Letusan Samalas, Benda Peninggalan Kedatuan Benue Diuji Radiokarbon

Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 akan uji penanggalan radiokarbon artefak dan benda sisa Kedatuan Benue, yang sempat terkubur akibat letusan Samalas

LOTENG.lombokjournal.com ~ Letusan Gunung Samalas di Lombok pada tahun 1257 diyakini menghilangkan banyak peradaban. 

Konon Salah satunya yang terimbas erupsi dasyat Samalas itu adalah Kedatuan Benue di Dusun Dasan Lekong, Desa Selebung, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah.

Beberapa bukti artefak dan benda kuno peninggalan Kedatuan Benue akan dilakukan pengecekan penanggalan radiokarbon untuk mengetahui usia pasti benda tersebut.

BACA JUGA: Kiai Mas Mirah, Penyebar Islam Sejak Jaman Pejanggik

Benda-benda bersejarah peninggalan Kedatuan Benue yang sempat terkubur karena letusan Samalas

Benda-benda yang akan dilakukan pengecekan penanggalan radiokarbon berupa potongan tengkorak manusia yang diduga berasal dari Kedatuan Benue, aneka pecahan logam dan tanah liat, beras kuno yang sudah menghitam dan beberapa keping koin bersimbol swastika.

Pengecekan penanggalan radiokarbon diinisiasi oleh Tim Ekspedisi Mistis  PDIP NTB dan Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram. 

Benda-benda yang diperkirakan berusia ratusan tahun itu tengah dibawa ke Jakarta untuk diuji.

“Pengujian radio karbon untuk mengetahui usia suatu benda. Untuk memastikan Kedatuan Benue ada dan eksistensi kebudayaan dan struktur sosial masyarakat saat itu benar-benar menelurkan kebudayaan yang besar,” kata Direktur M16, Bambang Mei Finarwanto, Sabtu, (13/08/22).

Bambang Mei F mengatakan, Pengujian Penanggalan Radio Karbon terhadap sejumlah artefak  yang terserak di sejumlah lokasi sebagai langkah awal untuk menentukan titik dan koordinat sebaran petilasan kebudayaan Kuno Leluhur Lombok di kawasan tersebut. 

“Dari bukti artefak yang ada, Tim Ekspedisi Mistis menyakini bahwa Kedatuan Benue merupakan salah satu kotak pandora kebudayaan maju Leluhur Lombok yang pernah Eksis,” ujar lelaki yang akrab disapa Didu. 

Seorang tokoh pemuda Desa Selebung, Muslim, mengatakan benda-benda yang diyakini peninggalan Kedatuan Benue ditemukan pada 2016 lalu pada kedalaman tanah 40 meter.

“Saat itu ada penggalian tanah uruk di bukit Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah. Para pekerja menemukan benda kuno,” ujarnya.

Ada sebuah teko berbentuk burung Garuda ditemukan pada kedalaman tanah. Usia teko tersebut diperkirakan setara dengan usia Kedatuan Benue. 

Ada juga beras yang sudah menghitam berton-ton ditemukan. Diduga tempat ditemukannya beras kuno tersebut pada lokasi logistik Kedatuan Benue.

“Kita temukan beras yang masih ada pangkalnya dengan jumlah cukup banyak. Patut diduga lokasi ditemukan beras itu adalah tempat logistik Kedatuan Benue,” katanya.

Banyak warga sering menemukan benda-benda berusia kuno di wilayah tersebut. Namun sayangnya benda-benda tersebut banyak telah dibawa ke luar kampung maupun dijual masyarakat.

Bahkan, warga juga sering menemukan potongan tubuh manusia dengan perhiasan lengkap. Diperkirakan mereka merupakan korban dari letusan Gunung Samalas.

“Potongan tubuh manusia sudah kita kuburkan dengan layak. Itu kita perkirakan korban letusan Gunung Samalas pada 1257,” ujarnya.

Warga setempat, Rohati mengatakan telah banyak menemukan benda-benda peninggalan Kedatuan Benue di kampung mereka. Saat itu dia menyewa lahan warga untuk produksi tanah uruk.

“Saya temukan banyak beras kuno, artefak dalam bentuk logam dan lainnya. Bahkan warga lain menemukan lonceng kuno dan kapak,” katanya.

Rohati mengatakan, ada warga juga pernah menemukan kepingan emas. Sayangnya itu kemudian dijual. 

“Ada salah seorang warga pernah dapat kepingan emas di sini,” ujarnya.

Ada juga ditemukan bong atau tempat berwudhu bergambar naga. 

BACA JUGA: Ceramah KH Achmad Zen Menyimpangkan Sejarah tentang Pancasila

Benda-benda yang diperkirakan berusia ratusan tahun itu masih berceceran dan diambil warga. 

Belum ada museum desa untuk menghimpun dan menyimpan benda-benda tersebut.

Rohati mengatakan saat pertama kali menemukan benda tersebut, dia terus mengalami mimpi-mimpi yang aneh. 

Pernah bermimpi bertemu seorang ulama yang menunjukkan dia masjid yang hampir ambruk.

“Saya sering mimpi aneh. Mimpi didatangi ulama. Bahkan pernah saya saat mau tidur seperti bunyi orang lempar logam atau emas di rumah saya,” ujarnya.

Sementara, Mukmin mengatakan beberapa profesor baik dari Indonesia, Prancis hingga Jepang melakukan penelitian di desa tersebut. 

“Ada ahli geologi sering datang ke sini untuk melakukan penelitian. Karena di desa ini juga ada dorphal (batu berukuran besar),” ujarnya.

Dia berharap melalui pengecekan penanggalan radiokarbon dapat memastikan usia benda dan menjadikan desa tersebut desa sejarah dan budaya.

“Berharap desa ini menjadi desa sejarah dan budaya, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” katanya.

Kedatuan Benue

Kedatuan Benue diyakini merupakan kedatuan tua di Lombok jauh sebelum Kerajaan Pejanggik dan Kerajaan Selaparang. Di sana ada petilasan atau serupa makam Datu atau Raja Benue. 

Datu Benue diyakini tidak meninggal, namun tiba-tiba menghilang. Sehingga hanya tersisa petilasan saja yang kini sering diziarahi warga lokal maupun turis mancanegara.

Datu Benue memiliki julukan Wali Mukmin atau hamba Allah. Dia memiliki seekor kuda yang sangat cepat ketika berlari yang bernama Kuda Sambarani. Di depan makam tersebut ditemukan tempat mengikat kuda yang lengkap dengan sisa talinya.

Konon Kedatuan Benue sudah berdiri sejak 1800 tahun yang lalu, dengan mendirikan kedatuan yang kokoh. ***

 

 




SELAQ MARONG, Mata Merah sang “Pembunuh” di Arena Peresean

Kisah petarung tak terkalahkan di arena Peresean, ini penelusuran  M16 jejak Selaq Marong

LOTENG.lombokjournal.com ~ Siapa petarung hebat di arena Peresean di Lombok? 

Belum banyak yang tahu, di jagad Peresean ada nama Pepadu yang mampu menciutkan nyali lawan tandingnya. 

Siapa lagi kalau bukan ksatria di arena Peresean, seorang Pepadu yang mendapat sebutan Selaq Marong

Ini hasil penelusuran yang dilakukan Lembaga Kajian Sosial dan Politik, Mi6.

Menelusuri jejang Selaq Marong

Pulau Lombok memiliki tradisi seni Peresean kini sering dipentaskan jadi hiburan wisatawan.

Tradisi Peresean merupakan pertarungan antara dua lelaki bersenjata rotan atau disebut penjalin. Petarung itu menggunakan perisai sebagai tameng berlindung dari pukulan rotan lawan. 

Tameng tersebut disebut ende dan terbuat dari kulit kerbau yang keras.

BACA JUGA: Perawat di NTB Cukup, PR-nya Pemerataan dan Kualifikasi

Para petarung disebut Pepadu, yang akan saling pukul menggunakan rotan dengan diawasi seorang wasit yang disebut Pakembar

Selama berlangsungnya pertandingan dua Pepadu, suara gamelan khas Lombok terus mengalun..

Dulu, Peresean sebagai ekspresi kebahagiaan prajurit saat menang perang. Itu juga berfungsi melatih ketangkasan prajurit. 

Kemudian tradisi tersebut difungsikan sebagai upacara adat meminta hujan. Namun kini, Peresean menjadi kesenian tradisi Sasak untuk menghibur wisatawan.

Saat ini, Pepadu yang tersohor dengan kepiawaiannya dalam Peresean adalah Selaq Marong. 

Seorang pria berkumis yang sering menari ketika serangannya mengenai musuh. Dia adalah pria berasal dari Semoyang, Lombok Tengah dengan nama asli Suminggah.

Legenda Pepadu Selaq Marong 80-an

Di Lombok pernah dikenal seorang Pepadu yang melegenda di era 80-an, di arena Peresean ia mendapat julukan Selaq Marong.  Sesuai julukannya, Pepadu itu berasal dari Desa Marong, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.

