Membaca Sastra, Alternatif Menangkal Terorisme dan Radikalisasi

Narapidana terorisme yang memvaca sastra menunjukkan penurunan grafik need for closure, dan makin banyak bacaan sastra, maka grafiknya semakin menurun

lombokjournal.com ~ Banyak program deradikalisasi yang diterapkan pemerintah terhadap para narapidana terorisme (napiter). 

Di antaranya mengundang ulama untuk memberikan pidato atau ceramah dan berdiskusi bersama dengan napiter, namun belum ada yang dapat dibilang efektif

Para napiter masih meyakini ideologi radikalisme mereka.

Ikatan Psikologi Sosial (IPS) mencoba melakukan penelitian guna merumuskan langkah yang dapat menjadi alternatif program deradikalisasi, yakni penggunaan bacaan sastra untuk mengubah pola pikir para napiter.

Temuan dari hasil penelitian kami cukup menarik. Kami mendapati perubahan pola-pola pikir napiter yang membaca sastra, dari yang cenderung tertutup (close-minded) menjadi lebih terbuka.

Membaca sastra menurunkan pola pikir kaku dan close-minded

Perubahan pola pikir para narapidana terorisme pada penelitian kami diukur menggunakan skala need for closure, yaitu kecenderungan individu dalam menarik suatu kesimpulan dengan cepat pada pengambilan keputusan, serta sulit untuk menerima ketidakpastian.

BACA JUGA: Pertunjukan Wayang Botol, Edukasi Siaga Bencana

Semakin tinggi need for closure individu, maka mereka akan semakin cepat mengambil keputusan, dan tidak bisa melihat ketidakpastian yang ada. Mereka cenderung menutup berbagai pilihan saat mempertimbangkan dan menafsirkan berbagai informasi. Proses berpikir mereka tidak mampu menerima ambiguitas maupun menerima berbagai kemungkinan lain yang ada.

Membaca sastra merubah pola pikir

Konsep berpikir seperti inilah yang membuat individu dengan need for closure yang tinggi berpeluang lebih besar untuk menjadi teroris. 

Mereka seringkali menarik kesimpulan dangkal atas suatu pemahaman, atau propaganda, ditambah dengan cara berpikir mereka yang kaku dan menolak serangkaian informasi tambahan.

Melalui skema need for closure, kami melibatkan partisipan yang merupakan napiter dari dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yakni Lapas I Makassar di Sulawesi Selatan, dan Lapas I Surabaya di Jawa Timur.

Bacaan yang kami berikan berupa cerita pendek yang mengandung unsur cerita dengan tema religius, kebebasan, dan tentang situasi yang penuh ketidakpastian. 

Beberapa diantaranya adalah Percakapan karya Budi Darma, Misbahul karya Budi Darma, Matinya Seorang Demonstran karya Agus Noor, Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira A, Lima Kisah Mimpi Kanak- Kanak karya Gus tf Sakai, Penafsir Kebahagiaan karya Eka Kurniawan, dan Angka Kematian karya Amir Syam.

Kami membagi responden ke dalam dua kelompok berdasarkan jumlah cerpen yang dibaca, yaitu kelompok yang membaca empat cerpen dan kelompok lainnya membaca tujuh cerpen.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa narapidana terorisme yang diberikan bacaan sastra menunjukkan penurunan grafik need for closure. Semakin banyak bacaan yang mereka baca, maka grafiknya semakin menurun. 

Jenis bacaan sastra dan frekuensi atau waktu membaca mereka juga mempengaruhi hasil grafik.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Lalu Nasib: Tontonan dan Tuntunan Masyarakat

Dari penelitian kami dapat ditarik kesimpulan bahwa menurunkan need for closure napiter merupakan suatu langkah alternatif untuk mengubah pola pikir para mantan teroris.

Memang, rangkaian proses dan penelitian lanjutan guna membuat temuan ini lebih menjanjikan masih diperlukan, namun hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tahap awal untuk merumuskan program deradikalisasi yang lebih efektif.

Membaca sastra dan kepribadian

Sebelum kami melakukan penelitian ini pada narapidana terorisme, kami berangkat dari sejumlah penelitian terdahulu tentang sastra.

Bacaan dan kepribadian sebenarnya punya kaitan yang kuat satu sama lain. Saat ini, sudah cukup banyak penelitian yang mencoba melihat bagaimana sastra dan perilaku manusia dapat saling berkaitan satu sama lain.

Sebuah penelitian psikologi yang dilakukan Emanuele Castano dari Universitas Trento bersama David Comer Kidd dari Universitas Harvard, membuktikan bahwa bacaan sastra memberikan pengaruh dalam meningkatkan kemampuan berempati individu.

Ada pula beberapa penelitian psikologi lainnya yang mengkaji bagaimana sastra dapat mengubah kondisi psikologis seseorang, seperti penelitian yang dilakukan oleh Raymond A. Mar dari Universitas York, Inggris, Keith Oatley, dan Maja Djikic yang keduanya berasal dari Universitas Toronto, Kanada. Sastra yang baik dianggap mampu memberikan gambaran yang berfokus pada karakter manusia secara psikologis.

Sastra memberikan ruang bagi pembaca untuk membawa kesadaran psikologis tokoh ke dalam dunia nyata, melawan kehidupan yang rumit dan batin yang sulit dipahami. Secara tidak langsung, kondisi tersebut mengajak seseorang untuk memahami perasan orang lain.

Selain itu, buku sastra juga dapat memberi pengaruh yang signifikan terhadap need for closure. Individu yang memiliki need for closure yang rendah cenderung memiliki kemampuan berpikir yang lebih imajinatif dan tidak kaku. Kondisi ini berpotensi membebaskan seseorang yang terjerat dalam ideologi radikal.

Masalah budaya baca

Salah satu tantangan kita adalah budaya baca bangsa Indonesia yang rendah. Ini juga menjadi tantangan dalam upaya melawan ideologi kekerasan radikalisme sejak dini lewat karya sastra.

Sistem pendidikan kita yang hanya terpaku pada urusan kognitif semata juga sulit untuk berkontribusi dalam melawan kekerasan sedini mungkin. Ruang afektif yang membantu kita belajar untuk lebih imajinatif, empati, atau peduli terhadap sesama kerap terabaikan begitu saja.

Membaca sastra akan menjadi pilihan yang patut untuk dicoba demi menumbuhkan atau membuka ruang-ruang tersebut.

Di masa depan, kami berharap bisa memberikan temuan yang lebih menarik tentang bagaimana bacaan sastra mampu menjadi jawaban dari permasalahan program deradikalisasi yang ada.***

sumber: The Conversation

 




Lagu-lagu Sedih Membuat Lebih ‘Nyaman’?

