Pendamping Desa Harapkan Marwan Jafar Di-reshuflle

image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

lombokjournal

Jelang perombakan kabinet atau reshuffle di Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Posisi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) yang dipimpin Marwan Jaffar, paling santer  diisukan terjadi pergantian. Pendamping Desa eks PNPM inginkan pergantian Marwan.

Ini bermula dari aksi Aliansi Forum Pendamping Dana Desa (AFPDS) eks Program Nasional pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. 17 pendamping desa yang diterima Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, menyampaikan keluhannya.

pendamping-desa
17 Pendamping Desa yang diterima Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, 23 Maret lalu.

Salah satunya proses rekrutmen pendamping desa tidak jelas dan tidak transparan.  Salah satu contoh, daftar panjang dan daftar pendek proses rekrutmen ditentukan secara terpusat di Kemendes. Selain itu, adanya pendamping yang tidak memenuhi persyaratan dasar seperti tahun kelulusan dan pendidikan namun lulus seleksi.

Perekrutan juga dinilai berbau politis, karena terbukti sebagian besar yang lulus mempunyai pengalaman sebagai pengurus /anggota afiliasi NU (PMII, GP Ansor, IPNU, Lakpesdam, Tanfidz NU, MWC NU). Aksi tersebut memang membongkar ketidakjelasan sikap dan keputusan Kemendes tentang tenaga professional pendamping desa eks PNPNM.

Kemendes Plin Plan

Pada tanggal 4 Januari 016 terbit surat yang  isinya mengangkat eks PNPM untuk menjadi pendamping desa dengan reposisi dari fasilitor kabupaten menjadi tenaga ahli. Surat tersebut menyatakan, semua pendamping desa (hasil rekrut baru maupun eks PNPM) dikontrak sampai bulan Maret 2016.

Tetapi anehnya, per 31 Maret terbit surat dari Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang mengatakan pendamping desa dari eks PNPM dilanjutkan kontraknya sampe Mei 2016 setelah itu silahkan ikut rekrutmen. Sementara yang hasil rekrut dilanjutkan kontraknya sampai Desember 2016 berdasarkan penilaian evaluasi kerja.

“Maksudnya ini kan memberi keistimewaan hasil rekrutmen yang notabene kurang pengalaman dalam pendampingan di desa,” kata seorang pendamping desa yang menilai keputusan ini berbau politis.

Dikatakanya, situasi ini menunjukkan plin-plan nya Kementerian Desa. “Mereka sudah menelan ludahnya sendri,” kata salah seorang pendamping desa eks PNPM

Karena per Januari eks PNPM menjadi pendamping desa yang posisinya sama dengan hasil rekrutmen,  tetapi ternyata diperlakukan berbeda.

Situasi ini memang sarat politisasi, karena berdasarkan pengalaman kemaren, rekrutman berjalan tidak fair. Kebanyakan orang-orang baju tertentu yang mendominasi tanpa melihat pengalaman pemberdayaan

Akhirnya, yang terjadi kurang kondusif llingkungan pendampingab desa.  Orang saling intip kesalahan. Hasil rekrut merasa eks PNPM sombong karena  punya pengalaman. Tapi hasil rekrut seperti enggan belajar menganggap pekerjaan ini gampang.

“Ketiadaan SOP membuat sebagian hasil rekrut bekerja tanpa aturan, sementara para eks mengikuti aturan PNPM yang belum tentu sama dengan pendamping desa,” cerita pendamping itu.

Sementara di desa saat ini masih ada yang belum menyelesaikan APBDes sebagai syarat pengajuan dana. Kebanyakan penyusunan APBDes terkendala pada aturanatau Perbup yang terlambat keluar.

Pada saat inilah pendamping desa dibutuhkan untuk mendorong penyelesaian APBDes. Dan kecenderungan ini bisa lebih cepat bagi mereka yang memiliki pengalaman lama dengan pemberdayaan desa.

“Harus diakui semangat pendamping desa yang berasal dari eks PNPM menurun karena situasi yang tidak menentu ini,” katanya.

Suk.