Puisi, Cara Perempuan Nigeria Mengubah Hidup

Caelainn Hogan |

Perempuan Nigeri1
Dalam ajang kompetisi Deklamasi kritik di Lagos, Oyinkansola mengunngkapkan kasus korupsi dan ketimpangan distribusi dari ‘kue nasional’ [Caelainn Hogan / Al Jazeera]
lombokjournal.com

Ia mematut dirinya dengan setelan celana panjang morif biru, berdiri tegak. Saat giliran tampil ke panggung, dia melepaskan sepatu, maju bertelanjang kaki.”Kue negara, segelintir orang mendapat bagian paling banyak, dan banyak lainnya tidak mendapat apa-apa,” teriaknya memprotes kasus korupsi dan ketidakadilan di negaranya. Satu tangannya diangkat tinggi-tinggi.

“Kue negara dibagi dengan cara tidak pantas. Segelintir mendapat 99, banyak orang mendapat sisanya,” teriaknya.

Oyinkansola Adesewa Oyeyiola-Ourias, yang dipanggil Oyinkansola, sudah menulis puisi sejak berumur 5 tahun. Ia tampil dalam lomba deklamasi di Lagos, dan bersaing dengan seniman perempuan lainnya.

Titi Mabogunje, penyair perempuan muda lainnya mengatakan, pertunjukan deklamasi membuatnya “berani”, dan ia memenangkan lomba deklamasi yang pertama. Sekarang ia menjadi mentor cara berdeklamasi untuk remaja di Lagos.

Tahun lalu, seorang gadis 14 tahun bernama Ibukun Ajagbe menjadi pemenang lomba, dan penonton mengapresiasinya dengan ‘standing ovation’.

“Puisi menjadi media menyuarakan semua beban pikiran kami tentang ketidakadilan,” kata Oyinkansola, yang didukung sejumlah perempuan ketia ia berdeklamasi. “Kami menggunakan puisi untuk mengubah hidup, untuk menyampaikan pesan.”

Mestinya Negara Kami Tidak Seperti Ini

Seniman muda yang bersemangat itu tinggal di rumah dengan jalan masuk yang terjaga keamanannya, di lingkungan yang jauh dari tetangga di.Lagos, dekat stasiun bensin yang kerap kekurangan stok bahan bakar.

Di ruang tamu, ia membanggakan karyanya: lukisannya, ia telah menerbitkan buku puisi pertamanya ketika ia masih berusia delapan tahun. Dia meletakkan motif kain berwarna-warni, yang baru dicelupkan lilin. Beberapa pakaiannya didesain dan dijahit oleh penjahit lokal

Ia mengaku terinspirasi penyair Nigeria Wole Soyinka dan John Lada Clark.

Melalui internet ia bisa berhubungan dengan penyair lainnya, dan membuatnya punya ide-ide penelitian. Di teleponnya, yang selalu mengikuri seri terbaru, ia membuat video pertunjukan puisinya yang diperlukannya untuk memasuki kompetisi berikutnya. Melalui Facebook dan Whatsapp, ia terus berkonsultasi dengan mentornya dan berhubungan  dengan komunitas seniman muda lainnya.

“Saya memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,” katanya ketika ditanya bagaimana dia berhasil mengejar bermacam-macam minatnya

Dia mendaftar semua targetnya; menjadi perancang busana, memiliki program TV sendiri, untuk menggapai sukses sebagai seorang penyair. “Saya diberitahu harus menunggu sampai aku dewasa,” kata dia

.”Negara kami mestinya tidak seperti ini.negara kami mestinya lebih maju. Jadi saya tidak berpikir mereka yang memerintah kami itu baik. Kami harus pergi ke internet untuk mendapatkan pendidikan, belajar bagi diri kami sendiri,” katanya.

Setelah berusia 18, ia berencana serius memasuki kancah politik, dan mungkin maju sebagai calon dalam pemilihan lokal.