Menyimak Album ‘30’ Adele: mengapa lagu-lagu sedih membuat kita lebih nyaman?

lombokjournal.com ~ Ratusan juta pengguna mendengarkan streaming dari single pertama dari album Adele, 30, yakni Easy On Me. Lagu yang membangkitkan perasaan yang tak mudah diungkapkan dengan kata-kata. 

Tapi kita mungkin setuju, lagu itu adalah lagu sedih. Kesukaan kita terhadap lagu-lagu sedih sebenarnya tidaklah jelas. Biasanya, kesedihan adalah perasaan yang kita coba hindari

Namun, lagu-lagu sedih menarik dan mengangkat emosi kita. Nah, mengapa mendengarkan musik sedih terasa begitu menyenangkan?

Biologi musik sedih

Menyimak lahu-lagu Adele

Mari kita mulai dengan teori biologi. Ketika kita mengalami kehilangan di kehidupan nyata, atau berempati dengan rasa sakit orang lain, hormon seperti prolaktin dan oksitosin dilepaskan dalam diri kita. Ini membantu kita mengatasi kehilangan dan rasa sakit. Hormon-hormon ini membuat kita merasa tenang, terhibur, dan merasa didukung.

Merasakan rasa sakit Adele, atau mengingat rasa sakit kita sendiri, dapat menyebabkan perubahan kimiawi dalam diri kita. Memutar lagu Adele pada aplikasi gawai bagaikan mengklik tetesan morfin metaforis kita sendiri.

Namun, teori ini masih belum dipastikan. Satu studi tidak menemukan bukti bahwa musik sedih meningkatkan kadar prolaktin. Bagaimanapun, penelitian lain telah mengisyaratkan peran prolaktin dan oksitosin dalam membuat musik sedih terasa menyenangkan.

BACA JUGA: Maestro Rudat, ZAKARIA, Bahagia dengan Seni Rudat

Psikologi musik sedih

Alasan utama kita menikmati lagu-lagu sedih adalah karena lagu itu sangat “menggugah” kita. Pengalaman ini biasanya disebut kama muta, istilah Sansekerta yang berarti “tergerak oleh cinta”. Perasaan tergerak bisa melibatkan rasa tenang, rasa merinding, luapan emosi (termasuk emosi romantis), kehangatan di dada, dan kegembiraan.

Tapi mengapa kita merasa tergerak? Penulis Amerika Serikat James Baldwin memahami hal ini ketika dia merenungkan: “Hal-hal yang paling menyiksa saya adalah hal-hal yang menghubungkan saya dengan semua orang yang hidup dan yang pernah hidup.” Begitu pula perasaan tergerak bisa datang dari perasaan kita yang tiba-tiba merasa lebih dekat dengan orang lain.

Ini mungkin menjelaskan mengapa orang yang paling mungkin merasa tergerak oleh musik sedih adalah mereka yang berempati tinggi. Ketika kita sudah mendengarkan Album 30-nya Adele, kita mungkin akan mencoba beralih ke bagian kolom reaksi atas album itu untuk melihat bagaimana perasaan orang lain. Ini memungkinkan kita berbagi pengalaman emosional dengan orang lain. Rasa berbagi bersama meningkatkan perasaan tergerak dan memicu perasaan nyaman dan memiliki.

Hal ini menunjukkan bahwa musik sedih Adele bisa menjadi teman bagi kita. Musik-musik ini bisa berperan sebagai pengganti sosial. Musik sedih bisa berperan sebagai teman imajiner yang memberikan dukungan dan empati setelah kehilangan. 

Perasaan tergerak juga dapat dihasilkan dari kenangan yang dipicu oleh momen-momen penting dalam hidup kita. Lagu-lagu Adele sangat menciptakan nostalgia. Bisa jadi, mungkin yang kita nikmati adalah nostalgia tersebut, bukan kesedihan.

Lagu-lagu sedih yang menggugah

Memang, ketika mendengarkan musik sedih, hanya sekitar 25 persen mengatakan bahwa mereka benar-benar merasa sedih. Sisanya mengalami emosi lain yang sering terkait, dan paling sering; bernostalgia. Perasaan nostalgia dapat membantu meningkatkan rasa keterhubungan sosial kita, mengurangi perasaan tidak berarti, dan mengurangi kecemasan.

Jenis teori psikologis yang sama sekali berbeda mengatakan bahwa lagu-lagu Adele bisa memberikan kebugaran emosional. Mereka memberi kita ruang yang aman dan terkendali di mana kita dapat menjelajahi kesedihan yang disimulasikan. Mereka secara emosional sama halnya dengan Neo yang bertanding dengan Morpheus dalam film Matrix.

BACA JUGA: Maestro Tari, Amaq Raya, Pernah Menari di Depan Dua Presiden

Kesedihan yang disimulasikan memungkinkan kita bereksperimen dengan dan belajar dari emosi ini. Kita dapat meningkatkan empati kita, belajar untuk lebih melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dan mencoba memahami tanggapan yang berbeda-beda atas kesedihan. Ini dapat membuat kita lebih siap ketika kesedihan benar-benar hadir. Pengalaman ini kemudian berkembang menjadi menyenangkan untuk dicoba.

Memahami kesedihan

Dalam pandangan lain, bisa jadi lagu Adele dianggap kurang enak didengar karena mereka membuat sedih atau menciptakan nostalgia. Namun, lagu-lagu itu dianggap enak didengar karena liriknya indah. Dengan ini, kesedihan bisa saja terjadi bersamaan dengan keindahan. Melihat  kebajikan atau keindahan moral memang dapat memancing perasaan terangkat dari rasa jatuh dan dapat menyentuh, menggerakkan, dan menginspirasi kita.

Kita juga bisa memikirkan hal ini dalam lingkup budaya. Di sini kita dapat melihat kesenangan yang diberikan lagu-lagu Adele kepada kita, di mana liriknya membantu kita memaknai sesuatu. Adele mengambil pengalaman hidup yang sulit dan membantu kita memahaminya.

Inilah yang banyak dilakukan seni tragis. Dibutuhkan rasa sakit dan penderitaan dan kesedihan dunia, lalu memberinya makna. Seperti yang pernah dikatakan oleh filsuf Jerman Friedrich Nietzsche, seseorang yang memiliki alasan untuk hidup dapat menanggung hampir semua cara.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Pada akhirnya, lagu Adele akan memiliki arti yang berbeda bagi masing-masing dari kita. Kita mendengarkan musik sedih ketika kita ingin berefleksi, menjadi bagian darinya, atau sekedar ingin bersantai. Kita mendengarkan itu untuk memaknai keindahan, mendapatkan kenyamanan, atau mengenang sesuatu.

