Orang Sasak Dibilang Punya ‘Semangat Jurakan’

Rachmat Hidayat berang, Desak Gubernur NTB tIndak Pejabat Eselon II Pemprov NTB 

Rachmat Hidayat yang aktif menyerap aspirasi rakyat, saat memantau BLT beberapa waktu lalu / Foto: Me
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Pejabat Pemprov NTB menyebut orang Sasak punya ”semangat Jurakan”, Rachmat Hidayat menilai pejabat tersebut berniat memecah belah

MATARAM.LombokJournal.com ~ Tak terima ada pejabat Pemprov NTB menyebut oarang Sasak punya ‘semangat jurakan’, Rachmat Hidayat protes keras.

Menurutnya, jurakan itu punya konotasi negatif. Orang Sasak diibaratkan seperti permainan tradisiobal jurakan, permainan tradisional panjat pinang yang acap mengganggu, menarik, dan menginjak sesamanya, demi ambisi pribadi.

BACA JUGA: Pejabat Eselon II NTB Membuat Orang Sasak Tersinggung

Menurut Rachmat Hidayat, orang Sasak tidak bermental jurakan

”Pejabat di daerah ini yang menyebut orang Sasak memiliki ”semangat jurakan” benar-benar telah melakukan kebohongan besar. Orang Sasak, tidak pernah dan tidak akan pernah memiliki semangat jurakan,” protes anggota DPR RI dari PDI Perjuangan NTB itu, di Mataram, Rabu (10/05/23).

Ucapan bernada nwgatif itu disampaikan Kepala Dinas Sosial NTB H Ahsanul Khalik, saat berpidato pada acara halalbihalal Himpunan Masyarakat Lombok (HIMALO) di Jakarta, hari Minggu tanggal 7 Mei lalu. 

Acara itu dihadiri sekitar seribu diaspora Lombok yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Ahsanul Khalik disebut hadir mewakili Gubernur NTB H Zulkieflimansyah.

Potongan video sambutan Khalik telah beredar luas dalam berbagai aplikasi percakapan dan telah mengundang kegeraman sejumlah tokoh masyarakat Sasak

Dalam sambutannya itu, Khalik juga membuat statemen yang mengarah ke ranah politik praktis. 

Karena itu, ucapan pejabat Pemprov NTB itu dinilai terang-terangan terlibat dalam politik praktis dan melanggar kode etik sebagai Aparatur Sipil Negara yang kini memangku jabatan eselon II di Pemprov NTB.

BACA JUGA: Destinasi Wisata Taman Surga Rinjani di Lombok Timur 

“Khalik benar-benar offside,” tegas Rachmat. 

Karena itu, politisi kharismatik Bumi Gora ini akan mengawal tuntutannya kepada Gubernur Zulkieflimansyah agar pejabat daerah yang terlibat politik praktis mendapat tindakan tegas.

Ia menyebut tindakan para pejabat yang terlibat politik praktis mencoreng korps ASN di Pemprov NTB. 

”Tetap saya akan tuntut tindakan tegas dari Gubernur. Saya akan kawal sendiri. Lebih-lebih dia (Khalik) sebagai pejabat yang mewakili gubernur tidak membaca sambutan tertulis gubernur. Apa itu suara Gubernur yang diwakili itu. Apalagi ini halalbihalal, kok dimasuki dengan politik. Walaupun apa konteksnya di dalam penjelasan dia, nggak boleh masuk politik. Di situ dia (Khalik) offside,” tandas Rachmat.

Terkait ”semangat jurakan”,  Rachmat memberi contoh bahwa semangat itu tidak dimiliki orang Sasak. 

Sebelum dan sesaat setelah Indonesia merdeka, daerah-daerah di Lombok masih terbagi dalam daerah-daerah Swatantra. Saat Mamiq Mustiarep, Mamiq Ripaah, Mamiq Sinaroh, dan Mamiq Fadlah, memimpin daerah-daerah itu, tidak ada orang Sasak yang saling iri hati. Tidak ada orang Sasak yang saling dengki.

Pun begitu, saat provinsi dan kabupaten sudah ajeg terbentuk. Di Lombok Timur misalnya, ketika Mamiq Amin, orang Sasak pertama yang menjabat sebagai Sekda, tidak ada orang ribut. 

Pun begitu saat Lombok Timur dipimpin Bupati Lalu Muslihin, HL Djafar Surayad, H Syahdan, H Ali BD, hingga kini HM Sukiman Azmy, Tidak ada orang saling tarik-tarik seperti ”semangat jurakan”, yang bawah mengganggu yang di atas, yang di atas mendorong-dorong yang di bawah.

BACA JUGA: Bunda Niken: Sukseskan event Lombok Sharian Festival (LSF)

”Jadi melabeli orang Sasak memiliki ”semangat jurakan” adalah kebohongan,” tandas Anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Di Lombok Tengah,, saat Mamiq Srigede menjadi Bupati, tidak ada orang Sasak saling bejengah. 

Saat Mamiq Suhaimi jadi bupati, lalu Mamiq Ngoh, kemudian Suhaili FT, hingga kini HL Pathul Bahri, semuanya meraih posisi puncak sebagai pimpinan daerah melalui persaingan sehat dalam kontestasi. Alih-alih ”semangat jurakan”.

