Agar bisa survive di era JKN-KIS, fasilitas kesehatan harus memberikan pelayanan yang efektif dan efisien tanpa menomorduakan aspek kualitas pelayanan kepada peserta JKN-KIS
lombokjournal.com —
MATARAM.jamkesnews ; Sering kita mendengar keluhan peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tentang biaya obat yang masih harus dibayar sendiri oleh peserta.
Padahal obat termasuk jenis pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Itu berlaku baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, Klinik, atau Dokter Keluarga. Termasuk di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) seperti rumah sakit.
Jenis dan merk obat yang dijamin, mengacu pada Formularium Nasional dan e-katalog yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pemberian jenis dan jumlah suatu obat disesuaikan dengan indikasi dan kebutuhan medis peserta JKN-KIS, sehingga tidak terjadi over presciption atau peresepan obat yang berlebihan, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik pasien secara jangka panjang.
Peresepan obat yang berlebihan juga akan membawa dampak kurang baik bagi finansial sebuah fasilitas kesehatan. Sebab, agar bisa survive di era JKN-KIS, fasilitas kesehatan harus memberikan pelayanan yang efektif dan efisien tanpa menomorduakan aspek kualitas pelayanan kepada peserta JKN-KIS.
Lalu, apakah obat bagi peserta JKN-KIS dibedakan berdasarkan hak kelas rawatnya?
Jawabnya, tidak ada perbedaan jatah, jenis, ataupun kualitas obat berdasarkan kelas rawat peserta JKN-KIS. Baik peserta kelas I, kelas II, maupun kelas III, berhak memperoleh obat yang sama kualitasnya dan khasiatnya.
Pemerintah sebagai penyedia obat tentu selalu memperhatikan kualitas obat bagi peserta JKN-KIS. Tidak semua obat yang tercantum di Formularium Nasional adalah obat generik. Namun hal yang perlu kita luruskan adalah mindset, obat generik itu kurang efektif.
Padahal, pada dasarnya tidak ada perbedaan proses pembuatan dan registrasi antara obat generik dan obat paten.
Bahkan mutu, khasiat, manfaat, dan standar keamanannya pun sama. Perbedaannya adalah obat bermerek alias obat paten dipromosikan oleh produsennya, sehingga harganya jauh lebih mahal.
Sementara obat generik hanya menjual zat aktifnya dan ditentukan pemerintah, jadi harganya lebih murah. Perbedaan harga obat generik dan obat bermerek terbilang cukup jauh, selisihnya bisa mencapai 50 hingga 200 persen.
Untuk menjaga kualitas obat yang beredar di pasaran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pemeriksaan secara rutin untuk menguji kualitas obat. Berkualitas artinya adalah kandungan zat aktif dalam kemasan obat sesuai dengan labelnya, dosisnya pun harus sesuai.
Rr/jamkesnws