Lagu-lagu sedih yang menggerakkan emosi

Bagi kita semua, lagu Adele seakan mengatakan: Anda tidak sendirian dalam kesakitan. Lagu-lagu itu membiarkan kita merasakan sakitnya, saling berbagi dengan penderitaan kita, dan terhubung dengan orang lain dari masa lalu dan masa kini. Dan dalam kebersama.***

 

 

sumber : The Conversation

penerjemah: Rachel Noorajavi




Kontingen Pesparawi NTB Didukung Maju ke Ajang Nasional 

Gubernur Zul berharap, Kontingen Pesparawi NTB di event Pesparawi Nasional XIII bukan hanya mengejar kemenangan

MATARAM.lombokjournal.com ~ Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, memberikan dukungan penuh terhadap Pekan Seni Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Provinsi NTB, yang akan berlaga di Yogjakarta pada event Pesparawi Nasional XIII pada bulan Juni.

“Pemerintah Provinsi NTB tentunya akan mendukung penuh teman-teman ini yang akan berlaga di Yogyakarta nanti di bulan Juni. Semoga kontingen ini bisa mengharumkan dan menjaga nama baik Provinsi NTB,” kata gubernur.

Kontingen Pesparawi NTB didukung Gubernur NTB

Ia mengatakan itu saat membuka sekaligus melepas Kontingen Pesparawi Provinsi NTB, di Hotel Lombok Plaza, Mataram pada Sabtu (14/05/22).

Gubernur Zul berpesan kepada seluruh kontingen agar tidak hanya mengejar kemenangan atau juara. 

BACA JUGA: Harga Jagung Anjlog, Gubernur Sarankan Dikspor  

Tapi menemukan sahabat dan mempererat tali persaudaraan juga hal yang tidak kalah pentingnya.

“Menang dan juara oke, tapi menemukan sahabat dan mempererat persaudaraan disana jauh lebih penting,” pesan Gubernur Zul..

Pesta Paduan Suara Gerejawi (PESPARAWI) adalah bagian kegiatan pembinaan mental spiritual dan etika umat Kristen.

Sekaligus sebagai wahana perwujudan iman dalam kehidupan berjemaat, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Event Pesparawi Nasional XIII yang akan dilaksanakan di Yogyakarta akan berlangsung 17-26 Juni 2022. Untuk Provinsi NTB sendiri akan mengikuti 7 cabang dari 12 cabang yang dilombakan.

BACA JUGA: Pelakor, Kenapa Hanya Perempuan yang Disalahkan

Hadir pula menemani Gubernur NTB dalam kegiatan ini, Kakanwil Kemenag NTB, Kepala Dispora Provinsi NTB dan Kepala Biro Kesra Setda Provinsi NTB. ***

 




Pertunjukan Wayang Botol, Edukasi untuk Siaga Bencana

Di Desa Santong Mulia berlangsung pertunjukan Wayang Botol, untuk mengedukasi pentingnya kesiagaan menghadapi bencana alam

KAYANGAN,KLU.lombokjournal.com ~ Pertunjukan Wayang Botol di Desa Santong Mulia, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Kamis (31/03/22) menjadi sarana dalam pembelajaran kepada masyarakat tentang kesiagaan dalam kondisi bencana alam. 

Pertunjukan wayang botol tersebut di inisiasi oleh Yayasan Sheep Indonesia dan Pemerintah Desa Santong Mulia sebagai wujud kepedulian akan pentingnya edukasi menyeluruh terkait kesiagaan dalam kondisi bencana alam. 

BACA JUGA: Edukasi untuk Siaga Bencana Harus Terus Menerus

Meramaikan pertunjukan Wayang Botol
Tari kreasi anak-anak

Agenda tersebut menjadi salah satu langkah dari yayasan sheep indonesia dalam memberikan edukasi kepada semua kalangan masyarakat terkait kebencanaan. 

Berbagai pihak pun turut mendukung agenda tersebut, mulai dari Karang Taruna Panji Daring, Tim Siaga Bencana Desa Santong Mulia, hingga Aliansi Jurnalis Independen Mataram.

Selain pertunjukan wayang botol, agenda tersebut juga dimeriahkan oleh beberapa pertunjukan tari kreasi dari anak-anak Desa Santong Mulia. 

Sulistiyo, Koordinator Yayasan Sheep Indonesia mengungkapkan, langkah edukasi siaga bencana kepada masyarakat dengan konsep kesenian, merupakan cara yang terbilang efektif dalam mendapatkan atensi dari masyarakat. 

BACA JUGA: Kapolda NTB Kunjungi Lombok Utara, Jelaskan Amanah Kapolri

Terlebih lagi dalam pertunjukan wayang botol tersebut anak-anak usia dini di Desa Santong Mulia dapat ikut berpartisipasi menjadi pemain/dalang dalam pertunjukan Wayang Botol.

“Agenda ini bisa menjadi pembelajaran bagi anak-anak maupun masyarakat secara umum terkait kesiagaan dalam kondisi bencana, dan juga sebagai edukasi terkait kegunaan atau fungsi PEM (Pusat Evakuasi Bencana) yang kita dirikan di desa Santong Mulia tepatnya di dusun Lokok Sutrang.” ungkap Sulistiyo

Pada sambutannya, Hermanto selaku Kepala Desa Santong Mulia mengungkapkan, agenda tersebut menjadi agenda awal di Desa Santong Mulia yang sekaligus menjadi launching Kampung Ramadhan Desa Santong Mulia. 

BACA JUGA: Pembangunan Kantor Bupati Lombok Utara Dimulai

Masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang UMKM, diberikan ruang selama bulan ramadhan untuk memasarkan produk-produk mereka. 

Pertunjukan Wayang Botol mengedukasi siaga bencana
krew Wayang Botol

Kemudian terkait pertunjukan Wayang Botol diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat untuk bisa mengambil hikmah dari bencana alam yang terjadi di Lombok Utara beberapa tahun silam.

“Dalam agenda ini kita sama-sama mengingat kembali peristiwa bencana, dengan harapan kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran kedepannya,” kata Hermanto.***

 

 




Patung “Speed” Jokowi Akan Jadi  Spot Foto Favorit

Gubernur Zulkieflimansyah mengatakan, pemasangan Patung “Speed” Jokowi nantinya akan banyak dikunjungi masyarakat untuk berfoto

LOTENG,lombokjournal.com ~ Patung “Speed” Jokowi telah terpasang di area depan Pertamina Mandalika Internasional Street Circuit, Lombok Tengah. 

Patung “Speed” Presiden  Jokowi menjadi ornamen yang akan banyak dikunjungi masyarakat untuk berfoto. 

Gubernur menyaksikan pemasangan Patung Presiden Jokowi

Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengatakan itu saat menghadiri pemasangan Patung “Speed” Jokowi, Minggu (13/03/22).

“Ketika Pak Jokowi pakai motor saja banyak yang foto-foto, saya kira ini akan lebih rame lagi dan kalau menurut saya ini akan menjadi spot yang sangat favorit sebagai tempat foto masyarakat nantinya,” tutur Bang Zul.

Ia menyaksikan pemasangan patung itu didampingi Kepala Dinas PUPR, Ir. H. Ridwan Syah Patung “Speed” Jokowi tersebut merupakan karya seniman patung ternama, Nyoman Nuarta.

