Umum  

Kisa Batu “Tinggi Tinggang”, Bisa Mencapai Langit Ketujuh

SITUS BATU; banyak situs Batu di Lombok Utara yang dibumbui cerita rakyat (Legenda)

LOMBOK UTARA — lombokjurnal.com

Masyarakat Dusun Lempenge dan Montong Pall di Desa Rempek Kecamatan Gangga, Lombok Utara, menganggap Batu Tinggi Tinggang (baca: Batu Tinggi Ramping) merupakan benda keramat dan bertuah. Masyarakat setempat menganggapnya benda peninggalan ‘zaman lama’ yang punya cerita menarik. Bayangkan, pada masa silam batu ini dikisahkan meninggi hingga mencapai langit lapisan ketujuh.

Batu tinggi,17Agustus1
BATU TINGGI TINGGANG; menjadi obyek wisata

Ceritanya sampai lombokjurnal.com berdasarkan cerita masyarakat setempat. Di zaman lama, hiduplah pasangan suami istri memiliki seorang anak perempuan berusia kurang lebih 4 tahun. Anak perempuan itu ikut serta menemani kedua orang tuanya menanam padi di ladang dengan cara mengoma (baca: menanam dengan sistem tegalan).

Agar bisa cepat menyelesaikan pekerjaannya, sang ibu kemudian meninggalkan anaknya diatas batu tinggang. Anak itu memegang sebutir telur ayam yang berbentuk kursi. Saking asyiknya menanam, suami istri yang bekerja itu lupa meninggalkan anaknya sendirian di atas batu.

Anak perempuan kecil itu mulai ketakutan ditinggal sendiri.  Anak itu berulang kali memanggil kedua orang tuanya , karena takut batu itu tiba-tiba meninggi. Dia memanggil kedua orang tuanya sambil menangis , “Oh inakOh amakbatu ene sen tinggi tinggang”. (Ibu, bapak, batu ini meninggi (naik ke atas).

Rupanya suami istri ini keasyikan menanam, hingga tak menghiraukan teriakan anaknya. Kedua orang tuanya hanya sambil lalu menjawab panggilan anaknya , “Sabar sekedik anti semendak, masih kari sekedik ojak sawek menalet (Sabar, tunggu sebentar, kurang sedikit lagi selesai menanam). Sedang batu itu turun bergerak menjulang ke atas, membawa anak perempuan  itu.

Suara tangisan anak itu terdengar sayup-sayup, dan akhirnya hilanng sama sekali. Setelah suara anaknya tak terdengar lagi, barulah kedua orang tuanya tergerak melihat batu tempat anaknya ditinggalkan tadi. Ujung batu itu tidak kelihatan sedikitpun dari bumi. Sang ibu lalu menangis selama bertahun-tahun karena takut kehilangan buah hati selama-lamanya.

Pasangan suami istri itu terus berupaya agar bisa mengembalikan anaknya ke pangkuan mereka lagi. Banyak dukun dan orang berilmu, dari yang ilmunya biasa-biasa saja sampai dukun yang ajiannya atos/totos, sudah didatangi untuk meminta pertolongan agar batu itu mengembalikan anaknya.

Tak satu pun dari semua dukun itu, yang berhasil mengembalikan batu tersebut ke posisi semula. Sudah bertahun-tahun dan berbagai upaya dilakukan namun belum juga berhasil. Kedua pasangan suami istri ini hampir putus asa, berbagai upaya telah dilakukan tapi sia-sia belaka.

Selalu, haya takdir Tuhan bisa menentukan segalanya. Suatu hari, pertolongan itu justru datang dari nenek renta. Nenek itu kasihan melihat sang ibu menangis hingga kehabisan air mata. Lalu, sang nenek tua itu menawarkan jasa sanggup mengembalikan anaknya, dengan syarat kedua pasangan suami–istri harus menyediakan ampas beras satu karung besar.

Mendengar tawaran nenek tua itu, sang suami bersedia permintaan sang nenek asalkan si anak bisa kembali.  Alhasil, ampas beras pun terkumpul sebanyak satu karung. Kemudian, sang nenek memanggil burung bubut sebanyak 1000 ekor.

Lalu, si nenek tua melepas ampas beras mengitari batu itu dan menyuruh burung bubut tersebut mengelilingi batu tersebut. Burung bubut pun mulai beraksi mengelilingi batu tersebut sambil bernyanyi “But…But… Berik Bawak Marak Aku…”(kecil pendek seperti saya) sampai sekarung ampas beras itu habis.

Dan, batu itu pun sedikit demi sedikit merendah, sampai akhirnya kembali ke posisi semula. Ajaib, sang anak ternyata sudah besar atau sedang menanjak remaja, dan telur itu pun telah menjadi ayam jago. Walhasil, anak itu kembali ke pangkuan kedua orang tuanya.

Atas peristiwa bersejarah dan mistis itu, batu itu diabadikan oleh masyarakat Lempenge dan Montong Pall dengan nama “Batu Tinggi Tinggang” yang memiliki nilai mistis adi luhung.

Masyarakat kedua wilayah sepakat memelihara dan menjaga batu itu sampai sekarang, dan bahkan telah dibuatkan sebuah rumah tembok kecil. Setiap tahun masyarakat setempat mengunjungi batu itu seraya membawa sesajen sebagai penghormatan karena dianggap keramat dan bertuah.

Kini, batu itu dijadikan salah satu objek wisata religi oleh warga setempat dan masyarakat Kecamatan Gangga pada umumnya.

djn