Kisah  

Perajin Perak di Kamasan, Mataram, Butuh Perhatian Pemda

Perajin Perak, Ahmad Bahaqi
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Pandemi Covid-19 sempat membuat Ahmad Baihaqi, perajin perak di Kamasan, Karang Baru, Kota Mataram beralih profesi menjadi buruh bangunan 

MATARAM.lombokjournal.com — Tidak salah kalau pandemi Covid-19 disebut tak hanya mengancam kesehatan, tapi juga melumpuhkan sendi kehidupan ekonomi masyarakat.

Ahmad Baihaqi, 43, perajin perak asal Kamasan, Kota Mataram, saat ini harus bertahan hidup dengan prihatin, karena penghasilannya sebagai perajin perak hanya pas-pasan. Meski pun ia masih bersyukur, karena istrinya bisa membantu kebutuhan sehari-hari, dengan berjualan es, kopi dan makanan kecil seadanya di kampungnya di Kamasan.

Lebih dari setahun lalu, sebelum terjadinya pandemi Covid-19, nafasnya masih longgar.

Saat itu, dalam sehari rata-rata ia mendapat pesanan membuat perhiasan perak sebanyak 7 – 8 pesanan. Bagi Baihaqi, dengan pesanan sebanyak itu, ia bisa hidup bersama istri dan 4 orang anaknya dengan layak.

Dengan jumlah pesanan itu, kalau dihitung penghasilannya tiap perhiasan ia bisa mengantongi hasil bersih sekitar Rp 250 ribu, maka hasil total yang masuk tiap hari bisa lebih dari cukup untuk membiayai hidup di kampung yang sederhana.

Saat itu, Baihaqi tak pernah mengkhawatirkan beban hidup keluarganya termasuk biaya sekolah 4 orang anak-anaknya. Lebih dari itu, ia masih bisa mempekerjakan remaja di kampungnya untuk membantu pekerjaannya. Remaja di kampungnya bisa diberi job sebagai tukang ampelas, mentata perak, atau pekerjaan kecil lainnya.

“Saya tinggal fokus mengerjakan yang utama. Mereka selain dapat penghasilan, juga sekaligus melihat proses pembuatan perhiasan, mereka belajar agar nanti bisa jadi pengrajin perak,” cerita Baihaqi.

Apa boleh buat, masa ‘yang menyenangkan’ itu (mudahan hanya sementara) sudah berlalu. Baihaqi saat ini tidak bisa lagi mempekerjakan orang lain. Ia harus mengerjakan pesanan perhiasan itu seorang diri.

Sekarang paling banyak ia mendapat 2 pesanan, dan itu pun tidak rutin. Kadang-kadang ada pesanan, dan lebih sering harus lebih sabar menanti.

“Itu pun kalau ada pesanan. Sebab pada awal pandemi, bukan hanya pesanan sepi tapi sama sekali tidak ada pesanan. Semua pengrajin di Kamasan benar-benar jadi penganggur,” tutur Baihaqi.

Padahal hidup terus berlanjut, dan biaya kebutuhan sehari-hari terus menuntut. Seperti halnya Baihaqi, karena nganggur tak ada pesanan, banyak perajin mencari pekerjaan lain, salah satunya menjadi buruh bangunan.

Ternyata menjadi buruh bangunan pun juga tak lancar, karena banyak proyek-proyek bangunan yang ditunda. Banyak para kontraktor yang harus ‘merumahkan’ para buruh bangunannya.

“Saat nganggur saya juga mau jadi buruh bangunan. Untungnya, pada saat seperti itu ada teman yang pesan perhiasan, akhirnya saya membatalkan niat. Saya tetap mengerjakan kerajinan perak, ada atau tidak pesanan,” kata Baihaqi, ternyata ia masih bisa tersenyum.

Kampung cikal bakal perajin emas

Kampung Kamasan, Karang Baru, Kota Mataram, Lombok, diceritakan sebagai kampung yang merupakan cikal bakal para perajin emas. Kampung Sekarbela, Ampenan, yang saat ini dikenal sebagai pusat kerajinan emas terbesar di Lombok, dulu para perajinnya belajar menjadi pande emas dari perajin di Kampung Kamasan.

Tapi akhirnya para perajin Sekarbela lebih berjaya. Tahu sebabnya? Ya, orang-orang di Sekarbela dikenal sangat ulet dan lebih gigih berwirausaha. Sehingga di Sekarbela tumbuh puluhan toko yang menjual perhiasan emas, dan terus berkembang. Di Kamasan saat ini hanya ada satu toko yang menjadi showroom yang menjual erajinan perak.

Nama Kamasan sebenarnya semula bernama Keemasan, yang menandai bermukimnya para perajin emas.

“Dulu saya juga mengerjakan perhiasan emas, akhirnya sekarang fokus mengerjakan perak,” cerita Baihaqi. Ia memilih menjadi perajin perak, karena mengerjakan emas banyak resikonya.

Terutama soal kesehatan, sebab untuk melebur emas harus menggunakan bahan kimia. Karena pengaruh zat kimia itu, umumnya para perajin emas saat usia tua merasakan dampak penggunaan bahan kimia itu.

Selain itu, kalau tidak teliti benar, mengerjakan kerajinan emas banyak ruginya sebab emas lebih cepat susut.

Di Kampung Kamasan memang sangat dikenal sebagai tempat para perajin perhiasan dan keris. Soal kerajinan keris, di Kamasan sangat dikenal dalam penyamplengan keris. Sampleng keris merupakan penambahan logam, baik emas, perak, tembaga, dan lainnya pada gagang dan sarung keris.

Tapi kejayaan para perajin perhiasan dan keris di Kamasan hanyalah masa lalu. Saat ini sebagian besar perajin di Kamasan benar-benar kehilangan mata pencahariannya.

Setelah pandemi  Covid-19 berlalu, apakah para perajin perak di Kamasan bisa kembali bangkit?

“Kami berharap uluran tangan dan dukungan pemerintah, agar perajin yang cukup lama terpuruk ini bisa kembali bekerja,” harap Baihaqi.

Rr