 Bang Zul juga mengungkapkan, ornamen Patung “Speed” Pak Jokowi menggambarkan suatu inspirasi. 

BACA JUGA: Bus Gratis untuk Penonton MotoGP, Ini Rute dan Jadwalnya

“Ornamen ini menggambarkan suatu inspirasi, pak Jokowi yang kerjanya cepat dapat kita jadikan inspirasi,” tuturnya.

Selain itu, Bang Zul juga menyampaikan antusias masyarakat lokal dalam menyambut perhelatan MotoGP, tiket hari ke – 3 sold out.

“Tiket hari yang ke – 3 sudah sold out, karena antusiasme masyarakat lokal yang cukup tinggi, kami Pemerintah Provinsi NTB berterimakasih diberikan kesempatan masyakarat untuk menonton disisi kiri dan di sisi lain,” ungkap Bang Zul. ***

BACA JUGA: Menteri BUMN Didampingi Gubernur NTB Tinjau Sirkuit Mandalika




Maestro Rudat, ZAKARIA, Bahagia dengan Seni Rudat 

Sosok Zakaria sang maestro Rudat sangat sederhana. Kesehariannya bekerja sebagai buruh harian lepas serabutan. Mungkin bagi sebagian orang dia hanyalah orang biasa. Tapi lihatlah, di balik kesederhanaannya, ada keyakinan yang kokoh dalam dirinya. Naniek I Taufan menuliskan kiprah Zakaria

KLU.lombokjournal.com ~ Zakaria merupakan satu dari tidak banyak orang yang mau menghabiskan waktunya untuk melestarikan kesenian tradisional Lombok, seni Tari Tradisi Rudat.

Lebih dari sebagian hidupnya ia dedikasikan untuk menjaga daya hidup Rudat di kampung halamannya di Lombok Utara. 

Kegiatan sehari-hari sang maestro, memetik cengkeh
Kegiatan sehari-hari Zakaria, metik cengkeh

Kecintaannya pada Rudat yang diwarisi turun temurun oleh keluarganya selama puluhan tahun lamanya, tidak membuatnya mundur meski hanya dibayar seadanya setiap kali pentas. 

Kegigihan dan konsistensi sosok yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal bidang seni ini dalam melestarikan Rudat, membuatnya terpilih sebagai seorang Maestro Nasional Tari Rudat.  

Lahir dan tumbuh dalam lingkungan seniman tradisional, Zakaria menitiskan darah seni dari sang kakek juga ayahandanya. Masa kecilnya ia habiskan untuk menonton seni tari tradisional Rudat dari kampung ke kampung. 

Sang ayah yang secara turun temurun melestarikan seni Rudat di kampung tempatnya tinggal Dusun Tanak Ampar Desa Pemenang Timur Kecamatan Pemenang Lombok Utara, kerap mengajaknya dalam pertunjukan-pertunjukan rudat. 

BACA JUGA: Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam

Dari sanalah, kecintaan Jaka (panggilan akrabnya), terhadap Rudat mulai tumbuh hingga akhirnya ia tidak bisa melepaskan diri dari seni tradisi Rudat hingga saat ini. 

Bermula sebagai penonton, di usia 10 tahun Jaka kecil akhirnya mulai tertarik untuk menjadi bagian dari tari Rudat ini. Berbagai peran pun ia mainkan, menjadi aktor dan juga penari rudat. Bakatnya sebagai anak rudat memang telah terlihat sejak kecil.

Meski memiliki kakek dan ayah yang secara turun temurun menggeluti Rudat, Jaka tidak pernah belajar khusus untuk menjadi aktor maupun penari rudat, melainkan pengalaman dan pengamatannya lah yang menjadi guru baginya. 

Kemampuan dan ketajaman intuisinya dalam menangkap roh rudat, membuatnya lekas beradaptasi dan lebur dalam gerak tari serta penokohan Rudat.

Puluhan tahun sudah, pria kelahiran 1974 ini menggeluti rudat hingga akhirnya ia mengabdikan diri sepenuhnya pada seni rudat. Demi melestarikan seni tradisi Rudat, Jaka lalu mendirikan sanggar seni ‘Rudat Setia Budi Terengan’ yang mengajak dan mengajarkan anak-anak muda Lombok Utara khususnya, untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan Rudat. Rudat telah ada sejak sekitar tahun 1920-an di kampung halaman mereka. 

Dedikasi dan kecintaan Jaka yang sama sekali tak memiliki latar belakang pendidikan formal seni ini pada seni tradisi rudat, akhirnya membuat Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia memilihnya sebagai salah seorang maestro nasional tari Rudat. 

BACA JUGA: Wayang Sasak, Lalu Nasib: Tontonan dan Tuntunan Masyarakat

Bahkan pada tahun 2017 lalu, sang maestro mendidik para siswa dari seluruh Indonesia pada program Belajar Bersama Maestro yang diselenggarakan oleh Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 

Sang Maestro menjelang pentas

Bertahan dalam keyakinan melestarikan bidang seni tradisi dalam masa puluhan tahun seperti ini, bukanlah hal mudah hingga ia dilabeli predikat sebagai seorang maestro. 

Terpilih sebagai maestro nasional untuk tari rudat bukanlah tujuannya selama ini, sebab ia masih memiliki besar untuk membawa Tari Rudat tetap lestari dan mampu bertahan di tengah arus modernisasi saat ini. 

Lebih dari itu ia sangat ingin rudat diakui UNESCO sebagai tari tradisional khas KLU. Bagi Jaka yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan ini, tidak ada prioritas lain dalam sisa hidupnya melainkan agar ia bisa hidup bahagia bersama rudat. ^^^

 




Dekranas 42 Tahun, Diharapkan Sukses Memayungi Perajin

Ketua Dekranasda NTB berharap, di usia ke 42 tahun Dekranas makin sukses memayungi dan mengembangkan produk-produk seni dan kerajinan Indonesia

MATARAM.lombokjournal.com ~ Dalam peringatan ulang tahun Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) ke-42, Ketua Dekranasda Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah mengucapkan selamat dan sukses untuk para pengrajin Dekranasda se-Indonesia. 

BACA JUGA: Bupati Djohan: Talas Beneng Punya Prospek Ekonomi Luar Biasa

Dekranas diharapkan perkuat perajin
Hail Kerajinan Lombok

Hal tersebut disampaikan Bunda Niken melalui video singkat ucapan ulang tahun Dekranas yang ditampilkan saat Syukuran HUT Dekranas ke-42 secara virtual, Jumat (04/03/22).

“Segenap keluarga besar Selamat ulang tahun Dekranas yang ke-42. Semoga semakin sukses dalam memayungi dan mengembangkan produk-produk seni dan kerajinan Indonesia. Perajin kuat, Dekranas Hebat,” ucapnya.

