Pembangunan konektivitas infrastruktur antar pulau, baik darat, laut maupun udara, perlu diikuti kebijakan perlindungan dan keberpihakan kepada usaha ekonomi masyarakat ekonomi lemah
lombokjournal.com — Gubernur NTB, Dr. TGH. Zainul Majdi yang lebih akrab disapa TGB memberikan tanggapan itu, atas paparan dari 4 narasumber dalam diskusi meja bundar atau round table discusstion (RTD), yang membahas pembangunan konektivitas antar pulau guna meningkatkan kemandirian dan daya saing ekonomi di Lemhanas RI, Rabu (19/7).
“Agar kemanfaatan fasilitas ekonomi tidak hanya dinikmati pengusaha besar, tapi benar-benar meningkatkan usaha konomi Masyarakat kecil,” ujarnya.
Infrastruktur menjadi isu utama penyebab masih tingginya disparitas masyakat. Pembangunan infrastruktur dan perekonomian indonesia yang 81 persen terpusat di pulau Jawa dan Sumatra serta di wilayah perkotaan, hanya dinikmati para pengusaha besar.
”Ekonomi kerakyatan semakin tergusur, karena menjamurnya usaha usaha retail modern hingga ke pelosok pelosok desa dan dusun,” tegas TGB.
Menurutnya, kebijakan pembangunan infrastruktur wilayah belum mengurangi kesenjangan. Malah mempertajam kesenjangan ekonomi kelas atas dan UMKM.
Turunnya Kemiskinan di NTB
TGB memaparkan pengalamannya membangun infrastruktur di NTB. Dengan kemampuan fiskal sangat terbatas, pihaknya bersama DPRD merancang kebijakan pembangunan infrastruktur pola tahun jamak.
Hal itu dilakukannya karena menyadari, konektivitas sangat penting membangun kemandirian dan meningkatkan daya saing ekonomi masyarakat. Berkat kebijakan tersebut, NTB berhasil meraih kesuksesan munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di NTB.
Ia mencontohkan angka kemiskinan, tahun 2008 di awal periode pertama masa jabatannya, masih mencapai 23,18 pewrsen dari total penduduk NTB sebanyak 4,5 juta jiwa. “Kini pada bulan Maret 2017, telah dapat diturunkan menjadi 16,02 persen,” katanya.
Selain menurunkan angka kemiskinan, pembenahan infrastruktur juga memberikan pengaruh baik pada pengendalian ratio gini yang ada di NTB. Saat ini, ratio gini di daerah yang dikenal dengan bumi seribu masjid itu berada pada level 0,36 persen.
Pembenahan infrastruktur itu juga memberikan pengaruh postif bagi hilirisasi barang dan jasa.
“Tidak mungkin terbangun suatu industri kecil, apalagi, sedang atau besar, kalau tidak ada kelengkapan konektifitas,” jelasnya di hadapan sejumlah profesor yang hadir.
Senada dengan TGB, Prof. Dr. H. Didin mengingatkan, pembangunan infrastruktur, tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi perlu waktu untuk menyusun tahapan dan menggunakan skala prioritas.
Disamping itu, ia sependapat dengan TGB, pelaksanaan pembenahan infrastruktur itu perlu melihat feedback yang timbul ditengah Masyarakat. Misalnya, retail modern yang menggeser pelaku ekonomi, sehingga perlu ada keberpihakan kepada pelaku ekonomi local dan usaha masyarakat ekonomi lemah.
Prof. Mudrajat Kuncoro Ph.D, Guru Besar Ekonomi UGM yang intens melakukan penelitian terhadap perkembangan diseluruh provinsi dan daerah di Indonesia, mengakui NTB merupakan Provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan berkualitas.
Ia mengklasifikasikan NTB sebagai daerah “pro growth” bersama Provinsi Jatim, Sulteng, Sultra dan Sulbar, Maluku dan Papua. Pertumbuhan ekonomi berdampak pada penurunan angka kemiskinan secara progresif. Secara totalitas angka kemiskinan di NTB masih di atas rata-rata nasional.
AYA