Selaq Marong merupakan Pepadu yang sering berlaga pada tahun 1980an. 

Perawakannya besar, mata tampak melotot merah saat berada di arena, dan itu menggetarkan lawan tandingnya. 

Karena itu dia dijuluki oleh penonton dengan nama Selaq Marong.

Tokoh masyarakat di Desa Marong, Amaq Buan mengatakan, Selaq Marong memiliki ilmu megat-male yang sangat mematikan saat memukul lawannya. 

Dia selalu menang di arena dengan membuat lawannya sakit dan bahkan hingga meninggal.

“Sosok perawakan besar dengan mata yang melotot. Selaq Marong kalau Peresean matanya menjadi merah. Itu tanda ilmu pegat male sudah masuk,” tuturnya, Kamis (02/06/22).

Selaq Marong memiliki nama asli Haji Sriatun. Dia tutup usia pada 2020. Namun, ketangkasan saat menjadi ‘gladiator’ di arena Peresean selalu dikenang orang.

Meskipun sangat kuat di arena, Selaq Marong memiliki pantangan saat bertanding. 

BACA JUGA: Kesehatanmu Saat Memasuki Usia di Atas 50 Tahun

Dia tidak boleh bertarung siang hari. Entah apa alasannya, konon matanya yang besar dan melotot membuat dia kesulitan bertanding di siang hari. Sehingga dia selalu tampil sore hari.

“Jadi Selaq Marong tidak bisa bertanding siang hari. Karena matanya selalu melotot dan merah,” ujarnya.

Amaq Buan mengatakan, ilmu megat male yang dimiliki Selaq Marong didapat melalui mimpi. Dia tidak pernah berguru atau mencari ilmu untuk mendapatkan kesaktian.

“Itu didapat dari karomah (anugerah Tuhan) saat sedang tidur lalu bermimpi,” katanya.

Cucu keluarga Selaq Marong, Dayat, mengatakan kebiasaan Selaq Marong saat Peresean, yaitu selalu memegang rotan bukan pada ujung atau pegangan rotan.

“Selaq Marong selalu memegang rotan  pada bagian sedikit di tengah. Beliau sebenarnya tidak terlalu seni saat bertanding. Tapi kalau serangan kena lawannya, bahaya,” ujarnya.

Dayat mengatakan pernah terjadi keributan saat Selaq Marong Peresean di Masbagik Lombok Timur. Saat itu dia menyerang lawannya hingga meninggal. Itu membuat terjadi kericuhan di arena.

“Gemparnya dulu pertarungan beliau waktu di Masbagik sampai keributan besar terjadi, karena lawan tandingnya langsung meninggal di tempat,” katanya pada koranntb.

Selaq Marong juga pernah bertarung dengan Haji Rijal yang memiliki julukan Arya Kamandanu. 

Itu adalah pertarungan dua pepadu perkasa di Lombok. Dalam pertarungan, Selaq Marong berhasil menang.

Konon saat Kapolda NTB waktu itu ingin menobatkan Arya Kamandanu sebagai pepadu terbaik, pihak Selaq Marong protes karena keduanya belum bertanding lagi. Akhirnya waktu pertandingan disepakati.

Namun karena Arya Kamandanu pernah kalah, saat waktu pertandingan di arena Arya Kamandanu menolak untuk bertanding. Sehingga Selaq Marong terpilih menjadi pepadu terbaik.

“Sehingga terjadilah kesepakatan hari  pertarungan Arya Kamandanu dengan Selaq Marong. Namun pas hari pertandingan yang sudah ditentukan, Arya Kamandanu menolak untuk bertanding,” ujarnya.

BACA JUGA: Komitmen Perlindungan untuk Pekerja Migran

Menelusuri jejak Selaq Marong
Bambang Mei, Amaq Buan, Ruslan Turmuzi dan Dayat

Merawat Tradisi Peresean

Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6, Bambang Mei Finarwanto, mengatakan sosok Selaq Marong menjadi legenda di masyarakat Lombok. Banyak masyarakat Lombok sangat familiar dengan nama Selaq Marong.

“Jadi kalau kita bertanya ke masyarakat, siapa Selaq Marong ya pasti dijawab pepadu Peresean. Karena namanya sudah familiar,” katanya.

Dia menjelaskan, pepadu Peresean saat berlaga tidak hanya untuk mencari hadiah berupa uang, tapi menjadi simbol kehormatannya laki-laki Sasak, dan juga untuk merawat tradisi.

“Mereka bertanding tidak hanya untuk mendapatkan bonus atau hadiah. Tapi sebagai bentuk kehormatan seorang pria Sasak, sekaligus untuk merawat tradisi,” katanya.

Lombok memiliki beragam destinasi wisata dan juga memiliki banyak budaya dan tradisi. Budaya dan tradisi tersebut menjadi atraksi pariwisata yang menjadi magnet menarik minat wisatawan berkunjung ke Lombok.

“Sehingga Peresean harus terus dilestarikan sebagai bagian dari atraksi pariwisata di Lombok,” kata Bambang Mei.***.

 

 




Tim Ekspedisi Akan Ungkap Misteri Sejarah di Lombok

Tim Ekspedisi Sejarah PDIP NTB dan Mi6 akan ungkap sejumlah rangkaian mitologi danr situs/artefak  yang belum terpecahkan

MATARAM.lombokjournal.com ~ Respon positif terhadap upaya Tim Ekspedisi Mi6 dan PDIP NTB mengungkap mitologi dan situs atau artefak yang belum terpecahkan Lombok, tampak dari antusisme di berbagai plafform media sosial.

Masih  banyak eksistensi dan sejarah masa lalu leluhur di Lombok yang belum terungkap, membuat masyarakat Sasak sanagt antusias menanggapi kehadiran Tim Ekspedisi Sejarah Mi6 dan PDIP NTB.

“Alam bawah sadar masyarakat Sasak di Lombok mulai ‘ngeh’ ketika Tim Ekspedisi Sejarah terbentuk.” kata kata Ketua Tim Ekspedisi Mistis, H Ruslan Turmuzi melalui Siaran Pers, Senin (30/05/22) .

tIMS Ekspedisi sejaarah PDI pERJUNGAN ntb

Menurutnya, sejumlah informasi juga diterima langsung Tim Ekspedisi dari warga untuk menginvestigasi sejumlah kisah sejarah dan bukti artefak di Lombok yang belum terpecahkan asal usulnya.

Ruslan mengatakan, Tim Ekspedisi Sejarah PDIP NTB dan Mi6 sesuai arahan dan perintah Ketua DPD PDIP NTB, H Rachmat Hidayat terus bergerak dan mengungkap rekam jejak sejarah kebudayaan para leluhur.

BACA JUGA: Geopark Rinjani, Wagub NTB Berharap Tetap Green Card

Pengungkapn misteri masa lalu ini agar diketahui oleh generasi penerus bangsa, agar tidak kehilangan jati dirinya.

“Misalnya di Lombok Utara, ada masjid kuno yang berdiri dan dikelilingi oleh perkampungan Hindu. Kisah ini perlu diungkap ke publik kenapa hal tersebut bisa terjadi. Apa pesan yang hendak disampaikan oleh leluhur dengan mendirikan masjid kuno di lingkungan ummat Hindu,” tuturnya.

Politisi PDIP ini mengatakan, dalam waktu dekat ini Tim Ekspedisi akan melakukan sejumlah investigasi dan menelisik bukti-bukti artefak  maupun kisah mitologi masa lalu.

Agar dibuktikan kronologi fakta sejarah secara detail melalui berbagai kajian multi disiplin keilmuan, khususnya arkeologi dan metafisika.

“Beberapa waktu lalu Tim Ekpedisi didatangi warga dari Kedatuhan Benue, dusun Dasan Lekong, Desa Selebung, Kecamatan Batu Kliang  yang menginginkan Tim Ekspedisi untuk menelisik lebih jauh sejumlah peninggalan benda kuno yang diduga kuat peninggalan Kedatuhan Benue,” tutur Ruslan.

Ruslan juga mengungkapkan,  fenomena yang belum terpecahkan terkait bukti artefak dan nama-nama desa yang melingkari kota Praya, Kabupaten Lombok Tengah dari empat penjuru mata angin yang selalu di awali dengan kata ‘BATU’.

“Sebelah Selatan Kota Praya ada Desa Batujai, Sebelah Barat ada Desa Batu-Tulis, Sebelah Utara Batu Tambun dan Batu Menek, Sebelah Timur ada Desa Batunyale dan tengah kota Praya ada  Batuson,” katanya.

Tim Ekspedisi akan menggali dan menelisik benang merahnya, agar fenomena ini bisa terklarifikasi secara obyektif.

 Misteri Misi Anak Raja Seran di Kampung Rumbuk

Sementara itu Direktur Mi6 , Bambang Mei Finarwanto mengungkapkan, ia tidak menyangka jika respon publik terhadap Tim Ekspedisi Sejarah sedemikian besar.