Harapan yang sama juga disampaikan Ketua Umum Dekranas, Hj. Wury Ma’ruf Amin. Ia berharap di usia 42 tahun, Dekranas semakin produktif dan berperan besar untuk Indonesia.

“Harapan kita semua menginjak usia ke-42 ini, Dekranas semakin produktif, semakin besar peran dan pengabdiannya untuk perajin, masyarakat, bangsa dan negara tercinta, Indonesia,” katanya.

Selain itu, hadir juga Hj. Iriana Joko Widodo selaku Pembina Dewan Kerajinan Nasional. Ia berharap Dekranas semakin matang dalam menjalankan tugas guna membina para perajin Indonesia.

“Semoga dengan bertambahnya usia, Dekranas semakin matang dalam menjalankan tugas untuk membina para perajin Indonesia menjadi bagian tak terpisahkan dari kemajuan sektor kerajinan di Indonesia,” harap istri Presiden Jokowi tersebut.

BACA JUGA: Reses HBK Salurkan Bantuan Bedah Rumah dan Paket Sembako

Turut hadir dalam acara syukuran HUT Dekranas ke-42, yaitu Menteri Perdagangan RI, Menteri Perindustrian RI, Ketua Harian Dekranas, Sesepuh Dekranas, dan Ketua serta Pengurus Dekranasda se-Indonesia.***

 




Maestro Tari , Amaq Raya Pernah Menari di Depan Dua Presiden

Amaq Raya, Sang Maestro dari Lenek, Lombok Timur, ingin terus menari hingga tubuhnya tak mampu bergerak lagi, mungkin ia satu-satuya seniman Lombok yang pernah menampilkan karyanya di depan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Nanik I Imtihan menuliskan dedikasi Amaq Raya sebagai seniman tari tadisi

MATARAM.lombokjournal.comAmaq Raya hanyalah lulusan sekolah dasar (Sekolah Rakyat). Namun dari keterbatasan hidup dan ilmu pengetahuan formil itu, justru mengajarkan dan menuntun mereka melahirkan karya-karya yang original, yang materinya diolah dari apa yang ada di sekitar mereka.

Maestro Tari Sasak
Amaq Raye

Tari-tari tradisi karya Amaq  Raya mampu menegaskan perbedaan mendasar dari dasar-dasar gerak tari Sasak dengan Bali.

Tari tradisi Sasak itu juga belum dipatenkan, langgam dan ragam geraknya, dan ini bisa dimulai dari Amaq Raya. Dari kacamata akademisi Amaq Raya dinilai mampu menemukan ide dan gagasan dengan cara yang sangat sederhana.

“Amaq Raya mampu menemukan ide dan gagasannya dengan cara yang sangat sederhana,” ungkap, Dr. Salman Alfarisi, seniman lulusan ISI Yogyakarta yang kini mengajar di Universitas Sultan Idris Malaysia.

Dalam salah satu eksplorasi karya Amaq Raya misalnya, geraknya mencoba melakukan dan menirukan gerak-gerak burung dimana bisa jadi tanpa ia sadari muncul kesadaran untuk melakukan stilisasi gerak burung tersebut atau mengkopi gerakan persis seperti burung.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Inilah salah seorang maestro tari tradisi Sasak yang mengabdikan dirinya dalam dunia kesenian hingga usianya sepuh.

Siang itu, di berugak rumah sederhananya, kepala, tubuh dan tangannya bergerak, melenggok indah ketika ia bicara. Mata sepuhnya bersinar, berbinar tatkala ia mengisahkan setiap gerakan tari yang diciptakannya.

Amaq Raya, seniman tari tradisi yang menghabiskan hampir seluruh bagian hidupnya untuk berkarya. Lahir dan besar di Desa Lenek, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Amaq Raya yang memiliki nama asli Loq Saleh ini tumbuh dalam lingkungan yang dekat dengan kesenian.

Bagaimana tidak, selain kampung halaman tempatnya tinggal adalah tempat lahirnya seniman-seniman tradisi, ayahnya pun adalah seorang seniman ternama di desanya. Itulah yang kemudian membuatnya menjadi seniman serba bisa.

Sepanjang hidupnya, Amaq Raya tidak pernah menjalani masa sekolah selayaknya anak-anak lain apalagi sampai menimba ilmu seni secara formal, sebab ia hanyalah lulusan sekolah rakyat. Ia juga tidak berguru kesenian secara intensif (meski ia memiliki guru bernama Amaq Tahim, seniman tradisi di desa itu).

Ia justru banyak belajar mengolah bakat seni yang diwarisi dari sang ayah dengan melakukan pengamatan dan mengikuti pertunjukan berbagai seni tradisi ke sana kemari, dari satu desa ke desa lainnya bersama sang ayah dan kelompok keseniannya.

Sejak muda, Amaq Raya dikenal sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan kesenian tradisi seperti tari tradisi Gandrung, teater tradisi Cupak Gurantang, wayang Sasak. Tidak itu saja, waktu dan pengalaman yang menempanya membuat intuisi seninya terasah tajam.

Ia lalu menciptakan berbagai tari tradisi yang rohnya ia ambil dari pengamatannya pada apa yang terjadi di sekitarnya juga kejadian-kejadian alam semesta yang sempat terpotret olehnya. Sumber karya Amaq Raya adalah alam semesta dan jagat raya.

BACA JUGA: Wagub Sitti Rohmi Mengaku Belajar Dari Siswa SLB

Bahkan dari gerak dan perilaku seekor burung yang tengah mandi pun akhirnya menginspirasinya untuk berkarya. Dari sinilah karya tari tradisi Gagak Mandiq lahir.

 “Saya belajar gerakan-gerakan tari itu dari alam yang ada di sekitar saya,” ujar Amaq Raya.

Tahun 1993 adalah salah satu momentum yang paling berharga baginya ketika ia mendapat kesempatan untuk menggelar karya tari tradisi Gagak Mandiq di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta dalam program Maestro yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Ia menikmati hidupnya dengan terus berkarya, bahkan hingga saat usianya sepuh kini. 

Beberapa karya tari tradisi lain yang diciptakannya Tari ‘Pidata’, tari ‘Pakon’, tari ‘Kembang Jagung’. Ia juga menciptakan gending ‘Semar Geger’, gending ‘Pemban Selaparang’, dan lainnya.

Karya-karya tarinya memiliki kekuatan tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh koreografer lain. Ia melahirkan karya yang merupakan perpaduan wiraga (gerak raga) dan wirasa (gerak jiwa). Baginya, menari bukan semata gerakan raga, melainkan sekaligus menggerakkan jiwa sehingga melahirkan karya seni bercita rasa dan bernilai tinggi.

Ketenaran namanya sebagai seniman tradisi yang sangat aktif membuat ia kerap diundang untuk mengisi acara-acara penting di Nusa Tenggara Barat bahkan acara-acara kenegaraan. Kebanggaan itu diungkapkan Amaq Raya seperti ketika tampil di depan Presiden Soekarno di Bali tahun 1957.

