Peranan guru di kelas harus diubah, bukan sebagai pemberi ceramah, namun mengutamakan kemampuan merencanakan, mengelola dan mengawasi pembelajaran.
lombokjournal.com ~ Kurang lebih 40 tahun yang lau, guru Pak Milkan (almarhum) bertugas di SDN 2 Ganti-Lombok Tengah. Selain Pak Milkan, juga ada guru-guruku seperti Pak Hasan, Pak Sunarjo, Pak Malik, Pak Abu Bakar, Ibu Hariati, dan Pak Tajudin.
BACA JUGA : Perguruan Tinggi : From Passengers to be Drivers
Pak Milkan merupakan sosok Kepala Sekolah yang sangat rajin dan gigih. Ia sosok guru yang sangat memperhatikan anak didiknya. Pak Milkan, sebagai Kepala Sekolah selalu siapa menggantikan pendidik lainnya yang tidak hadir .Ia memberi tauladan kepada siswa dan koleganya. Sosok yang melekat pada memori, tutur bahasanya sangat halus, menyapa siswa sehari-harinya. Ia sangat akrab dengan semua pendidik dan siswanya.
Suatu hari saya sakit tapi tetap masuk sekolah. Pak Milkan, saat masuk ruang kelas, melihat mata saya merah-merah lalu ia memanggil saya. “Mata mu mengapa merah-merah Rin?” sapanya.
Waktu saya katakan sedang sakit, spontan Pak Mikan mengajak berobat ke Puskesmas.Pak Milkan sangat memperhatikan siswa didiknya, ia datang lebih awal di sekolah, lalu mengontrol siswa-siswa yang sedang menyapu di ruang kelas, dan mengajak siswa untuk memungut sampah di halaman sekolah. Sosok guru yang penuh ketauladanan.
Pada tahun-tahun tersebut, masyarakat desa sangat menghargai guru sebagai pendidik di desa. Setiap hari para siswa membersihkan halamannya sendiri. Kehadiran para guru di desa telah membawa semangat perubahan untuk anak-anak sekitarnya.
Sepenggal memori di atas, menjadi menarik kita refleksikan para pendidik memiliki komitmen moril untuk mendidik siswa-siswanya. Mereka yang telah memberikan semua energinya untuk melahirkan siswa yang disiplin dan memperhatikan kebersihan lingkungan sekitarnya. Dan memberikan darma baktinya untuk melahirkan siswa-siswa yang berkarakter kuat.
Ketekunan pak Milkan untuk mendidik siswa-siswanya menjadikan sekolah ini mendapat kemajuan tinggi pada masanya. Sekolah ini telah hadir menjadi sekolah berkembang cukup maju di desa tersebut.
Pak Milkan telah hadir di tengah sisiwa untuk memberikan pendidikan kepada siswa-siswanya di tengah keterbatasan fasilitas sekolah. Siswa-siswa pun memiliki semangat yang tinggi untuk mengikuti pendidikan, Siswa yang berdatangan dari berbagai kampung setiap paginya, melewati persawahan. Mereka berdatangan sekalipun hujan sedang turun dengan derasnya.
BACA JUGA : Awardee Beasiswa Diharapkan Berkontribusi untuk NTB
Semangat sekolah para anak-anak desa sangat tinggi waktu itu. Prof.Sodjiarto (1989) bahkan menemukan bahwa peranan guru di kelas harus diubah, bukan sebagai pemberi ceramah, yaitu guru hendaknya lebih mengutamakan kemampuan merencanakan, mengelola dan mengawasi terjadinya pembelajaran.
Bahkan model “pemberi cermah” ini pernah dikritik Paulo Friere, sebagai model pendidikan gaya bank, keranjang sampah, yang mengurangi perkembangan potensi-potensi siswa secara lebih luas.
Saat ini para pendidik menghadapi kehidupan sosial yang padat dengan media sosial. Dunia digital menjadikan semua serba sangat cepat dan sangat mudah mengaksesnya. Per-orang dapat mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan,teknologi dan budaya, kata Alfin Toffler ahli futurologi, semua orang jadi wartawan, pada bukunya, The Third Waves.
