Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menyetujui pengalihan atau pelimpahan kewenangan tentang alternatif rumah tahan gempa kepada Pemprov NTB, melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB
MATARAM,lombokjournal.com — Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Rum tidak menampik jika proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa di NTB mengalami banyak hambatan.
Rum menjelaskan, hingga saat ini, jumlah hunian tetap (huntap) yang siap huni baru sekira 220 huntap. Sedangkan, 3.925 huntap sedang dalam proses pembangunan.
Angka ini masih jauh dari total 216 ribu rumah yang rusak akibat gempa di NTB.
Ia melanjutkan, tiga tipe rumah meliputi rumah instan sederhana sehat (Risha), rumah instan konvensional (Riko), dan rumah instan kayu (Rika) yang ditawarkan pemerintah kepada masyarakat menemui sejumlah kendala.
Persoalan Risha terletak pada terbatasnya ketersediaan alat-alat pendukung pembangunan Risha, mulai dari mur, baut, hingga aplikator.
Sementara Rika yang juga diminati masyarakat lantaran trauma dengan bahan beton juga tak lepas dari persoalan.
“Rumah kayu ada persoalan, bahannya dari mana kalau dari Lombok nanti (Gunung) Rinjani habis. Nanti pas rumahnua jadi banjir datang terus rumah habis juga,” ujar Rum di Mataram, NTB, Rabu (16/01).
Rum mengatakan, penggunaan kayu secara massal bisa dilakukan untuk pembangunan Rika selama bahan bakunya diambil dari luar NTB.
“Alternatif kayu bisa dari luar, dari Kalimantan, sudah saya sampaikan ke Pak Doni (Kepala BNPB), bisa tidak Pak hasil kayu sitaan se-Indonesia dikumpulkan dan dikirim ke Lombok,” kata Rum.
Selain bahan material, lanjut Rum, kendala juga menyasar pada kekurangan jumlah fasilitator atau tenaga pendamping pembagunan rumah.
Ia menyebutkan, jumlah fasilitator untuk pembangunan rumah rusak berat untuk saat ini hanya sebanyak 800 orang. Apabila satu tim berisikan delapan orang, maka jumlah tim fasilitator baru mencapai 100 tim.
Kementerian PUPR berencana menambah 751 personel untuk fasilitator di NTB.
“Satu tim itu cover 250 KK, idealnya 1.00 personel fasilitator untuk 200 tim,” lanjut Rum.
Rum menyampaikan, pembangunan untuk rumah rusak berat menjadi kewenangan Kementerian PUPR, termasuk soal fasilitatornya.
Sementara untuk pembangunan rumah rusak sedang dan rusak ringan menjadi kewenangan Pemprov NTB yang telah merekrut 1.000 tenaga fasilitator sipil dan 500-700 fasilitator dari TNI.
Rum menambahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah menyetujui pengalihan atau pelimpahan kewenangan tentang alternatif rumah tahan gempa kepada Pemprov NTB, melalui Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB.
“Dinas Perkim yang memberikan rekomendasi jenis rumah yang tahan gempa kita sambut dengan baik,” kata Rum.
Rum menilai, bertambahnya jumlah pilihan rumah diyakini mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Mengapa perlu banyak tipe rumah, karena 75 ribu rumah rusak berat sasarannya. Sampai sekarang Risha tidak sampai seribu (unit) realisasinya, oleh karena itu kita perbanyak,” ucap Rum.
Berbekal lampu hijau dari pemerintah pusat, kata Rum, kini NTB telah memiliki enam tipe rumah yang bisa digunakan masyarakat meliputi Risha, Rika, Riko, rumah instan struktur baja (Risba), rumah Instan struktur baja ringan (Risbari), dan rumah cetak Indonesia (RCI).
“Akan ditambah satu lagi, tadi sudah dipresentasikan yaitu Rista, rumah instan tahan gempa,” kata Rum.
Tipe Rista, kata Rum, cukup direkomendasikan karena dengan Rp 50 juta sudah bisa mendapatkan satu unit rumah beserta kamar mandi dalam dan jaringan listrik.
Rencananya, demo pembangunan tipe Rista akan segera dilakukan di Lombok Utara. Proses pengerjaan Rista juga terbilang singkat, hanya dikerjakan empat pekerja dalam jangka waktu satu hari selesai.
Selain tujuh tipe tersebut, masyarakat yang sudah terlanjur membangun rumah dengan biaya sendiri juga akan diganti pemerintah dengan syarat berkoordinasi dengan BPBD dan PUPR.
BACA JUGA; 72 Persen Korban Gempa NTB Telah Terima Bantuan
“Masyarakat misalnya punya duit sendiri, bangun sendiri, silakan, tapi tolong komunikasi dengan BPBD dan PUPR terkait, untuk ajukan penggantian pembayaran,” ungkap Rum.
AYA