Begitu pula di Lombok Barat. Ada Mamiq Ratmaji yang pernah menjadi Bupati, Mamiq Mudjitahid, kemudian H Iskandar, yang diteruskan H Zaini Arony, dan sekarang H Fauzan Khalid. Tidak ada orang-orang Sasak kata Rachmat yang macam-macam.

”Kalau orang Sasak memiliki ”semangat jurakan” tentu orang Sasak sudah menarik-narik kaki Fauzan. Tapi kan ini tidak ada yang begitu,” katanya.

Demikian juga di Kota Mataram. Rachmat memberi contoh. PDI Perjuangan menjadi pemenang Pemilu tahun 1999. Memiliki 10 kursi di DPRD Kota Mataram.

”Kak Tuan Haji Mohammad Ruslan datang kepada saya. Bilang, ”Arik Tuan, tyang ingin jadi wali kota.”. 

Waktu itu ada almarhum H Ahmad Akeang. Ada juga Gusti Ekadana bersama saya. Apa saya bilang. ”Kak Tuan Ruslan, ini ada Gusti Ekadana. Kalau dia aok, saya setuju,” tutur Rachmat.

Maka yang terjadi kemudian, sejarah mencatat, H Mohammad Ruslan terpilih sebagai Wali Kota Mataram dengan kemenangan tipis dalam pemilihan di DPRD Kota Mataram. 

Saat itu, kemudian Madiono dari PDIP terpilih sebagai Ketua DPRD Kota Mataram dan TGH Ahyar sebagai Wakil Ketua DPRD.

”Apakah dengan terpilihnya Kak Tuan Ruslan jadi Wali Kota Mataram kita sesama orang Sasak ada yang macam-macam di Kota Mataram? Nggak. Begitu juga dengan saat Kota Mataram dipimpin Wali Kota HL Masud,” tutur Rachmat.

”Dan yang terbaru, saat Pilkada Kota Mataram tahun 2020 kemarin. Putra Kak Tuan Ruslan, Mohan Roliskana bertanding dengan bibiknya Selly Andayani, istri saya, di Pilkada, dan Mohan memenangkan kontestasi. Apa saya ribut? Apa lalu kita tarik-tarik kakinya dan mengganggu Mohan? Nggak ada,” sambung Rachmat.

Karena itu, politisi lintas zaman ini mengemukakan, jika ada pejabat yang melabeli orang Sasak memiliki ”semangat jurakan”i, maka tindakannya sangat identik dengan mendorong perpecahan

Apalagi, hal tersebut disuarakan di hadapan anak-anak muda. Generasi masa kini.

Padahal, kata Rachmat, anak-anak muda Indonesia saja sudah memproklamirkan Sumpah Pemuda pada 95 tahun yang lalu, di mana mereka bersumpah untuk Berbangsa Satu, Bertanah Air Satu, dan Berbahasa Satu. 

Rachmat mengkritik juga pejabat seperti Khalik dalam pidatonya masih menggunakan diksi “Bangsa Sasak”. 

Menurut Rachmat, saat ini yang ada hanya Bangsa Indonesia. Sementara Sasak, seperti halnya Samawa, dan Mbojo, adalah suku di Indonesia. 

Karena itu, setiap warga negara di Indonesia, kata Rachmat, boleh menjadi apa saja di Republik Indonesia, tanpa melihat kesukuannya.

“Memangnya semenjak NTB menjadi provinsi, Gubernurnya selalu dari sini? NTB pernah memiliki Gubernur orang Madura, orang Sunda, orang Jawa. Kan baru-baru belakangan saudara kita H Harun Al Rasyid, lalu HL Serinata, kemudian TGB HM Zainul Majdi, dan saat ini Gubernur kita H Zulkieflimansyah. Apakah saat orang Sasak menjadi gubernur, lalu orang Sasak yang lain merong-rong dan menggangu seperti semangat jurakan, kan tidak,” tandasnya.

Menurutnya, orang Sasak adalah orang-orang yang istiqomah dan teguh memegang sikap. Seperti dalam pakaian adat Sasak, di mana orang Sasak memegang atau membawa keris. Nyekep, dalam istilah Sasak. 

Itu adalah perlambang orang Sasak memiliki keteguhan sikap. Tidak mengadu domba. Tidak mencela sesamanya.

Bung Karno, Presiden pertama Indonesia, yang kemana-mana juga membawa keris sebagai perlambang sikap tersebut. 

BACA JUGA: Murah Meriah, Harga TikeT MXGP Mulai Rp25 Ribu

Maka, ketika Indonesia diremehkan dan direndahkan Amerika, Bung Karno kata Rachmat, memilih membawa Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa Bangsa. 

Bung Karno juga menggelar Konfrensi Asia Afrika, mendirikan Gerakan Non Blok, itu juga adalah keteguhan sikap.

Rachmat pun menyebut, jika sebelumnya Gubernur Zulkieflimansyah meminta ada pihak yang masih perlu sekolah lagi, maka sesungguhnya yang perlu dan sangat cocok untuk sekolah lagi adalah pejabat yang berpolitik praktis. Yang berpotensi memecah belah di tengah masyarakat.

”Jika saya berbicara lantang sekarang, bukan karena saya ingin penghormatan untuk pribadi saya. Hormatlah pada Republik ini. Kita tidak ingin, ada pejabat yang enak saja pidato mewakili gubernur, atas nama gubernur lalu hendak memecah belah kita,” tandasnya.***