Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Tidak Tinggi

ilustrasi BPJS Kesehatan
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Dengan adanya kenaikan pada tahun 2021 akan terjadi keseimbangan pendanaan, sebagai syarat agar pengelolaan jaminan kesehatan suatu negara bisa optimal

lombokjournl.com —

MATARAM –  Pengelolaan jaminan kesehatan suatu negara akan optimal jika didukung oleh pendanaan yang optimal.

Tapi banyak orang yang beum mengetahui, saat pertama kali iuran JKN beroperasi, sudah diprediksi akan mengalami kekurangan pendanaan alias mengalami defisit.

Hal itu diugkapkan mantan Dewan Jaminan Sosial Periode 2014-2019, Ahmad Anshori, yang juga menyinggunggung usulan saat itu untuk menaikkan iuran peserta tiap dua tahun sekali.

“Untuk itu, diusulkan ada kenaikan setiap dua tahun sekali, yaitu pada 2016 dan 2018,” kata Ahmad Ansori sperti dikutip  CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (26/05/20).

Berdasarkan Perpres Nomor 64/2020, akan ada kenaikan iuran. Peserta Kelas III pada tahun 2020 iurannya sebesar Rp 25 ribu, naik menjadi Rp 35 ribu pada 2021. Kenaikan untuk kelas II dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu. Terakhir kelas I dari Rp 80 ribu menjadi 150 ribu.

“Kenaikan seharusnya 2 tahun sekali. Karena tak ada penyesuaian, maka kesenjangannya besar ketika ada kenaikan, tinggi. Padahal kalau rata-rata tidak demikian,” jelas Ahmad.

Sebelumnya saat melakukan kalkulasi dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 75/2019, kenaikan iuran 100 persen bakal bisa membiayai pendanaan JKN hingga 2021.

Namun kenaikan itu berubah,  seiring dengan putusan judicial review Mahkamah Agung (MA).

Ahmad mengatakan, stabilitas kecukupan perlu dihitung. Dengan adanya kenaikan lebih rendah diyakini 2021 akan terjadi keseimbangan pendanaan, sebagai syarat agar pengelolaan jaminan kesehatan suatu negara bisa optimal. Karena dibutuhkan pendanaan yang optimal.

“Artinya kelancaran pembayaran RS meningkat. Akhir 2021 tak ada lagi defisit atau mungkin serendah-rendahnya (defisit),” katanya.

Rr/ CNBC Ind