Tidak itu saja, pada kunjungan Presiden Soekarno di Lombok tahun 1958, ia juga tampil menarikan tari-tari tradisi. Lalu pada tahun 1990 ia tampil di Istana Merdeka di depan Presiden Soeharto.

Pada tahun 1988, ia memperkenalkan berbagai kesenian tradisi Lombok yakni Cepung, Kecimol, Peresean dan tari gandrung, berkeliling ke tiga provinsi yakni Tokyo, Kagawa dan Omea.

BACA JUGA: Wagub Sitti Rohmi Jelaskan Sabtu Budaya di Sekolah

“Bangga sekali rasanya saya bisa dua kali menari di depan Presiden Soekarno dan memperkenalkan berbagai seni tradisi Lombok di Jepang” katanya.

Maestri tampil di TIM
Menggelarkarya di tim Tahun 1993

Nama dan karya-karya Amaq Raya adalah warisan seni bagi Nusa Tenggara Barat yang akan terus hidup dengan umur yang panjang. Namun begitu, meski ia dikenal sebagai seorang seniman ternama Nusa Tenggara Barat, kehidupan kesehariannya sangat sederhana, bahkan diakuinya lebih sering kekurangan.

Ia hidup dengan sangat sederhana, di sebuah rumah yang apa adanya. Namun, sebagai seorang maestro, Amaq Raya menikmati segala proses hidupnya selayak ia menikmati prosesnya dalam berkarya selama ini. Tubuh dan usia yang terus menua, tidak akan mampu menghentikan untuk berkarya.

Sebab Sang Maestro berkata, “saya akan menari sampai tubuh saya tak bisa bergerak lagi”.***

 

 




Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Wayang Sasak diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Prapen yang merupakan anak cucu keturunan Sunan Giri, dan seni pewayangan mulai masuk ke Lombok bersamaan dengan penyebaran agama Islam di pulau ini. Penelusuran wayang Sasak yang ditulis Nanik I Taufan ini menguak pentingnya wayang dalam penyebaran Islam di Lombok

MATARAM.lombokjournal.com ~ Gelak tawa penonton selalu mewarnai pertunjukan Wayang Sasak yang didalangi dalang Sasak senior, Lalu Nasib.

Puluhan tahun menjadi dalang, inovasi dan kreativitas Lalu Nasib tetap menarik minat masyarakat Lombok untuk tetap menonton wayang, di tengah gempuran tontonan-tontonan instan yang disajikan televisi dan media teknologi lainnya dengan segala kegemerlapannya.

Dalam wayang Sasak, pengiringnya di balik layar
Di balik kelir (layar)

Humor-humor segar yang merespon situasi terkini menjadi kekuatan Lalu Nasib dalam mendalang. Meskipun tidak lagi banyak digelar, seni pertunjukan Wayang Sasak masih digemari oleh masyarakat di Pulau Lombok terutama di pedesaan.

Sebagai dalang, Lalu Nasib menjadi barometer pewayangan di Pulau Lombok. Kekhasan humor dan penciptaan tokoh pewayangan menjadi kelebihan tersendiri baginya.

Ia juga mampu membawa pewayangan Sasak menembus situasi-situasi terkini, sehingga di anga dalang Lalu Nasib, cerita wayang Sasak tidak hanya melulu tentang Jayengrana seperti aslinya. Tapi bisa dijadikan sebagai penyampai pesan-pesan pembangunan, penyuluhan Keluarga Berencana, Pilkada dan lain-lain.

Wayang yang didalangi Lalu Nasib menggunakan Bahasa Sasak, sehingga pesan-pesan moral, kritikan, sindiran dan lainnya mudah diterima dan dimengerti masyarakat. Cerita intinya memang tetap pada pakem cerita Jayengrana, namun di sela-sela pergelaran, improvisasi Lalu Nasib bisa menjangkau hal-hal terkini.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Lalu Nasib: Tontonan dan Tutunan Masyarakat

Namun begitu, Lalu Nasib akan selalu kembali pada cerita/lakon aslinya Jayengrana.

Sama halnya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa dan Bali, seni pertunjukan wayang juga hidup dan berkembang di Pulau Lombok sebagai hiburan rakyat. Seni pewayangan mulai masuk ke Lombok bersamaan dengan penyebaran agama Islam di pulau ini.

Hal ini bisa dilihat dalam sejarahnya wayang Sasak diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Prapen yang merupakan anak cucu dari keturunan Sunan Giri. Penyebaran Islam tidak dilakukan langsung pada masyarakat melainkan menggunakan media wayang.

Tokoh-tokoh Islam dahulu menyebarkan Islam dengan cara yang halus melalui seni dengan simbol-simbol (wayang) yang selalu menyesuaikan dengan tempat, kondisi geografi maupun latar belakang masyarakatnya.

BACA JUGA: Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Wayang Sasak digelar kala itu untuk menarik perhatian masyarakat berkumpul sehingga mudah menyampaikan kisah-kisah berkaitan dengan agama Islam dalam lakon-lakon yang dimainkan. Sumber lakon wayang Sasak diambil dari Serat Menak yang isinya tentang perjuangan Amir Hamzah yang lebih dikenal dengan Prabu Jayengrana atau Raja Negeri Mekah atau Puser Bumi.

Jayengrana merupakan tokoh utama yang menyebarkan Agama Islam dalam dunia pewayangan Sasak.

Seni pertunjukan wayang di Pulau Lombok benar-benar beradaptasi dengan kondisi sosial   masyarakat di Pulau Lombok sejak wayang pertama kali masuk. Dalam wayang Sasak bahasa yang digunakan secara umum adalah Bahasa Sasak kecuali tokoh Raja, Tumenggung yang tetap memakai Bahasa Jawa Kuno (Kawi).

Dalam perkembangan wayang Sasak di Lombok, untuk memudahkan masyarakat memahami isi lakon, Lalu Nasib enciptakan tokoh-tokoh wayang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Sasak, seperti Amaq Ocong, Inaq Baok, Inaq Itet, Amaq Kesk dan Begol.

BACA JUGA: Festival Bau Nyale Spirit Kebahagiaan, Ini Kata Bang Zul

Sumbernya Serat Menak

Wayang Sasak bersumber dari Serat Menak
Rusmadi, S.Sn (kanan)

Dalang lulusan Institut Seni Indonesia(ISI) Surakarta, Rusmadi, S. Sn, yang sejak tahun 1998 tinggal di Lombok menuturkan, jika wayang Jawa lakon ceritanya bersumber dari Mahabarata/Ramayana,  sedang wayang Sasak sumber dari Serat Menak.

Sebanyak 9 tokoh utama dalam wayang Sasaka, terdiri dari 7 wayang kanan, yakni Jayengrana, Umarmaya, Umar Made, Raden Maktal, Serandil atau Alam Daur, Saptanus dan Tantanus.

