Umum  

Sarana Irigasi Santong Tidak Ideal, Petani Sering Cekcok Pembagian Air

Sejak tahun 2006, waktu pengelolaannya masih di Kabupaten Lombok Barat, sama sekali tidak ada upaya peningkatan sarana irigasi. Selain banyak sarana yang sudah rusak, juga banyak saluran alam yang jadi penyebab air irigasi terbuang hingga 50 persen (Foto: Rr/Lombok Journal)

Daerah Irigasi (DI) Santong, Lombok Utara, yang mengairi lebih 2 Ribu lahan pertanian butuh peningkatan, agar bisa memenuhi kebutuhan pengairan 10 desa

Pemborosan air juga diakibatkan saluran yang rusak

LOMBOK UTARA.lombokjournal.com – Pengelolaan DI Santong yang masih di bawah pegelola sumberdaya air (PSDA) provinsi dinilai baik, setidaknya terbukti dalam Lomba Pengamat Pengairan Tingkat Provinsi NTB bulan Mei lalu, menyabet terbaik kedua. Padahal, sarana irigasi yang ada di daerah Santong jauh dari ideal.

Dalam lomba itu, terbaik satu disabet daerah Dompu. Tentu wajar, mengingat irigasi di Dompu sarananya jauh lebih baik, karena anggaran pengelolaannya langsung diperoleh dari pusat. Tapi DI Santong yang di bawah provinsi, terkesan kurang dapat perhatian.

Sakuran irigasi alam membuang air sampai 50 persen

“Kondisi irigasi Santong sangat tidak ideal, tapi kami berusaha terus membuat terobosan untuk memenuhi kebutuhan petani,” jelas pengamat DI Santong, Johan Asmadi, saat ditemui Lombok Journal di Santong, Selasa (27/6).

Menurut Johan, kalau petani kadang kurang dapat bagian air, bukan karena air yang berasal dari DAS (Daerah Aliran sungai) Sedutan tidak tersedia. Penyebabnya justru  banyak air terbuang sia-sia. Sedikitnya 50 persen air yang mestinya bisa bermanfaat mencupi kebutuhan pengairan lahan petani justru terbuang percuma.

“Potensi air ada tapi sayangnya jaringan irigasi tidak ideal,” kata Johan, yang harus memutar akal untuk mencukupi kebutuhan air di beberapa desa.

Pasalnya, sejak tahun 2006 waktu pengelolaannya masih di Kabupaten Lombok Barat, sama sekali tidak ada upaya peningkatan sarana irigasi.  Selain banyak sarana yang sudah rusak, juga banyak saluran alam yang jadi penyebab terbuangnya air.

Saat ini DI Santong mengairi lahan persawahan di wilayah Santong (1530 ha), Bagik kembar (550 ha) dan Lendang Jurang (166 ha). Lahan seluas itu menghidupi lebih 3 ribu petani di 10 desa di Kecamatan Kayangan (sebagian masuk Kecamatan Bayan).

“Kalau mulai masuk musim kemarau, produktivitas lahan petani merosot karena selalu kekurangan air pada musim tanam ketiga,” terang johan.

Beberapa petani yang sempatdijumpai Lombok Journal menjelaskan, dengan kondisi sarana irigasi yang ada saat ini, lahan persawahan sangat lambat menerima kiriman air.  Air yang mestinya untuk mengairi sawah pagi hari, baru nyampai bisa sampai sore hari.

“Memang kadang kami antar petani bisa cekcok soal pembagian air,” tutur seorang petani di Lendang Jurang. Itu terjadi, karena ada petani yang menginginkan lahannya harus segera mendapat air agar tidak gagal tanam.  Tapi akibatnya, kalau yang satu lebih dulu dapat air  petani lainnya justru yang mengalami kerugian.

Sekitar 16 km saluran sekunderdi hulu sangat mendesak dilakukan peningkatan untuk menaikkan produktivitas dan kesejahteraan petani. Apalagi, menjelang musim panas dua-tiga bulan lagi, pasti petani menjerit karena kekurangan air.

Sebagai pengamat sekaligus penanggung jawab irigasi santong, Johan Asmadi sering mengajukan usulan penigkatan ke provinsi. Pihak kabupaten tidak berani masuk karena takut anggarannya tumpang tindih.

“Saya sudah beberapa kali mengajukan usulan. Tapi belum ditanggapi,” kata Johan.

Rr