Pelajaran Setelah Banjir, Masyarakat Harus Sadar Potensi Bencana

ilustrasi - Potensi Bencana / IST
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Masyarakat perlu tahu potensi bencana, dan risiko-risiko bencana di sekitarnya, dan perlu tahu apa yang harus dilakukan bila melihat adanya potensi bencana.

MATARAM.lombokjournalcom ~ Saat menyampaikan santuan pada korban jiwa di Batu Layar, Lombok Barat, hari Selasa tanggal 7Desember 2021 lalu, Wakil Gubernur NTB, Hj Sitti Rohmi Djalilah mengingatkan masyarakat agar  makin sadar potensi bencana.

“NTB adalah wilayah bencana. Dan mulai berperilaku ramah lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya,” katanya saat itu.

Diingatkan, Pemerintah juga tegas melarang pembalakan liar. Meski saat ini, penebangan kayu hutan beLum bisa dihentikan.

Baik membuang sampah maupu pembalakan liar punya potensi bencana banjir. Tak perlu lagi dijeaskan tetang ini, masyarakat sebenarnya sudah memahami itu.

Penting menerapkan perilaku masyarakat sadar bencana sangat mendukung upaya mitigasi.

BACA JUGA: Gerak Cepat Gubernur Zul, Tindaklanjuti Banjir di Dompu

“Perilaku masyarakat sadar bencana harus diterapkan dan dibiasakan menjadi pola hidup sehari-hari,” kata salah seorag pakar lingungan. Di saat musim hujan dengan curah yang tinggi masyarakat perlu mewaspadai potensi bencana di sekitarnya.

Misalnya, di daerah berpotensi longsor seperti rumah di area lereng bukit atau area yang di atasnya ada bukit, perumahan dekat sungai, jalur-jalur banjir bandang, perlu meningkatkan kewaspadaan.

Menyadari potensi bencana, dan dibarengi menerapkan perilaku masyarakat sadar bencana, akan mendorong kesiapsiagaan masyarakat menghadapi kemungkinan terjadinya bencana.

Ini yang akan mendukung upaya mitigasi bencana berbasis masyarakat. Masyarakat perlu tahu potensi bencana, dan risiko-risiko bencana di sekitarnya. Masyarakat juga perlu tahu apa yang harus dilakukan bila melihat adanya potensi bencana.

Peran aktif masyarakat diperlukan untuk menyukseskan pengurangan risiko bencana. Berbagai persiapan sangat perlu untuk dilakukan dalam rangka menghadapi puncak musim hujan dan mengantisipasi bencana hidrometeorologi.

Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh fluktuasi keberadaan air yang ada di dalamnya termasuk curah hujan.

BACA JUGA: Nonton Acara Tradisi Empas Menanga Mual di Akar-Akar, Bayan

Memang diperukan upaya Pemerintah Daerah terus menerus untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pengurangan risiko bencana.

Minimalkan Risiko Bencana

Datangnya bencana sering tak bisa dihindari, tapi risiko bencana  harus diminimalkan. Masyarakat memag harus tanggap potensi bencana  di sekitarnya, baik bencana alam maupun bencana karena ulah manusia sendiri dari mulai bencana banjir, rob, tanah longsor, kebakaran, dan bencana lainya.

Bencana selalu menimbulkan kerugian harta benda, juga menelan korban jiwa. Tapi semua kerugian itu, termasuk korban jiwa, bisa diperkecil jika masyarakat memiliki budaya sadar akan potensi bencana sejak dini.

Karena itu penting membangun budaya kesadaran masyarakat, terutama yang tinggal di daerah wilayah rawan bencana. Kewaspadaan dini dan perilaku masyarakat yang mencerminkan budaya sadar untuk meminimalisir risiko bencana.

Bagaimana perilaku masyarakat akan budaya sadar bencana, khususnya masyarakat Lombok?

Ternyata umumnya masyarakat Lombok, seperti sempat diungkapkan pihak BPBD NTB, masih tergolong rendah.

Memang, di beberapa wilayah cukup baik pemahaman masyarakatnya akan kebencanaan. Tapi di sebagian besar wilayah lainnya masih tergolong rendah.

Budaya sadar bencana di tengah masyarakat bisa didorong dengan koordinasi pihak BPBD kelompok masyarakat, media, organisasi masyarakat (ormas) untuk terus bersama-sama mengkampanyekan budaya sadar bencana.  tersebut sebagai upaya edukasi dan literasi kebencanaan terhadap masyarakat.

Perilaku Masyarakat

Setelah peristiwa gempa Lombok yang menelan korban jiwa tidak sedikit, serta kerugian material yang sangat besar, pengetahuan masyarakat seputar bencana memang cenderung meningkat.

Meski demikian, seperti diungkapkann Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho (saat itu), pengetahuan bencana belum menjadi perilaku masyarakat.

Contoh perilaku yang tidak sejajar dengan engetahuan itu, misalnya masih banyaknya masih ada masyarakat yang bertahan di dataran tinggi (bukit) meski jelas-jelas ada ancaman longsor.

Atau tetap bertahan tinggal di bataran sungai meski ancaman banjir jelas terbukti bahkan telah menelan korban jiwa. Di Lombok Utara, webagain masyaarakat menolak di relokasi, meski di wiayahya itu sangat rawan bencana gempa bumi.

Pengetahuan masyarakat yang cenderung meningkat sejak kejadian gempa, namun pengetahuan itu belum menjadi sikap dan perilaku. Perilaku sehari hari belum  mengkaitkan dengan ancaman bencana yang ada.

Sebenarnya, mitigasi bencana sudah dijalankan, artinya sosialisasi, gladi evakuasi, dan pelatihan mengenai bencana, setidaknya berhasil menekan angka korban jiwa.

Pemerintah melalui BNPB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) telah menyiapkan jalur evakusi dengan memasang banyak rambu. Selain itu, latihan dan gladi resik juga sering dilakukan.

Bahkan pendidikan kebencanaan dan mitigasi juga sempat menyasar para pelajar.

Tapi kalau kesadaran masyarakat akan potensi bencana masih rendah, apalagi perilakunya yang justru retan menjadi korban, itu memang perkara yang tak mudah dijelaskan

Mas

(dar berbagai sumber)