“Aku belum berkuasa,” katanya. “Namun berkuasa atas diri kami. Kami tidak mengharapkan terjadi keajaiban, tapi harus melakukan sesuatu untuk mewujudkan keajaiban. Saya berharap bahwa presiden baru dan pemerintah dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, terutama bagi orang-orang muda. ”

Dalam pemilu terakhir Nigeria,  orang-orang muda dikerahkan di seluruh negeri, itu sebabnya ia berpikir untuk terjun ke kancah politik sendiri.

‘Mimpi Yang Terbunuh’

Berita utama internasional tentang Nigeria sering membatasi cerita hanya tentang korban atau kontak senjata. Tapi mengesampingkan nasib perempuan dan anak-anak yang diculik dari Chibok, mereka menjadi korban mutilasi dan perdagangan manusia.

Penculikan anak perempuan di Nigeria utara banyak dipengaruhi Boko Haram. Dan Oyinkansola, bermukim di metropolitan Lagos. Dia menunjukkan lukisan catnya, penafsiran surealis dari hutan Sambisa, tempat persembunyian Boko Haram. Disana didengarnya berita tentang tiga orang dalam jubah berkerudung yang diculik.

“Bagaimana andai aku di posisi mereka, “katanya.”Aku merasa mereka sebagai saudara saya, sedarah dengan saya. Saya yakin mereka juga memiliki talenta kreatif. Tapi mimpi mereka telah terbunuh. ”

Kekerasan terhadap perempuan,diskriminasi pendidikan perempuan, merupakan masalah bagi penyair perempuan. Tapi perempuan dikecam karena kalau banyak bicara tentang segala sesuatu, mulai kuatnya pengaruh  keluarga hingga stres karena pacar, dari korupsi politik hingga tren media sosial.

Oyinkansola mengkritik bagaimana TV mencitrakan perempuan. Ia justru terinspirasi perempuan yang ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari, perempuan kantor yang berangkat kerja dengan kemeja seragamnya, juga para wanita pasar dengan tangan yang kuat.

“Perempuan sebenarnya mempunyai visi,” katanya. “Mereka memiliki visi.”

Ia berjalan meninjau beberapa sekolah umum yang atapnya hampir runtuh. Dan ia mendengar sejumlah sekolah tak punya buku pelajaran. Di sekolahnya sendiri, dia adalah satu-satunya gadis yang memilih jurusan seni. Teman-teman sebayanya sering mengoloknya tentang itu. Tapi seni merupakan mata pelajaran yang dicintainya

Puisi Memberi Banyak Informasi

Ibunya, Lola Olayinka, seorang ‘single parent’ yang tutur katanya lembut, sehari-hari bekerja jual beli jam tangan, tas dan sandal. Ayah Oyinkansola menganggur selama bertahun-tahun. Dia kasar, kadang-kadang memukuli ibunya, bahkan juga neneknya.

“Sejak saya kecil, ayah tidak selalu ada untuk kami, dia tidak mendukung kami,” kata nya “Ibulah yang membiayai sekolah saya,” kenang Olayinka

Ibunya mendukung Oyinkansola berkesenian sepenuh hati, sebagaimana ia pernah menjadi gadis yang kreatif. Dia masih menulis puisi sampai sekarang. “Tapi dia menyembunyikan nya!” Oyinkansola tertawa.

“Saya seorang mahasiswa yang punya ilmu, tapi saya tak punya motivasi. Aku memberikannya semua yang diberikan orang tua saya sendiri,” kata Lola. “Saya punya peluang tapi saya mandeg di tengah jalan.”

Ketika Oyinkansola pulang sekolah dengan banyak cerita di notebooknnya,  Lola mengakui, semula ia mengkhawatirkan putrinya mengabaikan pelajaran di kelas.

“Tapi saya pikir, saya tidak harus mengulang kesalahan sama yang dibuat orang tua kita ,” katanya. “Saya melihat puisi memberi banyak informasi, membawa pesan pendidikan, bukan hanya menghibur.”

