Debat Terbuka Kedua, Zul-Rohmi Sampaikan Gagasan Segar Membangun Daerah

Zulkieflimansyah-Siti Rohmi sampaikan perspektif baru dalam menjawab persoalan pembangunan daerah, dalam debat terbuka yang berlangsung ballroom Hotel Lombok Raya di Mataram, Jum’at (22/06) malam. (Foto: Ist/Me)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Calon Gubernur  yang saat debat masih menjabat sebagai Bupati atau Walikota, dalam sesi menjawab persoalan dari video yang dirumuskan tim pakar, jawabannya  tidak memberi perspektif yang inovatif.

Penndukung Zul-Rohmi

lombokjournal.com –

MATARAM :  Pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur  Nusa Tenggara Barat (NTB) nomor 3, Zulkieflimansyah-Siti Rohmi (Zul-Rohmi), punya  perspektif yang segar dalam menjawab persoalan pembangunan daerah.

Itu terungkap dalam debat terbuka empat pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur  Nusa Tenggara Barat (NTB) yang berlangsung ballroom Hotel Lombok Raya di Mataram, Jum’at (22/06) malam.

Mengulang debat terbuka pertama, tiga paslon lainnya tidak memunculkan perspektif baru atau dengan kata lain tidak ipunya gagasan inovatif dalam menjawab persoalan pembangunan di daerah yang lebih mensejahterakan.

Calon Gubernur NTB, Zulkieflimansyah saat menanggapi persoalan terkait perekonomian masyarakat pesisir,  ia bicara perlunya teknologi untuk masyarakat pesisir, khususnya industri pengolahan

Hal itu mengindikasikan hanya pasloin Zul-Rohmi yang mempunyai perspektif yang segar sekaligus konsep yang jelas dalam menjawab persoalan terkait perekonomian masyarakat pesisir.

Itulah sebabnya Zul bisa meyakinkan saat mengomentari persoalan yang saat ini dihadapi nelayan lobster. ”Bagaimana membuat kebijakan pusat (yang bertujuan baik) bisa jalan, di pihak lain nelayan bisa tetap sejahtera,” kata Zul.

Sementara itu, para Calon Gubernur  yang saat debat masih menjabat sebagai Bupati atau Walkikota, dalam sesi menjawab persoalan dari video yang dirumuskan tim pakar, masih memberi jawaban yang  umum.

Lebih dari itu, jawaban mereka  terhadap permasalahan hortikultura, kelangkaan pupuk, eko wisata, atau masalah anak terlantar, cenderung tidak menjawab dalam perspektif yang inovatif.

Pengalaman Zulkieflimansyah sebagai anggota DPR RI tiga periode, baik sebagai Ketua Fraksi mauppun Ketua Komisi, membuatnya mudah menjawab pertanyaan yang diajukan. Khususnya  terkait permasalahan yang terjadi di hutan Sekaroh atau pembangunan   pelabuhan yang bertahun-tahun tidak kunjung rampung.

“Pengalaman saya sebagai Ketua Fraksi maupun Ketua Komisi, punya banyak hubungan ke pusat.  Apa yang terjadi sekarang, tidak boleh terulang,” kata Zul.

Termasuk bagaimana mengoptimalkan aset daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Sebab selama ini Pemerintah Provinsi NTB  dinilai kurang optimal memanfaatkan aset -aset yang dimilikinya.

“Pemda harus mempunyai terobosan untuk mengoptimalkan aset milik daerah,” katanya sambil menyinggung perlunya evaluasi aset.

Keberadaan perusahaan besar di daerah seperti perusahaan tambang, menjadi perhatiannya.  Zul mempertanyakan, apa yang bisa dilakukan pemerintah daerah kalau perusahaan itu go public dan masyarakat hanya jadi penonton.

Terkait itu ia menyinggung tentang  IPO (Initial Public Offering), yakni penawaran pertama harga oleh perusahaan terbuka yang melantai di bursa saham.

IPO seringkali menjadi solusi yang sangat baik bagi perusahaan-perusahaan swasta baru dan/atau hanya memiliki modal terbatas yang ingin berkembang dengan tambahan modal dari publik tersebut.

Namun belakangan terlihat perusahaan-perusahaan besar juga ikut melantai di bursa saham. Karena itu, pemda perlu memahami pentingnya IPO, dan tidak hanya menjadi penonton.

Dengan memahami apa yang bisa dimanfaatkan dari perusahaan besar, menurut Zul, maka membangun tidak selalu bersandar APBD.  Termasuk bagaimana menggaji tenaga honnorer, perawat, atau tiap tahun bisa mengirim 500 orang ke luar negeri, tanpa membebani APBD.

Sebagai ekonom, Zul dalam sesi bertanya pada paslon lain juga menyinggung techno park, yakni kawasan yang dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan/perekonomian masyarakat sekitarnya, dengan mempromosikan budaya inovasi dan daya saing dari bisnis berbasis pengetahuan.

ini akan memunculkan pengusaha pemula berbasis inovasi yang mampu menarik tenaga kerja dan meningkatkan daya saing daerah. Stakeholder dari suatu technopark biasanya adalah pemerintah (biasanya pemerintah daerah), komunitas peneliti (akademis), komunitas bisnis dan finansial.

Sayangnya, paslon yang ditanya (mungkin) tiidak memahami  technopark sebagai salah satu yang menghubungkan institusi perguruan tinggi dengan dunia industri.

“Kalau bicara persoalan pembangunan ekonomi  dan kesejahteraan masyarakat, Zul lebih memahami persoalan,” ujar seorang pengajar perguruan tinggi yang mengikuti debat terbuka itu.

Me (*)