Pelakor, Kenapa Hanya Perempuan yang Disalahkan?

ilustrasi pelakor / IST

Pelakor itu cap yang diberikan untuk perempuan yang selalu menjadi pihak paling disalahkan dalam kasus perselingkuhan, seolah-olah laki-laki yang terlibat pihak yang pasif, benarkah?

lombokjournal.com ~ Perempuan simpanan atau perempuan yang menjadi ‘cinta kedua’ seorang suami, dalam istilah kekinian disebut sebagai pelakor (perebut laki orang). 

Bagi perempuan umumnya, istilah ini sungguh menyakitkan. Betapa tidak?

Sebab dengan istilah pelakor itu berarti pihak perempuan saja yang berperan sangat aktif. Bagaima dengan peran laki-laki (kita sebut saja pihan yang juga berburu ‘cinta kedua’?).

Itulah soalnya. Dengan adanya istilah pelakor, secara tidak langsung akan dikatakan bahwa seakan-akan laki-laki yang sebenarnya juga terlibat itu adalah pihak yang pasif. Apakah ini seperti anak-anak yang merebut mainan dari temannya?

BACA JUGA: Warga Mareje Kembali ke Kmapung Halamannya

Istilah pelakor itu muncul karena dalam kasus perselingkuhan hanya perempuan yang menjadi pelaku aktif, bagaimana dengan laki-laki yang terlibat dalam perselingkuhan itu?

Dalam kasus perselingkungan tidak mungkin ada hasrat yang muncul dari salah satu pihak semata. Perselingkuhan bisa ada atau terjadi karena peran aktif kedua belah pihak. Dengan kata lain, dalam kasus perselingkuhan memang tidak cuma satu pihak yang bersalah, tapi si perempuan dan laki-laki. Nah.

Istilah pelakor juga secara umum digunakan seolah-olah hanya ada pelaku tunggal yang aktif yakni perempuan. Laki-laki secara terang-terangan absen dalam cerita tersebut. 

Dari sudut kebahasaan, istilah ini meminggirkan perempuan atau mempermalukan perempuan. Sama sekali tidak menyalahkan laki-laki yang sebenarnya ikut berperan aktif dalam kasus perselingkuhan itu. 

Perempuan selalu menjadi pelaku tunggal yang harus disalahkan dalam sebuah perselingkuhan. Jika istri berselingkuh maka perempuan akan disalahkan, jika suami berselingkuh maka pihat atau ‘orang ketiga’ yaitu perempuan juga yang disalahkan. 

Label pelakor kemudian disandangkan kepada perempuan, seolah laki-laki yang terlibat dalam hubungan tersebut bebas dari dosa.

Mirisnya perundung dengan menyebut perempuan selaku orang ketiga dalam suatu hubungan sebagai pelakor yang marak di media sosial, kerap dilakukan oleh perempuan juga. 

BACA JUGA: Aksi Blokir Jalan 4 Hari, 10 Provokator Ditangkap

Seakan-akan tindakan tersebut adalah hukuman yang pantas bagi perempuan yang menjadi ‘orang ketiga’ dalam sebuah hubungan. ***