KUR Masih Kurang Sentuh Sektor Pertanian

penyaluran kredit di lini pertanian yang berorientasi ekspor harus dibarengi subsidi ekspor. FOTO/Wahyu Putro A/foc/15.
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

MATARAM.lombokjournal.com — KUR (Kredit Usaha Rakyat) masih sangat kecil menyentuh lini pertanian di Indonesia. Untuk itu perlu adanya koordinasi dengan beberapa pihak terlait seperti perbankan. Sebagian besar  KUR masih teralokasi segmen UMKM sector Perdaghangan dan jasa.

Hal itu juga diakui kalangan perbankan. Misalnya, Bank Mandiri Regional 8 tahun lalu menyalurakan dana lebih dari Rp 1,4 triliun KUR, sekitar 80 persennya teralokasikan segmen UMKM di sektor perdagangan dan jasa. Namun, untuk pertanian dan perikanan masih terdistribusi kurang dari 2 persen.

“Kami mengakui, hingga saat ini masih belum menemukan formula yang tepat untuk segmen pertanian, dan tak hanya itu,” papar Puntuh Wijaya Micro Banking Head Regional 8 di Surabaya, baru-baru in.

Dana Rp 1,7 triliun tersebut masih menjadi PR-nya untuk lebih mengoptimalkan pada segmen pertanian tersebut. Sebab akhir tahun ini pihaknya harus benar-benar mengoptimalkan pengalokasian dana dalam jumlah tersebut.

Di kesempatan yang sama, Triyoga Laksito, Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (OJK) 1 Kantor Regional 4 Jatim mengatakan, untuk sementara ini program KUR masih terkesan belum tepat sasaran. Sebabnya, kurang telitinya terkait kredit dan pihak perbankan masih masih belum melakukan analisa maksimal. Akibatnya, dari kurang ketelitian itu berakibat susahnya dalam proses klaim.

Hal itu terjadi lantaran karakter pengusaha di lini ini masih melakukan pencampuran modal dan dana kebutuhan sehari-hari. Karena itu diperlukan edukasi bahwa KUR ini bukan seperti dana hibah.

“Untuk sementara ini, dana KUR yang sudah tersalurkan sekitar Rp 2,8 triliun. Komposisinya, 40 persen nya  bersumber dari dana yang non pinjaman atau bersumber dari lembaga non formal, sedangkan 60 persen dari pinjaman,” tandas Triyoga.

Dalam kesempatan berbeda, Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, berharap dalam penyaluran kredit di lini pertanian yang berorientasi ekspor  harus dibarengi subsidi ekspor. “Karena lebih sulit untuk memulai usaha ekspor ketimbang yang sudah menjalankannya,” katanya. .

Porsi pengusaha tani kebanyakan masih sulit memulai ekspor karena terhambat dana yang besar serta prosedur rigid. Pengusaha tani skala kecil yang sudah mapan dan memiliki jaringan merupakan kalangan minoritas. Dikhawatir penyerapan subsidi KUR berorientasi ekspor hanya dirasakan sebagian kecil petani saja.

Untuk menembus pasar ekspor, produk pertanian harus memenuhi sejumlah syarat dari negara tujuan, berbiaya tinggi dan survei serta verifikasi yang makan waktu. Persyaratan akan lebih tinggi lagi jika negara tujuannya adalah negara maju.

“Ekspor, apalagi pangan, tidak sekadar kirim barang, biaya produksi, transportasi, selesai, tidak sesederhana itu,” ujarnya.

Li