MATARAM – lombokjournal
Meski sudah diusir, aktivis Koran kampus Media Unram tetap aktif mengelola medianya. Sekretariat UKPKM Media Unram saat ini masih digembok pihak rektorat, tapi tujuh orang krunya masih bekerja.“Memang kami tidak diberi dana untuk menerbitkan koran cetak, tapi kami masih bisa bekerja dengan media on line,” kata Bunga Damai, pimpinan Media Unram sudah dibekukan Rektor.
Hari Rabu sore, pihak rektorat sudah mengusir aktivis media ketika mereka melakukan rapat redaksi. Pihak Rektorat yang diwakili Kabag Kepegawaian Unram, Musanif, sempat menyita Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) tiga orang, sedang empat lainnya menolak.
“Kami diperlakukan seperti pelaku kriminal yang tertangkap basah. Kami dipotret, terus mereka merampas tanda pengenal kami,” cerita Bunga, Kamis (7/4). Menurutnya, perampasan kartu itu tanpa alasan yang jelas.
Ketegangan antara aktivis media kampus itu dengan Rektor, karena Koran Media Unram yang terbit selama ini memuat berita yang dinilai menyudutkan Unram. Tapi alasan itu dibantah mahasiswa, bahwa banyak berita baik yang juga dirillis.
“Kita tidak ada niat buruk apa-apa. Kami hanya memberitakan apa fakta yang ada. Banyak juga program Unram yang baik, kami beritakan,” kata Bunga.
Ketegangan Media dan Rektor
Sejak tahun 2014, ketegangan jurnalis Media Unram dan Rektor Unram, Prof Sunarpi, berlanjut. Rektor mengeluarkan aturan bahwa pengurus UKM di Unram salah satu syaratnya, harus punya IP di atas 3. “Kami sudah mengirimkan nama-nama baru sesuai persyaratan itu. Kalau di UKM lain, usulan diterima tapi di media ditolak,” cerita Bunga.
Rektor justru mencari pengurus dari tiap fakultas mengirimkan dua delegasinnya. Dan rektor tak mau berdialog dengan aktivis media. Mereka diajak bertemu PR III pada bulan Desember 2015. Tapi PR III bukan mengajak dialog, tapi hanya pengarahan sifatnya satu arah.
Menurut catatan lombokjournal,com, sejak Rektor Unram Prof Sunarpi memimpin Unram, banyak ketegangan terjadi dengan mahasiswa. Contohnya, akhir tahun lalu Kelompok Teater Putih dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unram tiba-iba dilarang menggunakan Arena Budaya untuk pennyelenggaraan Festival teater Modern. Berkali-kali aktrivis teater berusaha minta penjelasan Rektor tapi tak pernah ditemui.
“Ini festival, semula diijinkan, tiba-tiba disuruh berhenti. Kan membuat kami kelabakan menghadapi peserta dari seluruh NTB,” kata Ketua Teater Putih.
Akan halnya Media Unram dengan mahasiswa lama yang terkenal kritis itu, dikawatirkan lebih jauh mengungkap borok Unram. Contohnya, soal pengelolaan bea siswa yang ditujukan mahasiswa miskin. Setelah menerima bea siswa, mereka diharuskan menempati Rusunawa Unram dengan membayar sewa.
Salah seorang mahasiswa penerima bea siswa mengungkapkan, ia sudah punya kos dengan biaya murah. “Terpaksa saya tinggal di rusunawa, uang beasiswa yang saya terima lebih banyak untuk bayar sewa rusunawa,” katanya.
Menurut sumber penghuni beberapa, ternyata pengelolaan uang rusunawa unram langsung masuk ke rekening pribadi rektor. Selain itu, ada mahasiswa dari Fakultas Hukum, jumaidi, yang karena alasan transparansi, mengajukan permohonan ke Unram, tentang pengelolaan Uang SPP, dan pengelolaan Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kampus (JPKMK) serta beberapa pengelolaan keuangan lainnya yang selama ini tidak transparan.
Kabarnya, Rektor Sunarpi beberapa kali berusaha memberi ‘hukuman’ pada mahasiswa yang bersangkutan. Bahkan saat ini, Jumaidi yang sedang menyusun skripsi tentang transparansi di kampus, mengalami banyak kesulitan. Pihak Unram dikabarkan menolak quisioner yang diajukan Jumaidi.
Pihak Rektorat Unram menolak dikonfirmasi soal ini.
Suk