MATARAM – lombokjournal.com
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang berjuang menjadi Uninesco Global Geopark –dan menjadi daya tarik utama pawisata NTB – ternyata belum bisa mengatasi soal sampah. “Rinjani sudah sejak lima tahun lalu jadi program wisata, tapi lingkungan Rinjani salah satu ikon pariwisata NTB itu masih penuh sampah,” kata Haris Andi, salah seorang pengelola tracking tour Rinjani kepada Lombok Journal, Jum’at (19/8).
Grup wisatawan domestik yang melakukan pendakian ke Rinjani, tutur Haris, mengaku kecewa. Meski memuji keindahan Rinjani, namun romobongan wisatawan domestik dari Jawa Timur itu membenarkan bahwa Rinjani memang masih penuh sampah.
“Saya kira berita selama ini dibesar-besarkan, ternyata memang Dinas Pariwisata atau pihak terkait tidak bisa mengurus asetnya,” ujar Eko seperti ditirukan Haris.
Eko mengaku baru pertama naik Rinjani, terpesona keindahan gunung di Lombok yang menurutnya punya banyak kisah menarik. Sayangnya, dibanding gunung lain yang pernah didakinya seperti Gununng Semeru, Pangrango, Merbabu, atau Merapi, lingkungan di Rinjani paling kotor.
“Dibanding gunung lainnya, Rinjani yang benar-benar jadi ikon pariwisata. Memang sebagai taman nasional ada pihak yang punya tanggung jawab. Tapi sebagai obyek wisata yang penting, mestinya Dinas Pariwisata jangan berlagak bego seperti itu,” ujar Haris Andi.
Pihak TNGR seperti diketahui, selama ini membebankan kebersihan itu pada para pendaki. Itu bisa saja, tapi tak cukup hanya menunggu seperti itu. Karena hanya pasif, survei yang pernah dilakukan Komunitas Sapu Gunung, di Taman Nasional Gunung Rinjani seluas 40 hektare yang terbentang di tiga kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini rata-rata sampah yang dihasilkan sebanyak 160,24 ton per tahun.
Meski demikian, termasuk kebanjiran pendaki. Puncaknya pada bulan Agustus, sedikitnya 100 orang yang naik ke Rinjani per hari. Atau lebih dari 36 ribu per tahunnya. Dengan tarif Rp150 ribu per hari untuk wisatawan mancanegara dan Rp5 ribu per hari untuk wisatawan domestik (sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12/2014), cukup banyak pemasukan dari Rinjani.
Haris mengatakan, selain tarif pendakian tentu dengan banyak wisatawan yang mendaki Rinjani, banyak sektor lain ikut menikmati, seperti transportasi, guide, porter atau penginapan. “Wisatawan dari Malaysia makin banyak yang berminat ke Rinjani, tapi mereka selalau mengeluh soal sampah itu,” cerita Haris Andi yang pengusaha garmen dan memproduksi kaos dengan desain Rinjani.
Pihak Kementerian Pariwisata sendiri juga mengaku prihatin soal sampah, atau kebersihan umumnya, di banyak destinasi wisata di NTB. Misalnya, waktu Menteri Pariwisata Arif Yahya datang ke Mataram beberapa waktu lalu, sempat akan membantu tempat toilet contoh di beberapa resor di Lombok.
Itulah sebabnya daya saing pariwisata Indonesia, termasuk NTB, termasuk rendah, berada di peringkat 135 dari 141 negara. Ini termasuk indeks lingkungan di Rinjani juga sangat rendah.
Rer.