Hj. Niken Minta Orangtua, Guru Dan Masyarakat, Melek Isu Kesehatan Mental

Hj Niken bersama pembicara pada Seminar Kesehatan Mental dalam Perspektif Agama, Medis, Psikologi, dan Budaya, di Gedung Rektorat Universitas Mataram (29/02/2020) (Foto; HmsNTB)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Sesepuh organisasi NTB tersebut melanjutkan, 91 persen penderita depresi di Indonesia tidak mendapatkan perawatan

MATARAM.lombokjournal.com — Remaja yang masih berkembang dan belum mampu mengelola emosinya dengan baik, lebih rentan terhadap percobaan bunuh diri dibandingkan orang dewasa.

Menurut WHO, Bunuh diri akibat depresi menjadi penyebab utama kedua kematian pada remaja di dunia.

Hal ini biasanya disebabkan oleh tingginya tekanan di sekitar akibat perundungan, kekerasan, ataupun ketidakharmonisan keluarga dan banyak faktor lainnya.

Ketua TP PKK Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati menyapaikan itu pada Seminar Kesehatan Mental dalam Perspektif Agama, Medis, Psikologi, dan Budaya, di Gedung Rektorat Universitas Mataram, Minggu (29/02/2020).

Untuk mencegahnya, remaja perlu mendapat dukungan psikososial. Sekolah dan lingkungan masyarakat lainnya dapat membantu mempromosikan kesehatan mental yang baik.

Selain itu, ikatan dengan keluarga perlu diperkuat. Ketahanan keluarga yang baik dapat menjadi salah satu solusi dalam mencegah maraknya kasus gangguan kejiwaan yang ada.

Dijelaskan, peran  orangtua, guru-guru di sekolah dan masyarakat yang harus melek dengan isu kesehatan mental.

Ia mengajak semua yang berperan tersebut bisa  melawan stigma negatif terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) maupun Orang Dengan Masalah Jiwa (ODM).

“Kita harus melawan stigma negatif orang dengan gangguan jiwa. Jangan ragu untuk berobat atau konsultasi dengan psikiater. Jika jiwa kita sehat maka kita akan menjadi lebih produktif dalam menjalani hidup” jelasnya.

Sesepuh organisasi NTB tersebut melanjutkan, 91 persen penderita depresi di Indonesia tidak mendapatkan perawatan.

Seharusnya penderita gangguan jiwa maupun keluarga yang anggotanya menderita gangguan kejiwaan tidak perlu malu untuk berobat ke Rumah Sakit Jiwa.

NTB sendiri memiliki Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma (RSJMS) yang merawat 980 ODGJ. RSJMS memiliki Psikiater sebanyak 5 orang, Psikolog sebanyak 3 orang, dan seorang spesialis perawatan jiwa.

Selain RSJMS, banyak rumah sakit juga yang telah menyediakan psikiater maupun psikolog, baik RS pemerintah maupun swasta.

Masyarakat NTB harus memanfaatkan fasilitas tersebut dengan baik, karena di Indonesia masih ada 8 provinsi yang belum memiliki rumah sakit jiwanya sendiri.

Masyarakat juga diminta untuk tidak memandang rendah orang dengan gangguan jiwa maupun orang dengan masalah kejiwaan. Hal tersebut merupakan penyakit yang dapat ditangani.

Posyandu keluarga

Lebih jauh ia juga menjelaskan tentang  program unggulan revitalisasi posyandu, dimana 7.207 posyandu yang ada di setiap dusun di NTB akan dipersiapkan menjadi posyandu keluarga.

Di dalam posyandu keluarga tersebut nantinya, tak hanya mengurus masalah kesehatan ibu dan balita tetapi juga memberikan perhatian terhadap masalah sosial dan isu kesehatan mental untuk seluruh anggota keluarga.

Posyandu keluarga diharapkan dapat menjadi wadah edukasi terkait isu kesehatan mental. Selain itu dengan adanya Posyandu keluarga di setiap dusun di NTB, diharapkan dapat menambah erat ketahanan keluarga.

Sehingga dapat menjegah terjadinya ODGJ dan ODMJ dalam anggotanya.

“Kita punya program unggulan Revitalisasi Posyandu. Yang mana merubah posyandu biasa menjadi posyandu keluarga. Melalui posyandu keluarga kita harap ketahanan keluarga di NTB semakin kuat,” ujar Bunda Niken.

Seminar tersebut juga menghadirkan pembicara yang kompeten dalam membahas isu kesehatan mental dalam perspektif Agama, Medis, Psikologi, dan Budaya.

Pembicara tersebut di antaranya, Prof. Dr. Lalu Wirasapta Karyadi Guru Besar Unram, dr. Agustine Mahardika Psikiater RS Unram, Dr. TGH. Lalu Ahmad Zaenuri Dosen UIN Mataram, dan Sri Helmi Hayati Psikolog RS Unram.

AYA/HmsNTB