BACA JUGA: Taruna Latsitarda Mulai Latihan di Gili Trawangan

Hal ini makin memotivasi Tim Ekspedisi untuk semakin giat mengungkap kisah sejarah masa lalu, agar tidak menjadi mitos dan cerita rakyat semata.

“Minggu kedua II Juni mendatang, Tim Ekspedisi Mi6 dan PDIP NTB akan turun ke Lapangan menelisik dan menginvestigasi sejumlah peninggalan bangunan kuno, termasuk rumah ibadah di lombok agar bisa diuraikan benang merah kronologi dan faktanya sejarahnya,” ujar Didu spaan akrab Bambang.

Didu menginformasi, Tim Ekspedisi akan mengungkap Kisah Putera Mahkota Raja Seran II yang tinggal di Desa Rumbuk.

Seran dikaitkan dengan bukti peninggalan  Masjid Kuno yang pertama di Desa Rumbuk, yakni Masjid At-Taqwa.

“Pertanyaan kemudian selain syiar agama Islam kala itu, Kenapa Raja Seran yang istananya diduga  di Air Suning, Kabupaten Sumbawa Barat  justru mengutus putera mahkotanya tinggal di Rumbuk. Ada apa dan ada siapa di Rumbuk? Ini yang mau kita telisik benang merah sejarahnya,” kata didu.

Didu menambahkan, konon  Ekspedisi Putera Raja Seran ke Rumbuk ini diiringi  sejumlah hulu balang dan masyayikh.

Maka tak heran kemudian bahasa masyarakat di seputaran Rumbuk Seran yakni Kembang Kerang, Rempung, Pringgasela, Jantuk berdialeg Seran.

“Diduga pengikut Putera Mahkota Seran menyebarkan syiar agama islam dan tinggal di desa-desa tersebut  yang memiliki dialek Seran leluhurnya,” ungkap Didu .

Berdasarkan informasi yang diterimanya, di Dusun Bangkang, Desa Kuta Lombok Tengah, diduga ada benda kuno prasejarah  yang menyerupai pengolahan emas maupun mineral lain.

“Jika artefak pengolah logam emas itu benar, patut diduga nenek moyang leluhur suku Sasak sudah mengetahui peta kandungan mineral  logam berharga di kawasan tersebut,” kata Didu. (*)

 




Penembakan Texas: 19 Siswa dan Dua Guru Tewas

Remaja SMA dengan senjata otomatis menewaskan 19 siswa SD dan dua orang guru dalam penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas selatan.

lombokjournal.com ~ Tersangka itu, Salvador Ramos berusia 18 tahun, memegang senapan semi-otomatis AR-15 dan magasin berkapasitas tinggi. Ia melepaskan tembakan beruntun ke Sekolah Dasar Robb – tempat sekolah  anak-anak berusia tujuh hingga 10 tahun – di kota Uvalde.

Salvador Ramos, pelaku penembakan
Salvador Ramos

Pejabat Patroli Perbatasan AS yang berada di dekatnya ketika penembakan dimulai, bergegas ke sekolah dan menembak dan membunuh pria bersenjata itu. 

Patroli Perbatasan adalah agen federal yang menjaga pelabuhan masuk AS. Uvalde, yang berjarak kurang dari 80 mil dari perbatasan dengan Meksiko, adalah markas bagi stasiun Patroli Perbatasan.

Akhirnya remaja itu dibunuh oleh penegak hukum. Namun dua agen perbatasan dilaporkan ditembak dalam baku tembak dengan remaja bersenjata itu. Seorang agen tertembak di kepala, kata para pejabat. Tapi keduanya sekarang dalam kondisi stabil di rumah sakit.

Salvador Ramos, 18, siswa SMA yang tinggal di komunitas berjarak 135 kilometer dari sekolah. Berusia 18 tahun, Ramos merupakan penduduk Uvalde, kota kecil berpopulasi 16 ribu jiwa di Texas selatan yang mayoritas warganya keturunan Latin

Ia dengan keji menewaskan sembilan belas anak kecil dan dua orang dewasa, dalam penembakan di sebuah sekolah dasar di Texas selatan itu.

Sebelum melakukan aksi kejinya itu, ia diduga menembak neneknya sebelum mengamuk, dengan senjata yang dibelinya secara ilegal. 

BACA JUGA: Perlu Tahu Flexing: Belajar dari Kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan

Menurut CBS News, penyerang mengenakan pelindung tubuh saat melakukan serangan. Seorang remaja berusia 18 tahun lainnya yang dicurigai menyerang sebuah toko kelontong di Buffalo, New York, pada 14 Mei, juga mengenakan pelindung tubuh dan membawa senapan semi-otomatis. 

Pelindung tubuh dan senapan semi-otomatis dijual secara komersial di AS.

Sekolah yang terjadi penembakan

Penembakan belasan anak-anak di sekolah dasar itu mengejutkan seluruh dunia

Presiden AS Joe Biden, dalam pidato dari Gedung Putih, tampak geram dan mengatakan “muak dan lelah” menanggapi penembakan massal. Ia pun menyerukan untuk melakukan kontrol senjata.

“Berapa banyak anak-anak kecil yang menyaksikan apa yang terjadi – melihat teman-teman mereka mati, seolah-olah mereka berada di medan perang, demi Tuhan,” katanya. “Mereka akan hidup dengan itu seumur hidup mereka.”

Dia memerintahkan agar bendera di Gedung Putih dan gedung federal AS lainnya dikibarkan setengah tiang untuk menghormati para korban di Uvalde.

Bertindak sendiri

Kepala Polisi Distrik Sekolah Independen Uvalde, Pete Arredondo mengatakan penembakan itu dimulai pada pukul 11:32 waktu setempat pada pada hari Selasa (23/05/22). 

Salvador Ramos dalam melakukan aksinya itu dipastikan bertindak sendiri, 

Gubernur Texas, Greg Abbott menuturkan, sebelum melakukan penembakan itu Salvador Ramos meninggalkan sebuah kendaraan sebelum memasuki sekolah untuk melepaskan tembakan yang mengerikan. 

Petugas polisi distrik sekolah Uvalde, Erick Estrada  yang bekerja di sekolah tersebut, melihat Ramos muncul dari kendaraan membawa senapan dan mengenakan pelindung tubuh. 

Namun petugas itu tidak dapat menghentikannya, kata Estrada. Dua petugas lagi dari Departemen Kepolisian Uvalde juga berusaha menghentikan Ramos tetapi tidak dapat melakukannya, dan meminta bantuan.

Guru tertembak

Beberapa anak yang meninggal telah diidentifikasi.

dua guru korban penembakan
Eva Mireles dan Imra Garcia

Anggota keluarga mengkonfirmasi kematian Xavier Lopez dan Amerie Jo Garza yang berusia 10 tahun, dalam pernyataan pada Selasa malam.

Angel Garza mengatakan di Facebook bahwa putrinya Amerie telah terbunuh.

“Cinta kecilku sekarang terbang tinggi dengan para bidadari di atas. Peluk keluargamu. Katakan pada mereka bahwa kamu mencintai mereka,” tulisnya di akun FB dengan nada sedih.

BACA JUGA: Progres MXGP Berjalan Baik, Pelaksanaan Sesuai Jadwal 

Dua orang dewasa yang meninggal adalah guru, yakni Irma Garcia dan Eva Mireles.

Nyonya Garcia adalah ibu dari empat anak dan telah menjadi guru selama 23 tahun. Situs web yang sama mengatakan, Mireles telah menjadi guru selama 17 tahun, memiliki seorang putri di perguruan tinggi dan suka berlari dan mendaki.

Rumah Sakit Memorial Uvalde memposting di Facebook sebelumnya bahwa 13 anak telah dibawa ke rumah sakit “melalui ambulans atau bus”.

Seorang wanita berusia 66 tahun dan seorang gadis berusia 10 tahun berada dalam kondisi kritis di sebuah rumah sakit di San Antonio, kata pejabat rumah sakit University Health.

Pengawas distrik sekolah Hal Harrell mengatakan tahun ajaran telah berakhir lebih awal setelah penembakan itu.

Keadaan darurat

Penembakan di sekolah bukan pertama kali terjadi, dan telah menjadi keadaan darurat yang berulang di AS.

Tercatat, tahun 2012 di Sekolah Dasar Sandy Hook di Connecticut, juga terjadi serangan brutal pada anak-anak. Dua puluh dari 26 korban berusia antara lima dan enam tahun.

Berbicara di lantai Senat AS di Washington DC pada hari Selasa, Senator Demokrat Connecticut Chris Murphy memohon rekan-rekannya untuk meloloskan undang-undang pengendalian senjata. 

“Ini hanya terjadi di negara ini. Di tempat lain, anak-anak kecil pergi ke sekolah berpikir bahwa mereka mungkin akan ditembak hari itu,” katanya.

