Pemilu 2024 Mengadopsi Kecanggihan Teknologi, Analisis Mi6 

Bambang Mei Finarwanto dan Zainul Pahmi

Pemilu 2024 diwarnai fenomena menarik, yakni kuatnya partisipasi politik milenial dengan platform Teknologi 4.0

MATARAM.lombokjournal.com ~ Maraknya berdirinya Partai Partai Baru ditanah air patutlah di apresiasi sebagai salah satu pilar dalam  memperkuat demokratisasi. 

Selain itu muncul Partai Baru harus dimaknai pula sebagai ajang untuk membentuk karakter kepemimpinan yg tangguh melalui ideologi politik yang dianut. 

Seperti diketahui, jelang Pemilu 2024 setidaknya muncul partai baru yg diinisiasi oleh Tokoh Nasional, misalnya  Fahri Hamzah menggagas Pembentukan Partai Gelora. 

BACA JUGA: Pengurus KONI NTB, Harus Menang Bidding PON 2028

Pemilu 2024 diwarnai milenial
Bambang Mei Finarwanto (belakang)

Kemudian Amien Rais dengan Partai Ummat. Kemudian ada pula Partai Rakyat Adil Makmur disingkat PRIMA.

Selain itu ada juga Partai-Partai yang pernah ikut kontestasi seperti Perindo, PSI , dan lain-lain terlihat mulai ‘serius’ menata organisasi dan struktur partai,  agar perolehan kursi elektoralnya di Pemilu 2024 bertambah secara signifikatan. 

Lembaga Kajian Sosial Politik Mi6 melihat Pesta Demokrasi Rakyat (baca : Pileg/Pilpres) akan diwarnai fenomena yang menarik, menjadi ciri pembeda dari Pemilu periode sebelumnya,  yakni kuatnya partisipasi politik rakyat/milenial dengan membawa platform Teknologi 4.0 dalam menyemarakan kontestasi Pemilu 2024. 

“Mi6 menduga pada gelaran Pemilu 2024,  keterlibatan Anak Muda Milenial dengan menggunakan platform  teknologi modern akan mewarnai isu Pemilu 2024 dengan konten branding media agar Pemilu terlihat lebih friendly, ringan dan menghibur,” kata Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, SH didampingi Kepala Litbang Mi6, drs Zainul Pahmi, M.Pd. melalui Siaran Pers , Sabtu (19/03/22). 

Didu sapaan Bambang Mei menggarisbawahi, Pemilu 2024 adalah Epilog Pertarungan Politik  yang menyertakan kemajuan IT, sebagai cara mempengaruhi persepsi pemilih yang secara politik belum menentukan pilihan maupun afiliasi politiknya. 

“Selain melakukan aksi kampanye turun ke bawah, Pemilu 2024 akan diwarnai oleh sengitnya Perang Udara kaum milenial yang mengadopsi kecanggihan teknologi lewat berbagai platform media untuk menggaet pemilih pemula ,” ujar Didu. 

Isu Ikonik dan Modernisasi Teknologi 

Didu menilai modernisasi  teknologi baru pada gelaran  pemilu 2024 harus pula dicermati secara serius oleh kontestan peserta pemilu  karena berdampak pada perubahan perilaku dan persepsi politik konstituen. 

“Revolusi kecanggihan teknologi masa depan  harus dimaknai untuk mempermudah/ meringkas kerja politik yang manual di tingkat basis. Sehingga konstituen pada tingkatan paling grassroots memiliki up date informasi yang sama,” tandasnya. 

Terkait keberadaan Partai Baru ataupun Partai Gurem di NTB agar eksistensinya tetap ada dalam persepsi publik, perlu melakukan terobosan-terobosan ataupun mengkreasi isu sosial yang nyata, agar publik dapat merasakan langsung keberadaannya. 

“Tantangan besar Partai Baru ataupun Partai Gurem di Pemilu 2024 di mata votters, khususnya pada PemilihTerdidik adalah bagaimana menyakinkan persepsi dan pilihan politiknya tidak ke lain hati parpol lain,” ulas Didu.

BACA JUGA: MotoGP, Hari Minggu Sirkuit Mandalika Dihadiri Penonton Istimewa

Iai menambahkan, perlu ada desain dan strategi politik agar partai baru / partai gurem  perlu mensetup  ikonik  yang menjadi ‘perekat persepsi pemilih.

Sementara itu Kepala Litbang Mi6 , Zainul Pahmi menambahkan secara umum pemilih atau votters terbagi dua yakni Pemilih ideologi yang  telah menentukan afiliasi politiknya. 

Kedua, Floating Mass atau Massa Mengambang yang secara ideologi tidak memiliki keterikatan dengan afiliasi politik manapun. 

Dan Ceruk kategori Floating Mass bisa dilihat dari ketidakpedulian mereka terhadap Pemilu. 

“Jika Pemilih ideologi sudah jelas kantong dan pilihan politiknya, maka untuk meraih simpati pemilih yang kategori floating mass ini perlu treatment khusus , salah satunya menggunakan platform tehnologi karena mayoritas pemillih massa mengambang kebanyakan friendly dengan Gadget.  Maka cara pendekatannya harus melalui dunia yang digelutinya  agar lebih mudah diakses dan dipahami secara simple,” kata Zainul Pahmi.***