MATARAM.lombokjurnal.com –
JUNIATUN, 49, dari Dusun Suka Damai, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, semula adalah seorang guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tunas Bangsa yang dirintis dan dikelolanya. Menjadi guru PAUD dijalaninya selepas menempuh pelatihan guru di Tadhika Puri. Sekarang ia lebih banyak dikenal sebagai pengusaha UKM (Usaha Kecil dan Menengah), dengan produk pisang sale dan kopi dengan merek ALAMANDA

Kalau sekarang Juniatun Aena dikenal sebagai produsen kopi ALAMANDA, itu juga bermula dari lingkungan PAUD. Tahun 2013, ia berkumpul dan berembug dengan orang tua murid di PAUD, yang jumlahnya sebanyak 10 orang. Umumnya mereka tak punya pekerjaan tetap.
Akhirnya, mereka sepakat membuat kelompok usaha. Karena di Desa Santong punya potensi kopi, maka usaha dimulai dengan memproduksi kemasan kopi bubuk.
Kemasan kopi bubuk yang sederhana itu diberi nama ALAMANDA. Nama itu merupakan singkatan dari ‘alam para janda’. Sebab 10 orang yang berkumpul dan sepakat membuat kelompok usaha itu merupakan single parents, alias orang tua tunggal karena mengasuh anak sendiri tanpa didampingi suami.
Tapi mereka punya tekad, para perempuan yang menjadi orang tua tunggal tak harus mengeluh, dan perempuan yang berpisah dengan suami harus tegar termasuk bisa mandiri menghidupi keluarganya.
“Dan untuk bisa menghidupi keluarga tidak selalu harus menjadi TKW (tenaga kerja wanita, red) ke luar negeri,” kata Juniatun.
Ia menceritakan banyak perempuan yang menjanda di desanya, memutuskan menjadi TKW ke Malaysia, Arab Saudi atau ke negara lainnya, tentu harus melepas kewajiban mengasuh anaknya.
Tapi memulai usaha membutuhkan modal? Juniatun menjelaskan, merintis usaha kecil-kecilan dengan kelompoknya itu hanya dengan modal Rp150 rb. Caranya, masing-masing anggota kelompok mengeluarkan Rp15 rb.
Uang sebanyak itu digunakan untuk beli bahan baku kopi, dengan alat sederhana kemudian mengerjakan bersama. Mulai dari menggoreng hingga mengemas kopi siap jual. Untuk memasarkan produk mereka bekerja keras. Menawarkan kopi bubuk kemasan ke warung-warung dan ke kantor-kantor.
“Kami terus promosi , termasuk mempromosikan pada mahasiswa yang kebetulan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Santong,” tutur Juniatun.
Seperti kata pepatah, dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan. Dengan banyak hambatan yang dihadapi, para janda itu pantang menyerah. Seiring perjalanan waktu, produksi mereka terus meningkat dan makin diminati konsumen.
“Sat itu kami sempat bingung, karena sempat mendapat pesanan jumlah besar,” cerita Juniatun tentang awal usahanya.
Dengan bekerja keras, akhirnya kopi ALAMANDA makin dikenal. Sejak itu tiap Pemerintah Daerah Lombok Utara dan Pemerintah Provinsi NTB berpromosi tetang produk lokal ke luar daerah, sealu melibatkan kopi ALAMANDA. Misalnya promosi ke Batam, Joga dan ke daerah lain.
Juga dilibatkan tiap even di daerah, misalnya Expo NTB yang berlangsung tiap tahun. Festival Kopi Senja di Lapangan Sangkareang, Kota Mataram, di hotel kawasan Malimbu, termasuk even yang sering berlangsung Gili Air, Lombok Utara, serta even promosi produk lokal lainnya.
Pesanan JPS Gemilang
Juniatun menuturkan, penjualan kopi kemasan ALAMANDA dari Desa Santong makin meningkat. Tentu saja, usahanya belum tergolong besar, namun peningkatan omzet cukup lumayan. Kalau semula hanya 10 kg per bulan, saat ini melalui pemasaran outlet rumah makan, kafe, pasar swalayan, mall dan pasar lainya di luar pemerintah, omzetnya bisa lebih dari 10 kg seminggu.
Tak lupa, Juniatun menyebut Ibu Wiwik Satip, Kepala Bidang Agrio di Dinas Perindustrian Provinsi NTB, yang membuka jalan untuk bantuan alat produksi pada tahun 2018. Bantuan itu membuat usaha yang dikelola bersama kelompoknya makin menanjak.
“Sekarang kami tidak bingung kalau melayani pesanan dalam jumlah besar,” kata Juniatun.
Karena itu Juniatun bersyukur dengan adanya program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang di masa pandemi Covid-19 dari Pemerintah Provinsi NTB, yang memberdayakan pengusaha UKM/UMKM lokal.
Pada JPS Gemilang Tahap II dan III, kopi ALAMANDA mendapat pesanan masing-masing 1000 bungkus. Itu berarti masing-masing menghabiskan 1,5 kwt kopi. Jumlah itu tentu saja banyak melibatkan tenaga kerja di desanya.
Dari pihak Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, untuk program bantuan saat pandemi Covid-1 ini, kopi ALAMANDA mendapat pesanan 2001 bungkus untuk tahap II.
“Mudahan untuk tahap berikutnya kami juga dilibatkan,” harap Juniatun.
Ia menceritakan, di Lombok Utara para pelaku dilibatkan dalam rembug tentang produk yang dipesan, baik soal kapasitas produk, kualitas, harga dan sebagainya.
“Kami berharap, pemerintah daerah memperhatikan ibu-ibu yang menjadi kepala rumah tangga,” harapnya.
Ketika mendengar kabar bahwa Pemerintah Provinsi akan membuka pemasaran poduk lokal ke luar daerah, Juniatun sangat gembira. Ini akan sangat membantu kesejahteraan dan mendukung gerakan kemandirian perempuan di desanya.
“Siap untuk keluar daerah, sangat berharap sekali. Itu tujuan. Pemerintah Provinsi akan membantu pemasaran lebih luas lagi,” kaa Juniatun.
Selama ini Juniatun tidak semata-mata bicara bisnis, tapi juga gerakan penguatan perempuan sebagai kepala rumah tangga.
“Perempuan sebagai single parent perlu dapat dukungan pemda. Usaha yang kami rintis ingin membuktikan, bahwa single parent di desa punya kreativitas. Dengan potensi yang ada kami bisa menyekolahkan anak dan membiayai keluarga,” tutur Juniatun yang saat ini mulai membina kelompok perempuan melalui kegiatan menjahit dan pemanfaatan pekarangan.
Rr