Tapi tidak semua senator menyetujui undang-undang pengendalian senjata. 

Senator Texas Ted Cruz, seorang Republikan, menolak seruan untuk kontrol senjata. Dia mengatakan hal itu akan membatasi hak-hak “warga negara yang taat hukum”, Menurutnya, undang-undang semacam itu tidak mencegah kejahatan.

Tapi pada hari Senin, sebuah laporan FBI mengungkapkan, serangan brutal”penembak aktif” telah berlipat ganda sejak virus corona dimulai pada tahun 2020. ***

 




Inilah Salvador Ramos, Tersangka Penembakan di Sekolah Dasar

Inilah beberpa fakta yang diketahui tentang Salvador Ramos, yang menyerbu dan menewaskan 19 siswa sekolah dasar

lombokjournal.com ~  Salvador Ramos, pelaku penembakan di sekolah dasar Robb di Uvalde, Texas, Amerika Serikat, memang bermasalah dalam keluarga.

Inilah dua guru yang berusaha melindungi muridnya
Eva Mireles dan Imra Garcia

Sebelum melakukan penembakan di sekolah dasar yang menewaskan 19 anak dan dua orang guru, yaitu Eva Mireles (44), dan Imra Garcia (46), yang secara heroik kehilangan nyawa mereka karena berusaha melindungi anak-anak sekolah, Ramos dikabarkan telah menembak neneknya yang saat ini masih kritis dirawat di rumah sakit.

Ramos sendiri kemudian tewas ditembak oleh polisi di tempat kejadian.

Penembakan dengan jumlah korban tewas terbanyak terjadi pada 14 Desember 2012, di Sandy Hook Elementary School yang menewaskan 26 orang.

Seorang teman dekatnya bertutur, Ramos pernah memposting di akun instagramnya, ia tampak berkata kasar dan agresif pada ibunya. Remaja yang sehari-hari tampak pendiam itu, juga  kerap memposting gambar senjata barunya.

 Insiden penembakan di sekolah dasar Robb di Uvalde, Texas, Amerika Serikat, pada Selasa (24/05/22) siang waktu setempat itu merupakan salah satu peristiwa paling tragis di negara Paman Sam dalam satu dekade terakhir. Sebelumnya.

Salvador Ramos, siswa SMA yang tinggal di pemukiman sekitar 135 kilometer dari sekolah. Berusia 18 tahun, Ramos merupakan penduduk Uvalde, kota kecil berpopulasi 16 ribu jiwa di Texas selatan yang mayoritas warganya keturunan Latin.

BACA JUGA: Penembakan Texas: 19 Siswa dan 2 Guru Tewas

Ramos, yang berasal dari North Dakota dan baru saja pindah ke Texas. Ia juga diketahui bekerja paruh waktu di restoran cepat saji Wendy’s terhitung mulai bulan Februari lalu. 

Ia biasa bekerja di siang hari dengan shift kerja mulai pukul 11.00 WIB hingga 17.00 WIB.

Manajer di Restoran itu, Adrian Mendes, menuturkan, Ramos sering menyendiri, dikenal tidak ramah dengan teman kerjanya. Di restoran itu tidak ada yang benar-benar mengenal Ramos, sebab ia tak terlalu bersosialisasi dengan karyawan lain.

“Dia hanya bekerja, dibayar, dan datang untuk mengambil ceknya,” tutur Mendes.

Ia membeli senjata saat Ulang Tahunnya ke 18, dan itu pertama kali ia membeli senjata seperti informasi dari kepolisian.

Inilah sekolah dasar yang terjadi penembakan

Ramos diduga menggunakan senapan AR-15 dan satu pistol saat insiden berdarah di sekolah dasar tersebut.

Ia sempat mengunggah foto senapan  jenis AR15 di media sosial beberapa hari sebelum insiden penembakan. Senapan jenis AR15 itu sempat diunggah akun Instagram ‘salv8dor’, yang dikonfirmasi beberapa murid bahwa akun tersebut milik Ramos.

Mantan teman sekolahnya mengatakan,  Ramos sempat mengirimkan foto senjata beserta amunisinya empat hari insiden terjadi. Ramos memiliki tas ransel yang

penuh dengan peluru diameter 5.56.

Inilah Salvador Ramos
Salvador Ramos

BACA JUGA: Perlu Tahu Flexing, Belajar dari Kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan

“Saya mengatakan ‘kenapa kamu memiliki ini?’ dan ia menjawab ‘jangan khawatir soal hal ini’,” kata teman Ramos. Ramos kemudian mengirimkan pesan, “saya sekarang terlihat sangat berbeda, kamu takkan mengenali saya.” ***

 




Perlu Tahu flexing: Belajar dari Kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan

Seseorang yang membeli barang-barang mewah kemudian mengunggah ke medsos, itu perilaku memamerkan kekayaan untuk mencuri perhatian. Dan perlu tahu, perilaku seperti itu istilahnya  flexing, dan karena main di medsos, kemudian muncul apa yang disebut social media flexing

Penulis: Dhalia Ndaru Herlusiatri Rahayu,Research Associate, UGM

lombokjournal.com ~ Sosok Indra Kesuma alias Indra Kenz dan Doni Salmanan menjadi kontroversi setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang  melalui platform keuangan digital.

Sebelumnya keduanya terkenal kerap memamerkan kekayaannya mulai dari pakaian, mobil, rumah, sampai jet pribadi di media sosial yang dikenal dengan istilah flexing.

Urban Dictionary mendefinisikan istilah flexing sebagai tindakan memamerkan kekayaan untuk mendapatkan perhatian.

Jika melihat dari kacamata ilmu pemasaran, flexing bisa dikaitkan dengan Teori Conspicuous Consumption yang merupakan tindakan pembelian produk untuk menunjukkan tingkat kekayaan seseorang.

Perilaku ini kerap muncul melalui media sosial. Itulah mengapa pada akhirnya muncul istilah social media flexing.

Para pelaku flexing seperti Indra Kenz ini hendak membuat citra untuk menunjukkan sinyal kepada orang lain untuk melihat mereka berada di suatu tingkat tertentu, meski sebenarnya tidak demikian.

BACA JUGA: Kisah ‘Primadona’ Nurul, Nenolak Menikah Beda Agama

Indra Kenz berurusan dengan polisi

Peran Media Sosial

Ada dua penjelasan mengapa media sosial memiliki keterhubungan dan peran dalam memfasilitasi perilaku flexing.

Pertama, media sosial memfasilitasi pengguna untuk membuat profil pribadi yang bisa dilihat oleh pengguna lain.

BACA JUGA: Letusan Tambora, Siruasinya Tergambar Jelas di BO’ Sangaji Kai

Pengguna juga memiliki kebebasan untuk membentuk identitas diri dan menampilkan apa yang ingin mereka tunjukkan kepada dunia virtual. Sesama pengguna juga dapat saling mengetahui informasi terkait kehidupan pengguna satu sama lain.

Kedua, media sosial membantu memfasilitasi interaksi penggunanya.

Sesuai namanya, media sosial adalah media untuk bersosialisasi. Fasilitasi ini membuat media sosial berkontribusi terhadap produksi dan sirkulasi ekspresi budaya populer, termasuk perilaku flexing.

Bagaimana mengatasinya

Perilaku orang lain bukan berada pada kontrol diri kita.

Jadi, ketika kita menemui kondisi serupa, kita yang harus mengusahakan diri kita supaya tidak terdampak dari perilaku mereka.

Perlu tahu apa itu flexing
Indra Kenz / instagram

Dilansir dari buku Psychology Today, cara pertama untuk menghadapi situasi tersebut adalah dengan tidak memberikan apresiasi kepada para pencari atensi. Kita sebisa mungkin bersikap netral atau jika memungkinkan maka jauhkan diri dari orang tersebut.

Meski terasa menyebalkan, cobalah untuk tidak mempermalukan para pelaku flexing di depan umum. Penolakan sosial akan mengundang lebih banyak kemarahan dan perilaku agresif dari pelaku.

Topik-topik yang membelokkan percakapan dari konteks ‘pamer’ akan menjadi opsi yang baik ketimbang harus ‘ikut bersaing’ dengan pelaku.

Jadi, dibanding menanggapi apa yang mereka pamerkan, Anda akan membuat situasi lebih netral dengan menanyakan hal lain seperti cuaca atau berita terbaru yang sedang banyak diperbincangkan.

BACA JUGA: MotoGP Mandalika, Cerita ‘Mengesankan’ Event Internasional

Belajar dari situasi bahwa perilaku flexing sangat mungkin kita temui dalam dunia internet, maka sikap yang dapat kita ambil terkait pencegahan atau cara menghadapi dengan mereka adalah kita yang berusaha membatasi diri dalam menggunakan media sosial.

Secara tidak langsung, hal ini akan mengurangi paparan konten serupa. Kebijakan untuk menggunakan media sosial dan meregulasi respons adalah tanggung jawab masing-masing orang.

