Sayangnya, urban farming di Indonesia belum dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tapi masih sebatas tren gaya hidup
lombokjournal.com —
MATARAM ; Ketua Badan Pengawasan dan Disiplin (BPD) Partai Gerindra, H. Bambang Kristiono (HBK) mengatakan, konsep urban farming yang mengedepankan optimalisasi lahan sempit di perkotaan, bisa menjadi solusi pangan sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat di tingkat keluarga.
Jika dikembangkan dengan baik, konsep urban farming juga bisa mendukung kekuatan pangan nasional di masa mendatang.
“Intinya urban farming ini bisa menjadi solusi bagi emak-emak untuk menekan biaya rumah tangga untuk kebutuhan sehari-hari. Dan dalam jangka panjang, ini bisa membantu kekuatan pangan kita secara nasional,” kata HBK, Senin (03/12).
Selain itu, pola urban farming juga akan membantu menciptakan suasana hijau dan asri di perkampungan Kota.
Seperti diketahui, tren urban farming di Indonesia beberapa tahun ini telah mengalami peningkatan. Pertanian dengan lahan sempit di perkotaan itu digadang bisa menjadi solusi permasalahan pangan.
Turunnya jumlah petani, urbanisasi, dan keterbatasan lahan, hingga kini menjadi masalah serius dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Hanya saja, papar HBK, urban farming di Indonesia belum dikembangkan serius untuk memenuhi kebutuhan pangan. Urban farming masih sebatas tren gaya hidup. Tren ini belum diproyeksikan untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
“Kalau kita serius, itu (urban farming) sebenarnya salah satu upaya untuk mengatasi kelangkaan pangan bahkan mal nutrisi di masyarakat kota,” ungkapnya
HBK menjelaskan, di negera-negara maju, konsep urban farming dapat menyumbang 20-30 persen dari kebutuhan pangan kota.
Pemerintah sendiri belum menjadikan pangan sebagai isu utama. Pembahasan pangan hanya dilakukan saat ada krisis. Dan, setiap kali krisis, solusinya adalah impor.
“Paradigma itu yang perlu dirubah, kita harus mulai membangun kemandirian,” kata HBK.
Gandeng Kelompok PKK dan KWT
HBK mengatakan, konsep urban farming bisa dimulai juga di NTB, terutama Pulau Lombok.
Hal ini akan semakin efektif bila dilakukan dengan penggandeng kelompok emak-emak anggota PKK dan juga Kelompok Wanita Tani (KWT).
“Dikembangkan dengan program yang melibatkan PKK dan KWT juga akan semakin baik. Karena selama ini kan kebijakan pemerintah kita di daerah juga masih sporadis soal pertanian. Padahal jika semua diintegrasikan akan semakin bagus”, katanya.
Ia mencontohkan, program PKK yang terpusat memiliki dua aspek yang bisa dimanfaatkan.
Yakni dari sisi Kebun Gizi yang berhubungan dengan Kesehatan, dan Kebun Bibit yang berhubungan dengan Pertanian.
Namun, dua-duanya bisa bersinergi dengan pola urban farming.
Emak-emak bisa memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam tanaman pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari, dan bisa juga menanam tanaman apotik hidup untuk kebutuhan kesehatan.
“Dalam satu sisi itu saja, maka Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian bisa ikut intervensi. Selain PKK, juga bisa dilibatkan kelompok wanita tani (KWT). Jadi sebenarnya sumber daya kita ada, jangan anggap remeh potensi emak-emak ini,” katanya.
Menurut HBK, jika konsep urban farming ini dipadukan dengan pertanian terintegrasi, bukan tidak mungkin banyak juga pengusaha yang tertarik untuk berinvestasi mengembangkannya lebih baik lagi di NTB ini.
Me