WOWWWW…. PROVINSI LITERASI
Sebaiknya anda tidak perlu kaget, namun harus banyak bertanya, waktu Wakil Gubernur NTB, Bapak Muhammad Amin, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2016, hari Senin, melaunching program NTB sebagai Provinsi Literasi.
Kebetulan, saat ini saya sedang hangat mengunjungi berbagai tempat, untuk memahami tentang peningkatan ‘literasi’. Jadi waktu membaca berita, melalui program Dinas Dikpora setempat bahwa NTB menjadi ‘provinsi Literasi”, saya sungguh astonished.
Kata literasi sudah sangat akrab di kalangan penulis, sastrawan, atau di kalangan intelektual yang banyak berwacana tentang literasi dalam konteks melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Pemahaman kontemporer tentang literasi itu memang meluas,
Memang benar kalau Wagub mengatakan, literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun menyangkut pola pikir, ketrampilan mengembangkan pemikiran. Menggunakan sumber pengetahuan, atau informasi dari berbagai media untuk mengembangkan pengetahuan sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas.
Sebutan sangat ‘literat’ ditujukan pada seseorang kalau memahami sesuatu karena bacaannya dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Membaca, menulis, melek aksara atau keberaksaraan. Jangan heran kalau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan melalui Permen Dikbud: 23 Tahun 2015 mewajibkan siswa membaca 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Merekayasa habitat gemar membaca itu penting, meskipun paling penting sebenarnya adalah kemampuan berpikir menghasilkan pengetahuan, dari media apa pun sumbernya, yang akhirnya memberi manfaat masyarakat.
Saya membayangkan, mengangkat NTB sebagai ‘Provinsi Literaasi’ seperti mengisi kekosongan pendidikan selama ini, apakagi di NTB, untuk menguatkan pola membangun nalar atau jalan pikiran anak didik. Nalar, jalan pikiran, kemampuan berpikir itu yang menghubungkan dengan masa depan. Ini bisa dirawat kalau kita, salah satu jalan, menguatkan pemaknaan peningkatan literasi.
Metode dan teknik pengajaran literasi yang mencerdaskan, akan menjadi jalan kebangkitan suatu bangsa yang berkhidmat pada nalar dan akal sehat. Meningkatkan literasi tidak seharusnya semata-mata menyusun program untuk merespon Peraturan Menteri Pendidikan.
Kalau hal itu yang terjadi, yang mengkhawatirkan saya, NTB makin banyak memproduksi jargon daripada menjalankan yang substansial. ***
*) Rayne Qu, mahasiswa S2 Sastra Prancis, asal Punia Saba, Kota Mataram