Kemiskinan Masih Menjadi Pemicu Gizi Buruk di NTB

Ilustrasi Gizi Buruk. "Faktor kemiskinan sebetulnya yang terbesar penyebab gizi buruk." (Foto: Merdeka)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Faktor kemiskinan masih menjadi salah satu pemicu kasus gizi buruk di Provinsi NTB, selain faktor pola asuh yang salah.

Nurhandini Eka Dewi (foto: AYA)

MATARAM.lombokjournal.com — Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Nurhandini Eka Dewi mengatakan,  pemicu gizi buruk itu ada faktor kemiskinan dan pola asuh yang kurang benar. “Namun faktor kemiskinan sebetulnya yang terbesar,” katanya, Jumat (28/4) di Mataram.

Ia mencontohkan, dalam beberapa kasus terjadi dimana banyak ibu yang terpaksa meninggalkan anak-anaknya untuk bekerja ke luar negeri sebagai TKI demi memperbaiki perekonomian keluarga.

Akibatnya, anak-anak yang ditinggalkan diasuh oleh neneknya yang rata-rata tidak berpendidikan tinggi. “Sehingga seringkali terjadi kesalahan pola asuh,” katanya.

Di tahun 2016 lalu, papar Nurhandini, kasus gizi buruk di provinsi NTB tercatat sebanyak 348 kasus yang tersebar di 10 daerah Kabupaten/Kota di NTB.

Nurhandini mengatakan, untuk menekan angka kasus gizi buruk, Dinas Kesehatan akan terus mendorong dan mensukseskan program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang dilaunching oleh Menkes Nila Moeloek di NTB baru-baru ini.

“Pola Germas yang dilakukan akan langsung melalui pendekatan keluarga,”katanya.

Saat ini, tambahnya, tim kesehatan melalui Germas dan kader posyandu akan langsung mendatangi keluarga dari pintu ke pintu, untuk mengatasi masalah gizi.

Sehingga ke depan, kasus gizi buruk dan gizi kurang yang ditangani, bukan lagi yang disebabkan oleh kemiskinan dan salah pola asuh, tetapi gizi buruk yang disebabkan faktor penyakit bawaan.

“Upaya kita adalah mendatangi keluarga langsung ke rumahnya, dari pintu ke pintulah, agar kasus gizi buruk bisa diketauhi lebih dini lagi,” katanya.

AYA