Sedangkan sebelah kiri terdapat 2 tokoh wayang, yakni Prabu Nursiwan dan Patih Baktak.

“Selain itu ada wayang kanan dan kiri, ada pula yang disebut wayang sekutu dari Jayengrana  dan Raja Siwunegara yang merupakan sekutu Prabu Nursiwan,” ungkap.Rusmadi.,

Tokoh-tokoh ini memiliki karakter dan masing-masing. Prabu Nursiwan adalah tokoh yang tidak memiliki pendirian. Sedangkan tokoh Umarmaya dan Umar Made adalah tokoh yang bijaksana sebagai penasehat politik.

Mereka berdua merupakan punakawannya Prabu Jayengrana. Selandir adalah tokoh yang kuat dan keras sebagai pahlawan, yang merupakan tangan kanan Prabu Jayengrana. Sedangkan Raden Maktal adalah patih yang sering menjadi duta mewakili Prabu Jayengrana dalam berbagai kesempatan. Ia adalah tokoh yang arif dan bijaksana. Saptanus dan tamtanus merupakan prajurit yang berperan sebagai Senopati (Panglima Perang).

Masalah yang paling banyak dimainkan dalam wayang Sasak adalah sekutu-sekutu dari Prabu Nursiwan antara lain, Patih Baktak (tokoh penghasut berhati culas, licik tapi politikus ulung) yang selalu menentang Prabu Jayengrana dalam menyebarkan kebaikan dengan menebar hasutan-hasutan.

Bertahan dalam tradisi

Salah satu keunikan wayang Sasak adalah kukuh mempertahankan ketradisiannya pada adegan per adegan. Gending pengiringnya seperti Kabor, Janggelan, Flutur tidak bisa diubah sehingga mempengaruhi irama pertunjukan yang sama dari dulu sampai sekarang sehingga terkesan lamban.  Di samping itu, proses penciptaan bunyi iringan gamelannya asli.

BACA JUGA: Protein Tinggi dan Antimikroba pada Cacing Nyale

Bunyi yang diciptakan dari iringan gamelan wayang Sasak yang terdiri dari 2 gendang, lanang (laki-laki) dan wadon (perempuan), suling besar dan panjang ukuran sekitar satu meter dengan diameter 5 cm, 1 knot, 1 kajar, 1 rincik dan 1 gong, asli Sasak tidak masuk pengaruh Jawa atau Bali atau daerah lainnya.

Keunikan lainnya, dalang Sasak dikenal bekerja lebih berat dan memiliki kemampuan yang lengkap dibandingkan dengan dalang dari daerah lain.

“Selain menjadi sutradara pergelaran, dalang Sasak piawai menjadi sinden karena dalam pertunjukan wayang  Sasak, tidak ada sinden seperti dalam wayang Jawa yang bisa menjadi selingan selama pertunjukan. Sehingga dalang memiliki kesempatan beristirahat sembari memikirkan cerita berikutnya,” lanjut Rusmadi yang juga Wakil Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Lombok.

Dalanglah yang melantunkan nyanyian sepanjang pertunjukan berlangsung. Inilah yang membuat tugas dalang Sasak menjadi berat. Dalang bertugas mendiskripsikan cerita, mengatur dialog antar tokoh hingga menyanyi tak henti-henti selama pertunjukan berlangsung.

Selain itu sistem pertunjukan wayang Sasak, dalang dan pengiring berada di balik layar. Ini berbeda dengan wayang Jawa dimana dalang, sinden dan seluruh pengirinya berada di depan layar sehingga dapat dilihat semua.

Pergelaran wayang Sasak

Dalam pertunjukan wayang Sasak hanya bisa dilihat dari balik kelir (layar). Ini disebabkan karena dalam masyarakat tradisi Sasak masih kuat anggapan bahwa yang disebut wayang adalah bayangannya sehingga penonton tidak dapat melihat dalang maupun pengirinya.

“Keunikan lain dalam wayang Sasak terbuka kemungkinan menciptakan tokoh-tokoh lain selain yang ada tersebut,” ujar dalang yang sehari-hari bertugas sebagai Tenaga Fungsional Pedalangan di Taman Budaya NTB ini.

Saat ini, wayang Sasak di Lombok yang menggunakan wayang kulit yang disebut wayang lendong mulai terbilang langka. Pertunjukan-pertunjukan yang digelar belum mampu kembali menarik minat masyarakat penontonnya dalam jumlah yang banyak seperti masa jayanya dahulu.

Meski begitu, dalam masyarakat pendukungnya, wayang Sasak masih merupakan hal yang dianggap sakral. Misalnya ketika ada masyarakat yang punya hajat perkawinan atau lainnya yang menggelar wayang Sasak, masih sangat menghindari lakon-lakon seperti Lampan Lahat (cerita tentang saat-saat menjelang kematian Jayengrana).

Pergelaran wayang Sasak

Cerita Lampan Lahat masih dianggap kisah yang angker dan tidak akan dipergelarkan mengisi hiburan-hiburan dalam kegiatan yang membahagiakan tersebut.

Lampan Lahat merupakan cerita yang angker bagi pertunjukan wayang Sasak yang hampir tidak pernah dimainkan oleh dalang-dalang di Pulau Lombok. ***

 




Wayang Sasak, Lalu Nasib; Tontonan dan Tuntunan Masyarakat

Seni tradisi Wayang sangat digemari di masyarakat Sasak, salah satunya karena kepiawaian dalang Lalu Nasib yang menjadikan wayang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Lalu Nasib sukses menyesuaikan pertunjukan wayangnya dengan situasi terkini Ini wawancara Nanik I Taufan, yang menggali sisi lain dalang berusia lebih 72 tahun tapi tetap bersemangat itu 

MATARAM.lombokjournal.com ~ Lalu Nasib, dalang Wayang Sasak, namanya tersohor hingga ke pelosok desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya di Pulau Lombok. 

Kiprahnya sebagai seorang dalang terbilang fenomenal, sebab ia memiliki ciri khas sendiri. Lucu dan segar, setidaknya itulah suasana yang bisa dinikmati penonton tatkala Lalu Nasib memainkan wayang-wayangnya.

Dalang Wayang Sasak
Lalu Nasib

Lalu Nasib menggemari wayang sejak kanak-kanak. Kegemarannya menonton wayang ia lalu membuat dan memainkan wayang-wayangan dari kardus. Bermula dari kegemaran menonton dan memainkan wayang itu, Lalu Nasib akhirnya memilih menjadi seorang dalang sejak tahun 1965. 

Sejak itu ia menjadi dalang yang mampu membius para penonton. Meski kini usianya telah menginjak 72 tahun lebih, Lalu Nasib tetap bersemangat memainkan wayangnya dan tetap tampil dengan penuh percaya diri. 

