Penanganan Covid-19; Melihat dengan Mata Lebah Atau Lalat

H. Lalu Gita Ariadi Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus Ketua Harian Satgas Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Barat / Foto: Indra Lesmana
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Bencana pandemi Covid-19 sangat kompleks, pemerintah seolah-olah kehilangan akal dalam penanganan penularan virus yang berlangsung lebih setahun ini

LOTENG.lombokjournal.com ~ Penanganan bencana alam seperti gempa, banjir atau tanah longsor misalnya, bisa lebih lebih obyektif dan perencanaannya bisa lebih terukur.

“Tapi pandemi Covid-19 merupakan bencana non alam yang karakternya unik dan msiterius,” kata HL Gita Ariadi, Sekda yang juga Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada lombokjournal.com di kediamannya di Puyung, Lombok Tengah, Sabtu (17/07/21).

Saat ini tengah berlangsung penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di desa dan kelurahan. Ini kelanjutan dari skenario Pemerintah menekan Covid-19, yakni dengan senjata ampuh menjalankan protokol kesehatan secara sempurna dan konsisten.

BACA JUGA: Bunda Niken: Edukasi Pneumonia Harus Ditingkatkan

Penanganan Covid-19

Tapi masih terjadi lonjakan penambahan pasien yang positif Covid-19. Di NTB, pada hari Sabtu, terdapat pasien yang selesai isolasi dan dinyatakan sembuh sebanyak 106 orang. Namun pasien yang dinyatakan positif bertambah 315 orang. Bahkan pasien yang meninggal hari Sabtu 7 orang.

“Bayangkan, berapa banyak penambahan pasien positif kalau pemerintah tidak menerapkan PPKM,” kata miq Gita. Diterapkannya PPKM karena ada trend lonjakan pasien positif jelasnya.

Melihat trend kenaikan itu, tak berlebihan kalau Lalu Gita memprediksi pandemi ini bisa berlangsung panjang. Harus diakui bahwa Pemerintah belum menemukan jurus efektif dalam penanganan Covid-19.

“Ada faktor ketidakpastian. Ini bencana misterius, karena itu penanganannya trial and error,” katanya.

Miq Gita menjelaskan skenario penanganan Covid-19 yang telah diupayakan pemerintah.

Di antaranya, mandat kolektif nasional untuk menerapkan protokol kesehatan (prokes),  memakai masker menutup hidung dan mulut secara sempurna. Dengan menjaga jarak minimal 1 meter saat beraktivitas di luar rumah. Serta mencuci tangan sesering mungkin.

Penanganan Covid-19

Selain itu, Pemerintah juga melakukan vaksinasi secara nasional. Dalam pelaksanaan vaksinasi di NTB, sampai hari Sabtu DOSIS 1 baru mencapai 549.462 (16,27%) dan DOSIS 2 mencapai 207.497 (6,14%).

Kemudian upaya berikutnya, karena adanya trend peningkatan penyebaran Covid-19, akhirnya Pemerintah menerapkan PPKM Darurat. Semula hanya berlaku di Jawa-Bali, kemudian melebar ke kota dan daerah lain di luar Jawa-Bali.

Untuk di NTB, beberapa kriteria yang ditetapkan akhirnya Kota Mataram termasuk salah satu daerah di luar Jawa-Bali yang juga menerapkan PPKM. Tapi saatnya ini penerapan PPKM di NTB berlangsung ke semua kabupaten/kota.

Penerapan PPKM  harus diikuti penanganan maksimal di tingkatan desa/kelurahan oleh Satgas atau Posko Desa/Kelurahan. Posko di tingkatan desa/kelurahan akan membantu warga suspek COVID-19 dan keluarganya

Pemerintah daerah diminta benar-benar memahami urgensi posko di tingkat desa/kelurahan, karena posko berfungsi memastikan di wilayah kerjanya mendata dan memantau warganya melakukan isolasi mandiri.

“Semua itu ihtiar yang dilakukan pemerintah untuk menangani Covid-19. Tapi selalu ada orang yang melihat dengan mata lebah, atau di pihak lain ada melihat dengan mata Lalat. Selalu ada orang yang menanggapi positif atau sebaliknya menanggapi negatif,” kata Lalu Gita.

BACA JUGA: Konsultasi Pemprov ke Banyak Pihak, Addendum Sudah Tepat

Ibarat itu disampaikannya menanggapi pihak yang pro dan kontra semua ihtiar yang dilakukan pemerintah dalam penanganan Covid-19.

Tentang ibarat itu dijelaskan, orang yang melihat dengan mata lebah terbiasa dengan yang baik, misalnya bunga. Orang jenis ini selalu melihat dari sisi baiknya.

Sebaliknya, mata lalat selalu menyukai sampah atau barang yang busuk. Maka orang yang memandang dengan mata lalat, selalu berkomentar buruk tiap ihtiar yang dilakukan

Misalnya, vaksinasi secara nasional baru mencapai sekitar 90 juta padahal penduduk Indonesia jumlahnya 200 juta lebih.

“Negara kemampuannya seperti itu. Tapi yang jelas, ada ihtiar sungguh-sungguh untuk menangani Covid-19,” kata miq Gita.

Rr