Pawai Ogoh-Ogoh Dilepas Walikota Mataram

Maraknya pawai Ogoh-Ogoh di Kota Mataram, Senin (27/3).(foto: GRA/Lombok Journal)

 Walikota Mataram, TGH Ahyar Abduh, melepas pawai ogoh-ogoh dalam parade ogoh-ogoh, Senin siang (27/3) di Kota Mataram.

Walikota Mataram, TGH Ahyar Abduh, menyaksikan jalannya pawai ogoh-ogoh di Kota Mataram.(foto: GRA)

MATARAM.lombokjournal.com —  Selain memperkuat silahturahmi antar umat beragama di Kota Mataram, pawai ogoh-ogoh yang sudah rutin terselenggara sejak belasan tahun lalu, saat ini juga menjadi daya tarik wisata tersendiri.

“Ini menjadi ajang silahturahmi masyarakat Kota Mataram, dan NTB secara umum, apapun latar belakang agamanya. Toleransi dan

semangat kebersamaan ini membuktikan bahwa warga Kota Mataram yang heterogen  bisa saling menghargai dan hidup rukun berdampingan antar agama, antar etnis,” kata Ahyar Abduh, saat membuka pawai ogoh-ogoh.

Ahyar mengatakan, seperti tahun sebelumnya, perayaan hari raya Nyepi dan tahun baru Saka 1939, yang jatuh pada Selasa (28/3) di Kota Mataram diharapkan berjalan dengan penuh kedamaian.

“Bagi umat hindu selamat merayakan Nyepi, dan umat lainnya marilah kita ikut menghargai. Sebab sejak dulu pemerintah Kota Mataram sangat mendukung dan respek terhadap perayaan dan hari-hari besar setiap agama,”katanya.

Seremoni pelepasan ogoh-ogoh, Senin (27/3) dilakukan di depan kantor Lurah Cakranegara, Kota Mataram, dihadiri Ketua Pengurus Krama Pura Meru Cakranegara, jajaran PHDI NTB, dan sejumlah pejabat Kota Mataram.

Ratusan ogoh-ogoh melintasi jalur sepanjang 4 Km di jalan Pejanggik hingga jalan Selaparang, yang juga merupakan jalur utama pusat pertokoan di Kota Mataram.

Ribuan penonton memadati sepanjang jalur itu. Para penonton datang dari Kota Mataram, Lombok Tengah dan Lombok Barat, dan juga ada wisatawan domestik dan mancanegara.

Ketua Panitia Ogoh-Ogoh Mataram, Anak Agung Made Jelantik mengatakan, sedikitnya 150 ogoh-ogoh ikut tampil dalam pawai tahun ini. Ini meningkat dibangding tahun lalu yang hanya 125 ogoh-ogoh.

“Dari segi jumlah dan bentuknya, ada peningkatan tahun ini. Kita lihat penonton dan wisatawan yang melihat juga lebih banyak,” kata Anak Agung.

Menurut dia, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, konsep bahan membuat ogoh-ogoh mulai tahun ini juga menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan.

Sementara itu, Ketua Majelis Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Provinsi NTB, I Gede Mandra menjelaskan, pawai ogoh-ogoh merupakan rangkaian kegiatan umat Hindu dalam menyembut hari raya Nyepi dan Tahun Baru 1939 Saka.

“Ogoh-ogoh ini merupakan bagian upacaraTawur Kesanga, untuk menyelaraskan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan yang maha kuasa,” katanya.

Dijelaskan, ogoh-ogoh dengan bentuk raksasa atau merupakan simbol “Buta Kala” yang melambangkan ketidakselarasan antara makro kosmos atau alam dengan mikro kosmos atau manusia dan mahluk hidup lainnya. Setelah diarak dalam pawai, ogoh-ogoh akan dimusnahkan di masing-masing pura lingkungan di Kota Mataram.

“Ketidakselarasan ini yang harus kembali diseimbangkan. Ogoh-ogoh yang

melambangkan sifat buruk manusia, selanjutnya akan dilebur dalam upacara Tawur Agung sebelum pelaksaan Nyepi. Ini sebagai bentuk kesyukuran umat pada Tuhan, bahwasanya kita masih diberi kesempatan  memperbaiki diri,”katanya.

Ia menjelaskan, pada Selasa (28/3) atau puncak hari raya Nyepi, umat Hindu akan melaksanakan Catur Brata yakni Amati Geni (Tidak Menyalakan Api), Amati Karya (Tidak bekerja), Amati Lelungan (Tidak Bepergian),dan Amati Lelanguan (Tidak bersenang-senang).

“Pada saat Nyepi, umat bisa melakukan introspeksi dengan bermeditasi agar ke depan menjadi lebih baik lagi,”katanya.

GRA