“Saya memang sangat menyukai dan senang menonton wayang sejak masa kanak-kanak,” katanya.

Salah satu kelebihan Lalu Nasib sepanjang 55 tahun  memainkan wayangnya, adalah  mampu menyatu dengan penontonnya. Ia senantiasa sukses menyesuaikan pertunjukannya dengan situasi terkini, dengan ragam kisah yang up to date. Ia selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang mewakili perasaan masyarakat kalangan bawah.

BACA JUGA: Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Sebagai seorang dalang yang lebih dari setengah abad berkarya, Lalu Nasib memiliki kharisma yang mampu membius para penonton. Ia memiliki kemampuan menciptakan pakem, gaya, genre, dan falsafah tersendiri dalam dunia pewayangan Sasak (Lombok), sehingga ia diterima dan diakui semua orang yang menjadikannya seorang Maestro

Ia mampu mengikuti perkembangan zaman dengan tetap eksis dalam dunia pewayangan hingga saat ini.

Bagaimana tidak, meski tetap memperhatikan pakem asli pewayangan Sasak, ia berinisiatif memasukkan benda-benda modern dalam pagelarannya, seperti alat transportasi tradisional Sasak berupa Cidomo. Bahkan hingga pesawat antariksa Apollo ada dalam pertunjukan wayangnya. 

Awalnya modifikasi ini mengagetkan, namun secara tidak langsung ternyata mampu mewakili kebutuhan hiburan masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah sebagai komunitas pendukung wayang Sasak. Kreativitas Lal Nasib akhirnya diterima sebagai salah satu ciri khas dari inovasi dalang Sasak.

Tidak itu saja, pergaulannya yang luas membuat Lalu Nasib mampu menciptakan tokoh-tokoh yang mewakili kalangan bawah. Ia menciptakan sendiri tokoh-tokoh wayang Sasak yang mewakili kalangan bawah yakni Rerencek dan Punakawan. 

BACA JUGA: Event Sport Tourism, Lombok Jadi Incaran Para Pemacu Adrenalin

Lalu Nasib mampu menghadirkan tokoh tokoh wayangnya dengan karakter lokal, Inak Ocong, Amak Ocong, Amak Amat, Amak Baok, dan Inak Etet. Tokoh-tokoh ini sangat mewakili masyarakat kelas bawah. Tokoh-tokoh wayang ini kini sangat terkenal di Lombok khususnya, sebab memiliki karakter masing-masing yang mewakili kelas bawah baik karakter maupun caranya berkomunikasi.

“Saya bergaul dengan semua kalangan, dari berbagai suku bangsa,” ungkapnya.

Kecerdasan Lalu Nasib dalam menciptakan tokoh-tokoh lokal ini dilakukannya berdasarkan pengamatan lapangan. Bukan hanya pada orang Sasak Lombok, melainkan pengamatan menyeluruh pada berbagai karakter masyarakat di Nusa Tenggara Barat, yang memiliki tiga etnis besar, yaitu Sasak, Samawa dan Mbojo. Termasuk tipikal karakter orang Jawa bahkan etnis lainnya yang bisa mengundang gelak tawa.

Naluri penciptaannya tak pernah mati. Lihat saja, di tengah gencarnya Pemerintah Provinsi NTB yang memfokuskan diri dalam bidang pariwisata dengan target jutaan wisatawan, Lalu Nasib juga akhirnya menciptakan tokoh wayang ‘bernuansa’ bule. 

Wayang Sasak jadi tontonan dan tuntunan masyarakat

Sebab itulah dalam memainkan wayangnya, Lalu Nasib senantiasa mengemas cerita dan memakai bahasa yang bisa merangkul ketiga etnis tersebut.  

Salah satu keahlian langka yang tidak dimiliki dalang lain di Lombok khususnya, adalah kepiawaian Lalu Nasib mempertontonkan pertunjukan wayang Sasak yang menawarkan celoteh jenaka dari Sang Maestro Lalu Nasib.

Ia tidak hanya memainkan wayang dengan kisah cerita, pakem dan tokoh aslinya, melainkan ia selalu merespon situasi terkini, topik yang tengah hangat di masyarakat, menjadi kekuatan petunjukan wayang Lalu Nasib. Ia paham memainkan wayangnya sebagaimana fenomena yang tengah berkembang. Untuk bisa menguasai materi pertunjukan, Lalu Nasib rajin membaca koran, mendengarkan radio dan  berbincang dengan banyak kalangan.

“Saya pelajari semua topik dan perkembangan informasi dari media massa dan pergaulan dengan banyak orang,” ujarnya.

Tak ayal, sepanjang pergelarannya ia mampu membuat penonton terhibur dengan gelak tawa yang garing. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dari Dalang Lalu Nasib adalah kemampuannya menguasai semua bidang, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Kebudayaan, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Ipoleksosbudkam) yang menjadi materi dalam setiap pertunjukannya. 

Ini menjadi nilai penting dari keberadaannya sebagai seorang dalang.  Sebab itu ia tetap mampu menjadikan pertunjukan Wayang Sasak sebagai tontonan dan tuntunan yang sesuai dengan masanya.

Itulah sebabnya Lalu Nasib menjadi dalang fenomenal yang langka milik Nusa Tenggara Barat. Sayangnya, perjalanan karir dan karyanya yang begitu panjang dalam dunia pewayangan Sasak tersebut, sejauh ini, tidak banyak terdokumentasi dengan lengkap. Padahal, nama dan kiprahnya di dunia seni pertunjukan pewayangan Sasak khususnya, dikenal hingga ke pelosok desa.

Bisa dikatakan bahwa dari tidak banyak lagi dalang wayang Sasak di Lombok (hanya sekitar 50-an dalang) saat ini, hanya nama Lalu Nasib yang masih dikenal luas dan tetap bertahan di hati masyarakat hingga hari ini. Kehadirannya dalam dunia seni pertunjukan tradisi pewayangan Sasak, tidak lekang oleh waktu, tak tergoyahkan oleh kemajuan zaman yang begitu pesat.

Ia tetap menjadi dalang idola yang pertunjukan-pertunjukannya selalu dinanti sebab ia mampu mampu mewakili kebutuhan masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.

Tawaran tontonan televisi dan berkembangnya media sosial yang melintasi teknologi canggih yang semakin beragam, tidak mampu sepenuhnya ‘mematikan’ kecintaan masyarakat terhadap keberadaan pertunjukan wayang Lalu Nasib. 

Meski mengalami pergeseran pada soal waktu dan volume pertunjukan serta lainnya, pertunjukan wayang Lalu Nasib masih ditanggap hingga saat ini. Ia tetap bisa menghadirkan pertunjukan yang mampu menjadi tontonan dan tuntunan bagi penikmat wayang Sasak.

“Hanya satu yang selalu saya ingat, untuk menjadikan pertunjukan wayang sebagai tontonan dan tuntunan bagi masyarakat,” katanya.***