Movil mewah koleksi Indra Kenz

Maka, jika kita merasa adanya ketidaknyamanan dari paparan konten serupa yang mungkin dilakukan orang-orang yang kita temui di media sosial, jangan hiraukan mereka.***

 




Invasi Rusia ke Ukraina, Pakar di Indonesia Cenderung pro-Rusia

Para pakar dan akadewmisi Indonesia hanya berfokus pada aspek kontestasi politik negara-negara besar

lombokjournal.com ~ Sebagai tuan rumah KTT G20 tahun ini, Indonesia konsisten tidak mengecam secara jelas dan tidak menjatuhkan sanksi pada Rusia atas invasi terhadap Ukraina. 

Padahal, perang yang telah berlangsung selama lebih dari dua bulan itu telah memaksa 11 juta warga Ukraina mengungsi dan menghancurkan banyak kota di sana.

Beberapa pengamat mengkritik Indonesia karena bersikap pragmatis dan memilih mengambil jalan tengah.

Namun, narasi yang berkembang di Indonesia, khususnya di media sosial, justru menunjukkan kecenderungan dukungan terhadap agresi Rusia.

Survei tahun 2021 oleh Lowy Institute menunjukkan masyarakat Indonesia lebih percaya pada pemerintah dan pakar, atau ahli di bidangnya, daripada media. 

Atas alasan inilah saya berargumen bahwa opini dan pendapat para pakar dan praktisi Hubungan Internasional (HI) Indonesia merupakan salah satu faktor penting yang mendorong sentimen pro-Rusia di Indonesia.

Pola opini pakar HI di Indonesia

Sebagian besar komentar dan opini para akademisi dan mantan diplomat Indonesia hanya berfokus pada aspek kontestasi politik negara-negara besar, termasuk menggambarkan bahwa invasi Rusia ke Ukraina dipicu oleh konflik antara Rusia dan negara-negara Barat – Amerika Serikat (AS) dan para sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Narasi semacam itu cenderung mengesampingkan perspektif Ukraina.

Opini pakar kurang menyentuh perspektif Ukraina
Sekitar 11 juta pengungsi meninggalkan Ukraina

Beberapa pakar HI menyalahkan AS karena memperluas aliansi militer NATO ke Eropa Timur. Ada pula yang berpendapat bahwa apa yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina dapat dipahami dan menggangap Rusia sebagai kekuatan besar

BACA JUGA: Generasi Sasak, Orisinalitas dan Kemajuan Berjalan Seiring

Ada yang menuduh AS dan Rusia sama-sama pembohong. Bahkan, beberapa pakar menyarankan agar Ukraina bersikap netral dan mengakui kekalahan karena kemampuan militer mereka jauh di bawah Rusia.

Hanya sedikit ahli yang membahas tentang kondisi pengungsi, atau menjabarkan per spektif Ukraina serta negara-negara kecil pecahan Uni Soviet lainnya.

Lebih parah lagi, sulit sekali menemukan opini yang secara gamblang mendukung Ukraina.

Artikel yang ditulis oleh Duta Besar Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, yang isinya mengkritik posisi para pakar dan praktisi HI di Indonesia, seakan menjadi oasis di tengah keringnya pandangan alternatif.

Mengapa para ahli kurang bersimpati terhadap Ukraina?

Kajian dan studi HI di Indonesia masih bersifat Western dan American-centric, atau berkiblat pada pandangan Barat, termasuk AS, yang mengutamakan rasionalitas dan persaingan antar kekuatan besar.

Sebagian besar pakar HI pastinya familiar dengan sebuah artikel yang ditulis oleh ahli HI asal AS yang juga ahli teori neorealis, John Mearsheimer, yang mengkritik Barat karena memprovokasi Rusia.

Artikel tersebut sebenarnya sudah banyak menuai kritik karena cacat logika, namun tetap sangat populer di Indonesia dan banyak digunakan oleh para pakar untuk menjelaskan apa yang terjadi di Ukraina, yakni tentang ekspansi NATO ke arah Timur serta kompetisi antar kekuatan besar Rusia dan NATO. Hal ini telah menyebabkan banyak proposal kebijakan yang menjadi salah arah.

BACA JUGA: Harga Jagung Anjlog, Gubernur Sarankan Dieksport

Narasi tersebut jelas telah gagal mengakomodasi perspektif Ukraina dan membuat para pakar justru menjadi korban westplaining Ukraina karena hanya menggunakan logika Barat untuk menjelaskan apa yang terjadi.

Selain didominasi oleh paradigma realis, Indonesia juga kekurangan pakar kajian Rusia dan Eropa Timur.

Saat ini, hanya dua universitas di Indonesia yang menawarkan program studi Rusia. Hal ini menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang sejarah dan politik Rusia serta Eropa Timur, sehingga para pakar di Indonesia pun menjadi rentan terprovokasi oleh kampanye disinformasi Rusia.

Contoh kampanye disinformasi misalnya sebuah artikel yang dimuat di harian Media Indonesia yang menggunakan istilah seperti “operasi khusus” dan “demiliterisasi serta denazifikasi” untuk menggambarkan invasi Rusia.

Istilah “operasi khusus” adalah cara Rusia menghindari penggunaan istilah “perang” agar tidak memicu gelombang penolakan dari masyarakat Rusia sendiri.

Sementara itu, istilah demiliterisasi dan denazifikasi digunakan Rusia untuk meyakinkan warganya bahwa Ukraina dikuasai kelompok Neo-Nazi dan karenanya Rusia melakukan invasi demi melucuti persenjataan militer kelompok tersebut.

Padahal, kelompok Neo-Nazi di Ukraina jelas tidak memegang kekuasaan politik dan serangan Rusia justru terbukti membunuh banyak warga sipil yang tidak ada kaitannya dengan kelompok tersebut.

Terlebih lagi, para pakar HI di Indonesia juga sering membanggakan potensi Indonesia menjadi mediator untuk dapat menengahi pihak-pihak yang bertikai dalam perang Rusia-Ukraina.

Nyatanya, menurut sejarah, Indonesia hanya pernah berperan sebagai mediator di cakupan Asia Tenggara.

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, yang juga berambisi menjadi kekuatan besar di dunia, ternyata cukup sulit bagi Indonesia untuk bisa memahami perspektif dan kekhawatiran negara-negara kecil terhadap negara-negara besar tetangganya.

Berdasarkan sejarah Indonesia sebagai korban penjajahan, pakar di Indonesia seharusnya bisa bersimpati atas penderitaan Ukraina.

Sayangnya, gagasan anti-imperialis Indonesia hanya ditujukan ke Barat. Para pakar tersebut lupa bahwa Ukraina dan negara-negara Eropa Timur lainnya juga merasakan penderitaan berkepanjangan akibat imperialisme Rusia dan Soviet.

Di samping itu, kita juga harus mencatat bahwa Indonesia memiliki sejarah konfrontasi dengan Malaysia terkait serangan agresif ke negara tetangga, serta sejarah buruk dekolonisasi Papua dan Timor Timur. Pengalaman-pengalaman tersebut membuat para pembuat kebijakan dan intelektual publik mudah mengabaikan perspektif negara pascakolonial di Eropa, seperti Ukraina.

Sebuah refleksi bagi intelektual publik

Di saat pemerintah sangat berhati-hati dalam merespons situasi, para pakar dan akademisi seharusnya bisa memanfaatkan kepercayaan masyarakat dengan memberikan pemahaman dan informasi yang sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di Ukraina.

Mereka harusnya lebih menonjolkan komentar dan opini yang berfokus pada aspek kemanusiaan di masa perang, seperti mengenai kejamnya pihak militer Rusia kepada warga sipil dan tentang penderitaan pengungsi yang terdampak perang.

BACA JUGA: Pelakor, Kenapa Hanya Perempuan yang Disalahkan

Memang, sebagai intelektual, kita sebaiknya berusaha bersikap netral dan objektif, tapi kita juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengatakan kebenaran tentang krisis kemanusiaan yang saat ini terjadi di Ukraina. Kita juga seharusnya bisa mengedepankan moralitas dengan cara, misalnya, berani mengutuk kekejaman dan agresi Rusia ke Ukraina.

Seringkali, mengedepankan objektivitas dalam menganalisis penyebab perang tidak akan membantu menghentikan bencana kemanusiaan yang terjadi. Akan ada waktu untuk itu nanti. Di saat seperti ini, memaksakan diri untuk tetap netral dan diam berarti secara tidak langsung mendukung agresi Rusia dan memperburuk krisis kemanusiaan di Ukraina. ***

Sumber: The Conversation




Gula Gending dari Kembang Kerang, Dijual Hingga ke Sulawesi

Ini cerita tentang perantau asal Kembang Kerang, Lombok Timur yang berjualan Gula Gending hingga menyeberang ke Kalimantan, Sulawesi juga ke Jawa. Nanik I Taufan menggali cerita langsung dari beberapa penjual Gula Gending

lombokjournal.com ~ ​Meski tidak lagi banyak penjual Gula Gending yang berkeliling menjajakan dagangannya, camilan ini masih menjadi favorit anak-anak. 

