Jumlah peserta JKN-KIS berusia di atas 60 tahun saat ini mencapai 27 juta jiwa. Risiko akan penyakit kronik degeneratif — hipertensi, artritis, stroke, PPOK, diabetes melitus, kanker, penyakit jantung koroner, batu ginjal, gagal ginjal dan gagal jantungdalam — usia tersebut sangat tinggi
MATARAM.lombokjournal.com —
Indonesia saat ini tengah memasuki periode ageing population, suatu kondisi proporsi penduduk lansia di suatu daerah mengalami peningkatan secara progresif.
Sensus Sosial Ekonomi Nasional 1 (Susenas) tahun 2015 menunjukkan, jumlah lansia sebesar 21,72 juta jiwa atau 8,43 persen dari jumlah penduduk.
Kondisi itu menjadi tantangan dalam pengelolaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Menurut proyeksi penduduk dari BPS, diperkirakan pada tahun 2020 penduduk lansia akan mencapai 27,09 juta atau 9,99 perssen dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2035 sebesar 48,20 juta atau 15,77 persen dari jumlah penduduk,” kata Fachmi dalam keterangan tertulis yang diterima media, Kamis (10/12/20).
Dalam webinar yang diselenggarakan International Social Security Association (ISSA) bertemakan The Long-Term Care Challenge In Europe-Innovative Solutions In A Comparative Perspective, Rabu (09/12/20) Fachmi Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015.
“Diperkirakan pada tahun 2050 penduduk lansia mencapai 61,7 juta atau 19,2 persen dari jumlah penduduk,” ungkapnya.
Tantangan ageing population
Saat ini jumlah peserta JKN-KIS berusia di atas 60 tahun mencapai 27 juta jiwa. Risiko akan penyakit kronik degeneratif dalam usia tersebut sangat tinggi.
Berdasarkan Riskesdas 2013, 10 penyakit kronik degeneratif terbanyak pada lansia adalah hipertensi, artritis, stroke, PPOK, diabetes melitus, kanker, penyakit jantung koroner, batu ginjal, gagal ginjal dan gagal jantung.
Kecenderungan yang ada, semakin meningkat usia maka semakin meningkat pula prevalensi penyakitnya.
Namun Pemerintah Indonesia saat ini telah memastikan kebutuhan dasar kesehatan khususnya bagi peserta lansia sudah terpenuhi.
Tantangan ageing population mendorong pengembangan jaminan sosial.
Bagaimana jaminan sosial memenuhi kebutuhan yang meningkat bukan hanya pada layanan kesehatan dan perawatan sosial jangka panjang (PJP) atau long term care (LTC) dengan cara yang berkelanjutan secara finansial, memadai, dan berkualitas tinggi, jelas Fachmi.
Menurut definisi WHO (2012), perawatan jangka panjang adalah sistem kegiatan-kegiatan terpadu yang dilakukan oleh caregiver informal atau profesional untuk memastikan, lanjut usia yang tidak sepenuhnya mampu merawat diri sendiri, dapat menjaga kualitas tertinggi kehidupannya, sesuai dengan keinginannya, dan dengan kemungkinan terbesar 4 memiliki kebebasan, otonomi, partisipasi, pemenuhan kebutuhan pribadi serta kemanusiaan.
Pentingnya LTC bagi lansia adalah untuk mempertahankan tingkat kemandirian, mengurangi ketergantungan, mencegah komplikasi penyakit atau disabilitas, mencegah kecelakaan, menjaga harga diri dan kualitas hidup, mengurangi rasa sakit, serta merasa bermartabat.
Dengan demikian kualitas hidup lansia dapat dijaga dengan seoptimal mungkin.
“Walaupun implementasi jaminan sosial di Indonesia baru berusia 7 tahun, namun cakupan kepesertaannya sudah besar. Diharapkan melalui diskusi dan kajian bersama negara-negara di dunia terkait jaminan sosial dan penerapan LTC di Indonesia akan semakin optimal dan berkesinambungan,” ungkap Fachmi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan saat ini ditunjuk sebagai Ketua Komisi Kesehatan atau Technical Commission on Medical Care and Sickness Insurance ISSA Periode 2020-2022.
Komisi Kesehatan ISSA (TC Health) terdiri dari negara Algeria, Argentina, Belgia, Perancis, Gabon, Georgia, Hungaria, Indonesia, Iran, Kazakhstan, Korea, Peru, Rusia, Rwanda, Turki, dan Uruguay.
TC Health selama periode 2020-2022 memprioritaskan tema pada fenomena ageing population, tantangan perluasan cakupan jaminan sosial dan kompilasi studi terkait hubungan antara Universal Health Coverage (UHC) dengan peningkatan Kohesi Sosial dan Inklusi Sosial.
ega/ega/Detik.news