,8 persen dan vaksinasi dosis ke-dua sudah sebesar 136,1 persen.
Hampir dipastikan target vaksinasi bagi tenaga kesehatan (nakes), aparat pelayanan publik, guru dan lansia tidak mengalami hambatan berarti.
“Vaksinasi dosis pertama sudah jauh melampaui seratus persen. Hanya PR nya untuk dosis kedua bagi lansia baru 50,7 persen”, jelas Sitti Rohmi.
Pemerintah provinsi juga terus merevitalisasi peran Posyandu Keluarga dari fungsi semula yang hanya melayani kesehatan ibu dan anak, menjadi sarana vaksinasi serta persoalan sosial lainnya, seperti; remaja dan buruh migran, edukasi dan literasi di berbagai sektor.
Selanjutnya, sebagai strategi penanganan, penggunaan alat rapid tes antigen, Entram, produksi NTB, telah didistribusikan penggunannya di kabupaten/kota. Selain lebih murah, Entram juga memiliki sensitifitas yang cukup baik untuk mendeteksi penyebaran virus dari pemeriksaan setiap orang.
BACA JUGA: Lomba Kampaye Sehat Sukses Tekan Lonjakan Covid 19 di Pilkada 2020
Sementara itu, pakar pandemi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan bahwa surveillance dan contact tracing bagi orang tanpa gejala (OTG) dan bergejala seharusnya makin ditingkatkan. Sebab sejak September 2020, pemeriksaan PCR yang terbatas dan contact tracing yang menurun secara nasional dikhawatirkan menyebabkan ledakan kasus yang tak terduga dalam masyarakat.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar contact tracing di kabupaten/kota makin digencarkan, selain menerapkan protokol kesehatan terus menerus dan disiplin pada semua orang.
“Ini agar kita tahu penyebarannya sebab perbandingan OTG dan yang bergejala saat ini satu banding satu setengah. Ini harus diperbaiki sehingga deteksi kasus lebih cepat. Vaksinasi dan pembatasan mobilitas juga harus dipercepat serta dibuatkan kebijakan yang tepat dalam mencegah penyebaran virus”, ujar Miko.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) penanganan Covid 19 yang digelar secara virtual (video conference) pasca Idul Fitri, menyebut NTB masuk dalam lima besar zona merah daerah yang tertinggi angka kasusnya.
jm