“Ketika hidup bukanlah sebuah lagu, aku masih ikut bernyanyi ‘

perempuan Nigeria2
Penyair perempuan berbakat, Uyeye, menjadi salah satu mentor Oyinkansola, menyuarakan sikap perempuan [Caelainn Hogan / Al Jazeera]
Kebiasaan mengambil sepatunya sebelum Oyinkansola melakukan sesuatu, ditirunya dari seniman  perempuan lain, Wome Uyeye, mentornya. Keduanya bertemu melalui teman ibu Oyinkansola. Dari awal, Uyeye mengatakan, ia  menyaksikan gadis kecil itu, Oyinkasola,  sangan penuh minat dan bersemangat bila tampil di berbagai kesempatan.

Suatu hari, Oyinkansola yang masih 10 tahun tiba-tiba berani meletakkan tangannya di rambut Uyeye dan menyatakan, “Banyak lagi yang bisa kulakukan dengan rambutmu!”

Anak itu kemudian memilin rambutnya menyerupai kepang, dan Uyeye terkesan dengan kepercayaan diri anak perempuan itu. “Itu mencairkan kekakuan di antara kami,” kenangnya. “Dulu saya akan disebut anak kurang ajar kalau berani seperti itu.”

Uyeye memberi saran penyair muda itu bagaimana mestinya tampil, dan bercerita tentang bagaimana seniman lain menyimaknya. “Kukatakan padanya bisa googling itu. Tanpa menunggu lagi, dia langsung mengerjakan saranku,”kata Uyeye. “Aku bilang, kamu dapat melakukan apa pun yang kamu ingin inginkan.”

Bulan lalu, suatu hari di tahun kabisat, beredar berita tentang perempuan yang meraih kesempatan yangsemula  hanya dimiliki laki-laki. Dia kelelahan setelah maraton seminggu melakukan pertunjukan non-stop, acara pers dan perayaan mempromosikan kota nya yang disebutnya sebagai  rumah, Ledakan tertawa di saluran smartphonenya.

“Lebih dari gila,” katanya terengah-engah. “Aku makin tambah tua, karena aku tidak pernah merasa kelelahan seperti ini. Tapi aku tidak cemas.”

Kurang sebulan menjelang ulang tahunnya ke-40 , ia masih melenggang dengan energi layaknya anak muda yang sedang tumbuh. Dengan berbagai pengalamannya menjadi juru potret dokumenter, jurnalis siaran dan radio MC, “Media-preneur” merupakan keahliannya Tapi salah satu paling lama digelutinya adalah puisi. Sejak berumur delapan tahun ia telah menulis puisi.

Di tengah masyarakat, perempuan belum diterima kalau terlalu agresif.  Dengan kemajuan teknologi, mestinya orang lebih membuka diri. “Jaman sudah berubah,” kata Uyeye. “Dulu ketika perempuan sangat aktif, pria akan menganggap Anda agresif, tidak patuh, bukan istri yang baik. Mereka tidak akan menyukai perempuan yang mengenakan celana panjang.”

Salah satu pertunjukan pertamanya di depan khalayak Festival Buku dan Seni tahun 2013  yang berlangsung di Freedom Park di Lagos. Sebuah ruang terbuka hijau yang dibangun galeri, museum, bilik internet, dan selalu dipadati dikunjungi. Tempat terbuka itu juga menjadi pertunjukan musik.

“Ketika hidup bukan lagi sebuah lagu, aku masih ikut bernyanyi,” katanya.

“Aku Mencoba Memberi Pengertian”

“Sejak dini saya mencoba menanamkan seni, sebab banyak cinta di dalamnya,” katanya. “Tapi orang-orang mengatakan, hidup ini untuk mendapatkan uang cepat, tidak ada waktu untuk kesembronoan seperti puisi atau sejenisnya. Tapi secara bertahap, orang tua melihat ini bisa menjaga anak-anak mengatasi masalahnya. ”

Uyeye mengakui,  media profesional dari inovasi seniman perempuan di Lagos masih didominasi laki-laki. “Ketika perempuan tampil di panggung, ketika ia mengambil mic, ketika dia menangani kamera, mereka siap untuk diremehkan laki-laki,” jelasnya.

