Indeks

Pekerja Migran Indonesia Korban Kekerasan di Libya Pulang

Harus ada penegakan hukum dan ada efek jera untuk oknum yang merekrut PMI

Dua pekerja migran asal NTB korban TPPO

HBK mendorong dua pekerja migran Indonesia korban kekerasan di Libya lapor Polda NTB, agar ada efek jera untuk perekrut PMI

JAKARTA.LombokJournal.com ~ Pekerja Migran Indonesia (PMI), Sri Muliemi dan Nismawat, asal Lombok yang mengalami tindak kekerasan dari majikannya di Libya, harus ditindak lanjuti dengan penegakan hukum.

 Memang, kedua pekerja migran Indonesia itu sudah kembali, namun soal penegakan hukum harus berlanjut.

BACA JUGA: Pekerja Migran Asal Lombok, Korban Kekerasan di Libya

H Bambang Kristiono (HBK)

Penegasan terkait Kasus kekerasan fisik yang dialami oleh dua pekerja migran Indonesia di Benghazi, .Libya, diungkapkan Wakil Ketua Komisi I DPR RI, H. Bambang Kristiono, SE (HBK).

“KBRI Tripoli sudah mendalami kasus dua pekerja migran Indonesia ini. Dan memang benar keduanya telah mengalami kekerasan fisik dari majikannya selama bekerja di Benghazi, Libya,” kata HBK melalui siaran persnya Jum’at (23/06/23).

KBRI di Tripoli sebelumnya telah menjelaskan kepada Sri Muliemi (SM) dan Nismawati (N), ada dua opsi penyelesaian yang dapat dilakukan untuk menindak-lanjuti peristiwa kekerasan yang mereka terima. 

Pertama, melakukan tuntutan hukum. Kedua, langsung pulang ke tanah air Indonesia.

KBRI Tripoli siap mendukung apa pun yang menjadi keputusan dari kedua PMI ini, tutur HBK tentang penjelasan KBRI. . 

Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, kedua PMI ini lebih memilih langsung  pulang ke Indonesia, tanpa melakukan tuntutan hukum kepada bekas majikannya.

KBRI Tripoli pun langsung mengurus exit permit imigrasi, dan tiket kepulangan mereka ke Indonesia.

BACA JUGA: Anak Korban KDRT di Jateng, Ibunya Meregang Nyawa

Pulang ke Indonesia

Exit permit sudah dikeluarkan Imigrasi Libya, dan tiket kepulangan sudah diberikan kepada mereka berdua.

“Saya sangat mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Menlu, Bapak Direktur Perlindungan TKI di Luar Negri, dan tentu saja, Bapak Dubes RI di Tripoli atas segala perhatian, bantuan, serta hati baiknya sehingga proses pemulangan dua PMI di Libya ini  bisa tertangani secara cepat dan baik sekali,” ucap HBK. 

Kedua PMI ini akan berangkat dari Benghazi menuju Jakarta pada hari Minggu tanggal 25 Juni 2023, melalui Kairo dan Jeddah.

Dan diperkirakan pada hari Senin, 26 Juni 2023, mereka sudah tiba di Jakarta.

Sesuai SOP, Kemenlu juga akan mengkoordinasikan pemulangan kedua PMI ini, dari Jakarta ke kampung halamannya di Lombok dengan para petugas BP2MI.

“Saya pun akan semaksimal mungkin membantu pengurusan mereka setelah tiba di Indonesia, termasuk untuk kepulangannya ke Lombok, dengan tetap berkoordinasi dengan BP2MI,” sambung HBK.

BACA JUGA: Korban KDRT,  Bertengkar Hebat Suami Bunuh Istri

Penegakan hukum

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, kata HBK, juga memohon bantuan untuk penegakan hukum. Khusus terhadap para oknum perekrut kedua PMI ini di Polda NTB.

“Komunikasi terakhir saya dengan pihak Kemenlu RI, disepakati supaya keduanya mengadukan terlebih dulu permasalahan mereka ini kepada Polda NTB, sebelum mereka secara resmi diserahkan kepada keluarganya,” terang HBK yang dekat Prabowo Subianto ini.

Ditegaskannya, dengan penegakan hukum yg dilakukan, maka kejadian serupa yang menimpa Sri Muliemi dan Nismawati, tidak terus berulang.

“Harus ada upaya keras dalam penegakan hukum sehingga efek jera yang diterima para pelaku kriminal, perekrut tenaga kerja ke luar negeri ini, bisa menjadi solusi,” tandasnya. 

Seperti diketahui, KBRI Tripoli menerima informasi terkait kekerasan fisik yang dialami Sri dari pihak majikannya, melalui video YouTube yang viral beberapa waktu yang lalu.  

Selain adanya laporan masyarakat yang bersimpati terhadap nasib kurang baik yang dialami kedua PMI ini.  

BACA JUGA: Warga Labuhan Jambu Sumbawa, Bicara Potensi Hiu Paus

Pada awalnya, Sri dijanjikan untuk bekerja di Turki, namun pada kenyataannya malah dia dipekerjakan di Benghazi, Libya ***

 

 

Exit mobile version