Setidaknya, hal ini diungkapkan sekelompok penjual gula gending yang tinggal di seputar Sindu, Cakranegara Mataram.

Gula Gending dijual ke luar daerah
Penjaja Gula Gending

Para penjual gula gending yang tidak lagi banyak ini, berasal dari sebuah desa bernama Kembang Kerang, Lombok Timur.

Mereka, tidak hanya menjajakan dagangannya di Pulau Lombok, namun juga keluar kota seperti Bima, Sumbawa dan Dompu. Bahkan ada yang merantau hingga ke luar daerah, seperti Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali dan Jawa.

“Kami merantau untuk menjajakan gula gending hingga ke luar daerah, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya,” kata Sadikin.

BACA JUGA: Pesona Khazanah Ramadhan Perkuat Branding Pariwisata NTB

Sadikin bertutur, pernah berangkat bersama 40 kawannya untuk menjajakan dagangannya hampir di semua kabupaten di Kalimantan Selatan, beberapa tahun silam.

Berjalan Kaki Seharian

​Di Lombok orang mengenal camilan yang terbuat dari gula ini sebagai gula gending atau halus manis. 

Dijual menggunakan rombong yang dibuat khusus dari bahan kaleng-kaleng bekas dan bentuknya disesuaikan dengan pinggang samping sang penjaja agar tidak kesulitan ketika menabuhnya. Bentuk rombong setengah lingkaran dengan rongga sebagai penyimpan gula kapas di bagian tengahnya. 

Gula Gending seperti hula kapas
Gula Gending

Di sekeliling rombong terdapat enam kantong-kantong kaleng yang berfungsi sebagai tempat menyimpan kertas bukan sebagai pembungkus tetapi sebagai alas gula kapas ketika ada yang membeli. 

Kantong-kantong ini juga berfungsi sebagai gending yang dipukul penjaja untuk menarik perhatian pembeli.

rombong Gula Gending
Rombong Gula Gending

Disebut Gula Gending, karena saat menjajakan camilan yang terbuat dari gula ini, penjaja selalu menabuh kantong-kantong kaleng layaknya gending meskipun iramanya monoton, ujar Sadikin dan Fahmi. Namun, inilah kekhasan Gula Gending yang bisa jadi hanya ada di Lombok. 

“Kalaupun ada di tempat lain, tentunya dengan ciri yang sama, bisa dipastikan berasal dari Lombok,” kata Sadikin.

Ia menuturkan, para penjaja gula gending yang berasal dari kampungnya Kembang Kerang, Lombok Timur, sudah menyebar, merantau hampir di semua pulau di tanah air. Mereka menjajakan Gula Gending hingga ke luar daerah.

Biasanya, para penjaja gula gending, sebelum datang ke satu daerah secara berkelompok, dari mereka selalu ada yang memulai. Misalnya, beberapa orang ada yang berani datang ke tempat baru sekedar untuk mencoba berjualan.

“Kalau kelihatannya laku, kami saling kontak,” tutur Sadikin. 

BACA JUGA: Kunjungan AHY ke Bima Disambut Gubernur NTB

Maka, secara bekelompok mereka mendatangi daerah tersebut. Di sana mereka hidup berkelompok juga dan menyebar membagi wilayah di satu kota pertama hingga beberapa waktu.

Kalau sudah kelihatan orang mulai bosan, mereka berpindah dari satu kota ke kota lainnya hingga ke pelosok di daerah yang sama, ujar Sadikin. Saking seringnya berpindah kota, ia sudah lupa berapa kota sudah yang telah ia datangi untuk berjualan.

Dalam waktu tertentu, para penjaja memilih untuk berpindah pulau.

 “Selama menjajakan Gula Gending, seberapa pun jauhnya tempat berjualan, kami berjalan kaki meski harus seharian,” katanya. 

Mereka menumpang angkutan umum biasanya ketika berangkat berjualan ke wilayah masing-masing, selebihnya berjalan kaki bahkan hingga kembali ke rumah. 

“Lumayan, jalur yang kami lewati pulang sekalian menghabiskan dagangan yang belum laku,” ujar Fahmi. Namun, jika cepat laku semua di wilayah masing-masing, setelah berhitung ada juga yang naik angkutan umum pulangnya.

 Tepung dan Minyak Kelapa Memisah Gula Jadi Halus

Membuat Gula Gending usai keliling
Produksi Gula Gending

Gula Gending yang terbuat dari gula pasir ini, ternyata pembuatannya sangat sederhana. Pembuatannya menghabiskan waktu tidak lebih dari 45 menit. Mereka keluar menjajakan dagangannya sekitar pukul delapan pagi hingga pukul lima sore. Biasanya, para penjaja ini membuat gula gending yang akan dijual besoknya pada sore hari setelah pulang dari berjualan. 

“Biar capeknya sekalian,” kata Fahmi.

Cara membuat makanan ringan ini diawali dengan memasak 2 kilogram gula pasir dengan air secukupnya hingga benar-benar mendidih dan agak mengental. Di perapian yang lain, setengah kilogram kurang sedikit, tepung terigu dimasak dengan setengah kilogram minyak kelapa dimasak sambil diaduk sampai mendidih dan menggumpal. Kemudian didinginkan.

Gula yang sudah mendidih diturunkan sambil dicampur dengan sebungkus sumba berwarna merah, diaduk hingga rata. 

Sambil diaduk sumba, gula yang dimasak tadi didinginkan dengan meletakkan wajan tempat gula di atas air sambil terus diaduk dan dibolak-balik hingga akhirnya benar-benar mengental dan padat dengan warna yang merata.

Pada sebuah aluminium ukuran 1,5 X 1,5 m, terigu yang dimasak dengan minyak yang sudah menggumpal tadi ditabur di atasnya. Lalu gula yang sudah mengental dan padat dimasukkan sambil dicampur, diputar dan dibolak-balik hingga rata dan terpisah hingga halus seperti bulu kucing. 

“Mulai proses ini harus dilakukan dua orang,” ujar Fahmi.

Lebih kurang lima belas menit, gula sudah mulai terpisah nyaris halus dan kaku. Lalu, dengan menggunakan sebuah kayu yang juga mereka buat sendiri, gula yang sudah mulai kelihatan terpisah tadi diletakkan di kayu tersebut sambil dibongkar dan diurai hingga benar-benar terpisah. Minyak kelapa dan tepung terigu yang dimasak tadi, adalah kunci untuk memisahkan gula menjadi nyaris halus, ujarnya.

Saat inilah, 2 kilogram gula tadi terlihat menjadi sangat banyak. 

“Proses selesai, Gula gending harus langsung dimasukkan ke dalam rombong dan tidak boleh dibuka lagi hingga esok harinya,” kata Fahmi. 

Kalau pun dibuka karena ada pembeli, harus segera ditutup lagi. Intinya, jangan sampai udara masuk terlalu banyak agar tidak mengempes, tambah Sadikin. 

Dari 2 kilogram gula pasir, setengah kilogram (kurang sedikit) tepung terigu dan minyak kelapa setengah kilogram, bisa menjadi Rp 150 ribu hasil kotornya esok hari, kata Fahmi. Dan setiap hari pula, gula gending laku semua. Kalaupun tidak, sisanya hanya sedikit dan bisa dijual keesokan harinya lagi.

Tembus Jutaan Rupiah

​Para penjaja gula gending yang tinggal di Mataram telah membagi wilayah berjualannya. Satu sama lain sepakat untuk tidak memasuki wilayah rekannya. 

Meski jumlahnya tidak banyak, mereka tetap setia pada pekerjaan yang mereka akui lebih banyak menghidupi keluarga yang ditinggalkannya di Kampung Kembang Kerang, Lombok Timur. Padahal, kata Sadikin dalam wawancara beberapa waktu lalu, pekerjaan ini sebenarnya merupakan sampingan saja. 

“Pekerjaan pokok menggarap sawah,” ujarnya.

Memproduksi Gula Gending

Tapi, ketika musim tanam tiba, ada saja penjaja gula gending yang berjualan, karena sebagian pulang menggarap sawahnya, lainnya lagi kembali ke Mataram untuk berjualan. “Jadi, penjaja gula gending tetap saja ada,” ujarnya.​

Meski pekerjaan ini adalah sampingan, justru lebih banyak memberikan penghasilan ketimbang menggarap sawah. Tapi, Sadikin dan rekan-rekannya tidak juga memilih menjadi penjaja gula gending sebagai pekerjaan utamanya. 

“Kalau ada pekerjaan di kampung kapan saja, kami tetap akan pulang,” ujarnya.

Di Mataram, mereka hidup berkelompok plus membagi tugas, membagi segala halnya bersama-sama, saling membantu sama lain. Satu rumah mereka urunan mengontraknya.