Semakin komplesknya perkembangan kehidupan masyarakat membawa pengaruh terhadap lingkungan sekolah. Masalah-masalah peribadi siswa di keluarga atau di tengah masyarakat memberi dampak pada pencapaian prestasi siswa. Sehingga siswa yang datang ke sekolah tidak lepas dari apa yang terjadi pada lingkungan keluarga atau pun pribadinya.
Kondisi ini tentu merupakan bagian penting yang harus dipahami seorang guru terhadap diri siswa. Untuk itulah para pendidik dituntut untuk mengetahui latar belakang siswa agar dapat dibina potensinya secara maksimal. Guru tidak lagi memberikan informasi secara sepihak terhadap anak didik tetapi dituntut untuk menciptakan suasana agar anak dapat berkembang secara maksimal.
Guru Yang “Ngangeni ”
John Goodlad (dlm. Prof.Suyanto, 2001) melakukan penelitian dengan publikasi penelitian Behind The Classroom Door menemukan bahwa kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh siapa pendidiknya, manakala guru sudah memasuki ruang kelas serta pintu kelas tertutup, maka kehidupan kelas akan menjadi wewenang dan tanggung jawab guru.
Guru merupakan sosok penting yang mewarnai suasana keriangan sisawa di ruang kelas. Apakah guru merdidik siswa-siswa untuk bergembira atau tidak? Guru yang “Ngangeni” memberi ruang hati selalu ramah dengan pola tingkah laku siswa. Akrab dengan apa yang disenanginya di sekolah..
Guru yang “Ngangeni” menjadi tambatan hati siswa, yang lebih memerankan diri sebagai sahabat bermain di sekolah. Memberilan peran yang merasuk hati siswa untuk lebih dekat, lebih akrab pada jegiatan-kegiatan sekolah. Guru menjadi idola para siswa yang inspiratif dan memantulkan energi untuk berkegiatan di sekolah dengan penuh kegembiraan.
BACA JUGA : Alat Peraga Kampenye Dibersihkan Jelang Pilkada
Pendidik membuat siswa didiknya senang bertemu, ber sama-sama untuk mengurai permaian sekolah. Ia membawa irama siswa dalam emosi yang tidak menegangkan, tapi menarik siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang ngangeni, sehingga talenta-talenta dasar dapat tampak sejak sekolah dasar.
Guru yang “Ngangeni” yaitu guru yang mengembangkan pembelajaran yang Deep Learning, guru menstimulasi agar siswa aktif pada pembelajarannya. Menciptakan suasana rekreatif sehingga siswa menajdi tumbuh berkembang kecerdasan, emosi dan kinestetiknya.
Guru membuat mata pelajaran menjadi menyenangkan, joyfull and learning, dan anak didik merasa tanpa terbebani apapun dari gurunya.
Pelajaran mengitung juga dikreasikan dalam permainan yang menarik emosinya dan motoriknya. Guru yang membuka ruang hati yang selaus-luasnya bagi semua emosi siswanya agar terbentuk menjadi karakter yang positif pada keidupan sehari-harinya.
Mengapa guru yang “Ngangeni”? karena melalui respon inilah siswa menjadi bibit yang tumbuh kembang pada ekosistem pembelajaran berdaya tarik tinggi serta memanamkan laku penjiwaan yang terkenang sepanjang masa, yang bisa mengaitkan diri siswa pada masa dewasanya kelak. Itulah sebabya saat dimana tokoh-tokoh dunia selalu bercerita tentang masa kecilnya, masa yang sangat menguatkan, “deep learning-deep memoriable”.
Masa kecilnya Bung Karno, Bung Hatta, Nelson Mandela, Mahatma Ghandi dan Abraham Lincoln juga sangat intens dengan masa-masa usia sekolah dasarnya. Guru yang “Ngangeni” pasti dirindu siswanya dan banyak orang. Mencintai sepenuh jiwanya.
*) Ketua Prodi Magister Pendidikan Dasar FKIP UNRAM dan Ketua ISMAPI NTB