Ketika memenangkan penghargaan fotografi pertamanya, ia ingat berjalan ke panggung saat upacara penerimaan hadiah, mengenakan gaun cetak Ankara tradisional. Presenter laki-laki, kelihatan kaget setelah mengetahui bahwa ia seorang perempuan: “Oh, Anda seorang perempuan!”

perempuan Nigeria3
Seorang peserta perempuan menunggu tampil panggung kompetisi Deklamasi kritik 2015 di Lagos [Caelainn Hogan / Al Jazeera]
Sebagai wanita dalam industri kreatif, hal yang membuatnya tertekan, banyak yang memintanya segera menikah dan mempunyai anak.”Mereka mendesakku segera menikah, punya beberapa anak-anak. Saya hanya tertawa, tapi kadang itu menyakitkan ,” katanya. “Saya mencoba memberi pengertian beberapa kesalahan itu, tapi  mereka tetap bertanya mengapa saya suka sendirian.”

Anak-anak muda tetangganya dari lingkungan Ajegunle berkumpul di ruang tamu. Ia mengajari mereka bernyanyi, ia juga mendorong mereka untuk menulis puisi atau cerita. Gadis-gadis muda di daerahnya terjerumus ke prostitusi, banyak di antaranya yang hamil di usia remaja. Kadang-kadang, mengajak mereka bernyanyi atau menulis syair bisa memberi mereka sesuatu yang positif, agar  mereka fokus membangun rasa percaya diri.

“Aku tidak tahu bagaimana berpura- pura ‘

perempuan nigeria4
Anak-anak dari di Lagos menonton puisi yang ditampilkan penyair dalam kompetisi Deklamasi Kritik 2015 [Caelainn Hogan / Al Jazeera]
Seniman Populer Nigeria Donna Ogunnaike, dikenal dengan nama panggung Donna K, mengungkapkan harapannya tentang kedudukan sosial perempuan. Suatu kali saat tampil di gerejanya, dia mengatakan kepada massa bahwa seorang pria tua mendatanginya dan berkata “Semakin tinggi  peringkat kedudukanmu, membuatmu sulit menikah”.

Predikat perawan tua, seperti potongan jaket yang bagus,,kutempel di atas label desainer, Gucci, masih sendiri,” katanya di puisinya. “Saya merasakan kuatnya kesepian perempuan kulit hitam yang bebas. Saya tidak tahu bagaimana harus berpura-pura, jadi aku berpura-pura sebagai pejuang dan memperbaik tenunan Brasil di kepala saya.  Apa yang Anda kenakan?”

Dalam video penampilannya, kamera zoom mengarah seorang wanita muda di tengah  massa, menahan napas, selanjutnya berkata, “Kukenakan aksen asing dan memiliki sertifikat gelar asing, masih di malam hari aku pergi tidur malam ini tanpa listrik.”

Ogunnaike percaya, posisi perempuan di masyarakat akan berubah, dan Nigeria “perlu mendefinisikan kembali jati diri ‘perempuan'”. Menurutnya, “penemuan kembali” kekuatan puisi dalam beberapa tahun terakhir adalah tepat waktu. Apalagi munculnya media sosial yang makin memberikan penguatan, sehingga suara seorang penyair menjadi “menggema di ruang yang lebih luas”.

“Ini secara signifikan meningkatkan peluang perempuan untuk didengar,” katanya memberitahu saya melalui obrolan Facebook.

Ogunnaike adalah Seorang pengacara 38 tahun yang bekerja di firma hokum. Ia mengaku tidak mampu untuk mencurahkan banyak waktunya dalam seninya.”Saya terus berusaha untuk menyeimbangkan apa yang saya RASA diperlukan  masyarakat dengan gairah hidup saya,” jelasnya.

Dengan dorongan dari rekan-rekan, keluarga, dan sekarang suaminya, dia bertahan dan menemukan cara untuk melakukan keduanya. Dia melihat wanita muda lainnya, seperti Oyinkansola, menemukan sikap pemberdayaan melalui media yang membuat komunitasnya termotivasi, dan banyak mendapat dukungan.

Sebagai juri di Lomba Deklamasi kritik di Lagos mengatakan,  Oyinkansola meski tersingkir di semi-final, tetapi mempersiapkan puisi untuk kompetisi berikutnya. Perempuan muda seperti dia adalah masa depan, katanya..

Roman Emsyair

(Sumber: Al Jazeera)