Alat-alat pembuat gula gending seperti wajan, kompor, aluminium dan sebagainya pun urunan ketika harus menggantinya. 

Tidak terkecuali soal makan dan minum sehari-hari. Hanya modal untuk membeli gula saja mereka modal sendiri. Tidak jarang, ketika habis pulang kampung yang mereka lakukan sebulan sekali untuk menjenguk keluarganya, uang hasil jerih payahnya semuanya ditinggalkan di kampung. Paling-paling pulangnya disisakan untuk ongkos angkutan umum hingga tiba di Mataram.

“Kalau sudah begitu, kami bisa ngutang gula dan bahan lainnya di warung sebelah,” kata Sadikin. 

Berhutang pun biasanya tidak lama. Besoknya, sepulang dari berjualan, mereka langsung membayarnya. Sehari mereka berenam menghabiskan setidaknya 10 kg gula putih (ada yang 1 kilogram, ada yang 2 kilogram), bahkan bisa lebih dari itu.

“Jumlah gula tergantung modal,” aku Sadikin. 

Sedangkan minyak tanah habis 4,5 liter dalam sehari. Jadi, tidak kurang dari 300 kg gula dan 120 liter minyak tanah, 75 kg minyak kelapa, 70 kg tepung terigu dan 30 sumba mereka habiskan setiap bulannya. 

Jika melihat penghasilan kotor Fahmi, sehari dengan 2 kg gula pasir Rp 150 ribu, maka penghasilan kotor penjaja gula gending yang menghabiskan 2 kg gula setiap hari bisa mencapai Rp 4,5 juta setiap bulannya, jika tanpa libur. 

Wah, lumayan besar ya? ***

 

 




Letusan Tambora, Situasinya Tergambar Jelas di Bo’ Sangaji Kai

Situasi di hari kejadian letusan Tambora itu terbaca dengan jelas dalam Buku Catatan Kerajaan Bima atau Bo’ Sangaji Kai

lombokjournal.com ~ “Hijrat al-Nabi SAW seribu dua ratus tiga puluh genap tahun, tahun Za, pada hari Selasa waktu subuh, sehari bulan Jumadil Awal, tatkala itulah di Tanah Bima datanglah takdir Allah melakukan kodrat iradat atas hamba-Nya. Maka gelap berbalik lagi lebih dari pada malam itu, kemudian maka berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang, kemudian maka turun kersik batu dan abu seperti dituang, lamanya tiga hari dua malam. Maka heranlah sekalian hamba-Nya akan melihat karunia Rabbial-Alamin yang melakukan fa (cc atas) al li-ma yurid1). Setelah itu maka teranglah hari, maka melihat rumah dan tanaman sudah rusak semuanya, demikianlah adanya itu, yaitu pecah Gunung Tambora menjadi habis mati orang Tambora dan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad.”

Bukti dahsyatnya letusan Tambora
Kawah Gunung Tambora

Kisah ledakan maha dahsyat Gunung Tambora yang terjadi pada tahun 11 April 1815, tercatat dalam Buku Catatan Kerajaan Bima atau Bo Sangaji Kai (naskah kuno kerajaan Bima) dengan judul pada pias kiri naskah: “Alamat Pecah Gunung Tambora”. 

Inilah sepenggal kisah yang begitu singkat namun mampu menggambarkan spektakulernya letusan Gunung Tambora dengan berbagai akibatnya. 

Berita tentang letusan Gunung Tambora tahun 1815, tertulis dengan apik dan sangat mengharukan dalam Catatan Kerajaan Bima (naskah asli Bo’ Sangaji Kai), pada naskah 872).

Dari Bo’ Sangaji Kai inilah, gambaran tentang situasi di hari kejadian letusan Gunung Tambora itu terbaca dengan jelas. Seribu dua ratus tiga puluh genap tahun, tahun Za, pada hari Selasa waktu subuh, sehari bulan Jumadil Awal, merupakan catatan resmi dari naskah aslinya yang bertepatan dengan tanggal 11 April 1815 di tahun Masehi. 

Letusan itu terjadi di waktu subuh hari bahkan ketika siang tiba, matahari tidak kunjung tampak akibat abu vulkanik memenuhi langit dan menutup sinar matahari. Naskah ini mengisahkannya dengan kalimat, maka gelap berbalik lagi lebih dari pada malam itu (gelap yang sangat gelap bahkan lebih gelap dari pada malam hari). 

BACA JUGA: Letusan Gunung Tambora, Terkuat Dalam Sejarah Dunia

Bagian Bo’ Sangaji Kai yang mengisahkan tentang letusan dahsyat Gunung Tambora ini, dibacakan tahun 2015 oleh Filolog dan sejarawan, Dr. Hj. Siti Maryam Salahuddin semasa hidupnya.

“Siang gelap gulita, laksana malam, langit di atas Pulau Sumbawa berselimut gelap yang hitam pekat sehingga sinar matahari tidak tampak selama setidaknya tiga hari bahkan gelap itu sampai sekitar seminggu lamanya dimana cahaya matahari yang redup masih terasa,” ujar Siti Maryam waktu itu.

Ia menerjemahkan tulisan dari Juru Tulis Istana yang mencatatkan semua peristiwa yang terjadi kala itu dalam Bo’ Sangaji Kai.

Suara ledakannya yang begitu keras bagaikan tengah berkecamuk perang yang melepaskan tembakan-tembakan menggunakan meriam, digambarkan dengan kalimat, berbunyilah seperti bunyi meriam orang perang. 

Naniek I Taufan bersama Igan S. Sutawijaya, geolog peneliti Gunung Tambora dari Pusat Geologi Bandung

Geolog Igan S. Sutawijaya, peneliti Gunung Tambora mengungkapkan bahwa dalam berbagai catatan menyebutkan gemuruh ledakan itu terdengar di berbagai wilayah di Indonesia seperti Ternate, Surabaya, Makassar dan Sumatera hingga, sejauh 2.600 kilometer.

Inilah tampaknya yang dicatat oleh juru tulis Istana Kesultanan Bima tentang bunyi letusan yang tertulis seperti meriam orang perang itu. Muntahan material yang demikian banyak menyebar lahar, batu dan abu seperti hujan yang ditumpahkan dari langit dalam waktu yang cukup panjang selama tiga hari dua malam, yang digambarkan dengan sebuah kalimat, kemudian maka turun kersik batu dan abu seperti dituang, lamanya tiga hari dua malam.

Dari cerita Dr. Siti Maryam semasa hidupnya itu (wafat 18 Maret 2017), peristiwa letusan yang disebut sebagai malapetaka yang sangat dahsyat itu terjadi menjelang akhir masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah (1773-1817). 

Gambaran kehancuran dan porak-porandanya kerajaan-kerajaan yang berada di sekitar Gunung Tambora, bahkan dua di antaranya Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat, yang berada tepat di kaki Gunung Tambora itu terkubur hingga hari ini, juga tercatat dengan rapi dalam naskah kuno tersebut. 

Setelah terang datang (tiga hari usai abu vulkanik mereda), tampaklah bahwa rumah dan tanaman sudah rusak semuanya, hancur binasa akibat letusan itu. Diketahuilah bahwa akibat yang lebih parah juga terjadi adalah “habis mati orang Tambora dan orang Pekat” (memakan korban yang sangat banyak). 

“Akibat letusan itu yang terlihat seluruh pulau Sumbawa tertutup abu, rumah-rumah hancur berantakan, ternak-ternak penduduk mati, ribuan orang meninggal dunia sebagai akibat langsung dari letusan tersebut, bahkan lahan-lahan pertanian sebagai sumber kehidupan masyarakat binasa dan tidak bisa digarap lagi. Inilah yang menyebabkan terjadinya kelaparan dan berbagai penyakit yang menambah jumlah korban meninggal. Dan akibat dari kehancuran itu, ribuan atau bahkan puluhan ribu orang yang ada di pulau Sumbawa mengungsi ke pulau-pulau terdekat,” ujarnya. 

Batu dan lainnya yang menguak letusan Tambora

Tampaknya, inilah yang kemudian dicatat oleh Heinrich Zolingger (ahli botani Swiss), sekitar 30 tahun kemudian sejak terjadinya letusan maha dahsyat itu. 

“Zollinger mereka-reka, menghitung jumlah penduduk Pulau Sumbawa pada awal tahun 1815 sekitar 170.000 orang dan musnah separuhnya akibat letusan itu, tersisa kira-kira 60.000 orang,” kata Dr. Siti Maryam.

BACA JUGA: Pemda KLU Salurkan Paket Sembako di Kecamatan Tanjung

Letusan Gunung Tambora merupakan sebuah bencana besar, bukan hanya bagi tanah leluhurnya orang Bima dan Dompu, melainkan bencana yang juga dirasakan masyarakat dunia yang terkena dampaknya. Gunung Tambora meletus dengan begitu dahsyatnya, menebar malapetaka bak monster yang menakutkan. 

Benda artefak yang sempat terkubur vulkanik Tambora
Benda-benda artefak ditemukan terkubur material vulkanik Tambora

Letusan itu juga telah mengubur peradaban dari dua Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat pada masa Raja Tambora bernama Abdul Gafur dan Raja Pekat bernama Muhammad. Hilang tidak berbekas hingga akhirnya lebih dari 150 tahun kemudian (1815-1980-an), secara tidak sengaja sisa-sisa kehidupan di dua kerajaan yang terkubur tersebut terungkap lewat penemuan benda-benda, keramik, tembikar, peralatan rumah tangga dan lainnya di kaki Gunung Tambora. 

Kini, setelah lebih dari dua abad peristiwa itu terjadi, jejak-jejak kerusakan itu terkuak lewat berbagai penemuan artefak dan benda-benda bersejarah di kaki Gunung Tambora. Di sana ada situs Gunung Tambora, yang menyimpan sejarah tersebut dan menjadi patut untuk ditelusuri lebih lanjut. Apa yang ada di kaki Gunung Tambora hari ini, adalah berkah dari letusan yang mematikan yang terjadi 207 tahun yang lalu. ***

1) 87, catatan yang menceritakan tentang letusan gunung Tambora.  

2) Ungkapan Arab ini disebut juga dalam syair (bait 44) dan diterjemahkan         

     sebagai berikut: “Allah Ta’ala berbuat sekehendak-Nya”.




Letusan Gunung Tambora, Terkuat Dalam Sejarah Dunia 

Hari ini 207 tahun lalu, letusan Gunung Tambora tercatat terdahsyat sepanjang sejarah

lombokjournal.com ~ GUNUNG Tambora dengan kisah letusannya yang dahsyat, menyimpan daya tarik untuk dipahami lebih jauh.Tidak hanya untuk dijelajahi kawasannya melalui pendakian, juga seluruh potensi kawasan lingkar Tambora yang menjadi inspirasi. Letusan Tambora tercatat mengisahkan ledakan gunung terdahsyat sepanjang sejarah, dengan misteri yang menyertainya.

Tambora hari ini laksana magnet yang punya daya tarik untuk dijelajahi. 

Setelah menjadi kuburan massal bagi dua kerajaan yakni Pekat dan Tambora, serta meluluh-lantakkan Kerajaan Sanggar akibat  muntahan material Tambora yang luar biasa banyaknya, denyut jantung peradaban wilayah-wilayah sekitar gunung ini mendadak “mati” cukup lama. 

Membayangkan letusan Gunung Tambora

Belum ada yang tahu persis bagaimana kehidupan yang ada di tiga kerajaan tersebut pada masa dua abad yang lalu. Hingga akhirnya para ahli menguak misteri peradaban yang hilang tersebut sedikit demi sedikit. 

Bahkan ketika denyut nadi kehidupan di sekitar gunung ini mulai berdetak kembali, semua itu belum terungkap secara lengkap hingga hari ini; hingga Tambora sampai ke kita. 

Gunung Tambora, tersohor karena sejarah letusannya yang maha dahsyat di tahun 1815 lalu. Sebagai salah satu icon Nusa Tenggara Barat, gunung ini menyimpan sejarah letusan yang pernah tercatat dunia sebagai yang terdahsyat setelah Gunung Toba di Sumatera Utara (yang meletus pada zaman pra sejarah). 

BACA JUGA: Letusan Tambora, Situasinya Tergambar Jelas di Bo’ Sangaji Kai

Gunung Toba di Sumatera Utara (yang meletus pada zaman pra sejarah sekitar 74.000 tahun lalu dengan kekuatan ledak skala 8 Vei).

Berdiri di bibir kawah Gunung Tambora Sebuah lubang sangat besar yang menganga tampak dengan jelas. Itulah kawah raksasa dari Gunung Tambora yang meletus sangat dahsyat dengan ledakan yang bahkan tercatat telah memangkas separuh dari badan Gunung Tambora yang memiliki ketinggian awal 4.200 mdpl, dan kini tinggal menyisakan ketinggian 2.851 mdpl. 

Letusan yang disebut paling mematikan dalam sejarah dengan kekuatan setara 171.428 kali bom atom ini, telah meninggalkan bekas kawah raksasa berdiameter 7 kilometer dengan kedalaman kawah mencapai 1.200 meter (1.2 km) dari bibir kawahnya. 

Sebagaimana diungkapkan Igan S. Sutawijaya, geolog yang juga peneliti Gunung Tambora dari Pusat Geologi Bandung, bekas-bekas material letusan Gunung Tambora yang meletus dengan kekuatan 7 Vei (Volcanic Expolisivity Indeks), empat kali lebih dahsyat dari Gunung Krakatau 1883.

Masih terlihat hingga hari ini berupa berupa batu-batu sangat besar serta serpihan-serpihan batu menghitam yang luluh lantak karena panas awan letusan Tambora, yang mencapai 800 derajat celcius. Suhu itu mengalahkan panas awan letusan Gunung Vesuvius di Italia yang mengubur Pompeii, dengan 600 derajat celcius.

Dengan kekuatan ledak super besar itu, Tambora seperti menghempaskan emosinya secara  maksimal. Beberapa gunung pembanding adalah kisah letusan Gunung Krakatau yang menghebohkan di tahun 1883. 

Kekuatan ledak Gunung Krakatau hanya setara 21.500 kali bom atom. Gunung yang paling dekat dengan Tambora adalah Gunung Agung di Bali yang meletus 1963, kekuatan ledaknya hanya 2.600 kali bom atom. 

“Dengan skala 7 Vei, kekuatan ledakan Gunung Tambora hingga saat ini belum terpecahkan dalam sejarah letusan gunung berapi di dunia,” kata Igan. 

Sebagai salah satu dari 127 gunung api aktif di dunia yang banyak dibicarakan karena kedahsyatan ledakannya, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, tidak hanya menjadi kekayaan bagi bangsa Indonesia melainkan juga merupakan kekayaan dunia, khususnya dalam hal keilmuan. 

Gunung Tambora mewarnai kisah berbagai letusan gunung api yang pernah tercatat dalam sejarah dunia. 207 tahun yang lalu, Gunung Tambora yang berdiri meranggas bak pasak bagi Pulau Sumbawa ini telah memuntahkan material yang demikian banyak sampai-sampai mengubur peradaban yang ada di dua kerajaan yakni Kerajaan Tambora di Bima dan Kerajaan Pekat di Dompu.

Lokasi kedua kerajaan itu berada di bagian barat kaki gunung Tambora, dan Kerajaan Sanggar yang berada di sebelah timur gunung ini menjadi porak-poranda. 

Akibat 150 kilometer kubik material yang ditumpahkan dalam erupsi besar Tambora menyebabkan tiga kerajaan hilang, dua terkubur yakni Kerajaan Tambora dan Pekat yang menyebabkan kedua kerajaan ini terhapus dari peta pemerintahan kala itu. 

BACA JUGA: Arsitektur Rumah Tradisi di Karang Bajo, Bayan, KLU

Sedangkan Kerajaan Sanggar yang meskipun tidak terkubur akhirnya hilang juga, karena telah porak poranda dan luluh lantak sehingga menyebabkan seluruh penduduknya musnah (meninggal dan mengungsi) meninggalkan Sanggar. 

Kerajaan Sanggar menjadi wilayah yang kosong. Tidak ada kehidupan yang diatur oleh pemerintahan lagi di sana.

Igan juga mengungkapkan bahwa akibat dari letusan Tambora tidak hanya memporak-porandakan kerajaan-kerajaan yang berada di kaki gunung tersebut, melainkan juga mempengaruhi iklim dunia.  

Letusan Gunung Tambora yang menyebar abu vulkanik dan aerosol 40-60 megaton itu “mengelilingi” dunia selama hampir setahun sejak letusannya 1815 hingga 1816, menyebabkan tahun 1816 tercatat sebagai “tahun tanpa musim panas”. 

“Amerika Utara dan Eropa tertutup abu vulkanik dari letusan Gunung Tambora sehingga sinar matahari redup menyebabkan kegagalan panen yang menimbulkan kelaparan di wilayah tersebut,” ungkap Igan yang juga Penyelidik Bumi Madya dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 

Igan menambahkan, abu Gunung Tambora keliling dunia selama tiga minggu. Abu dan aerosol yang merupakan bagian dari material muntahan Gunung Tambora yang terangkat dalam kolom setinggi 43 kilometer ini bahkan menembus lapisan stratosfer sehingga dengan dorongan angin berarak mengelilingi dunia. Terkumpul di belahan bumi bagian utara.

Abu ini menutupi sinar matahari di sana yang menyebabkan eropa kehilangan musim panas. Tahun tanpa musim panas ini menyebabkan semua tanaman mati sehingga mengakibatkan kelaparan sehingga banyak yang mati.***